Semua makanan di piring sudah habis terlahap, tapi Zoya dan Rini masih asyik mengobrol.
Beep...Beep...Cklek.....
Terdengar suara orang yang memasukkan password pintu rumah dan berhasil membukanya. Wajah kedua perempuan itu berubah menjadi waspada.
“Bukannya Adam bilang akan sampai di rumah hari minggu?” Zoya menjadi panik karena takut rencananya hari ini untuk pergi dari rumah Adam gagal kembali. Ia menuruni kursi dan hendak berjalan menuju pintu tapi Rini menghalanginya.
“Bu, saya saja.” Rini tersenyum pada majikannya, ia berfikir jika itu adalah seorang penjahat tidak benar jika majikan yang melindunginya.
“Tidak apa, pasti bukan penjahat” Zoya seperti bisa membaca pikiran Rini.
Belum sampai ke depan pintu, seorang pria paruh baya muncul dihadapan mereka. Zoya terkejut melihat kehadiran pria yang mampu membuat Adam gemetar ketakutan, Ahmad -ayah Adam- ia terlihat membawa sebuah paper bag bewarna coklat di tangan kanannya. Langkahnya masih tegas walaupun rambutnya sudah memutih dan bahunya sudah sedikit lebih bungkuk.
Ahmad bertukar senyum pada Zoya kala mata mereka bertemu, “Hai, Rini. Gimana kabarmu? Lama saya tidak ketemu kamu?” Ahmad terus melanjutkan langkahnya memasuki rumah anaknya dan menyapa Rini yang berdiri mematung di belakang Zoya.
“Alhamdulillah , saya baik Pak Ahmad” ucap Rini dengan penuh hormat.
Hati Zoya sedikit mencelos mana kala Ahmad lebih dahulu menyapa Rini yang ada di belakangnya dibandingkan dirinya yang sudah bertukar senyum. Ada rasa takut timbul karena kejadian masa lalu, ketakutan akan diperlakukan seperti pajangan yang hanya ditunjukkan kepada khalayak ramai karena memiliki paras yang rupawan dan otak yang pintar.
Dahulu Zoya merasa mertuanya hanya suka menegurnya karena peduli padanya dan ingin membantu memberikan yang terbaik. Tapi ia salah, mertuanya benar-benar tidak menyukainya. Terbukti saat ia tidak ada, ibu mertuanya akan menjelek-jelekkan di depan keluarga besar Akbar bahwa Zoya hanya mengandalkan parasnya dan otaknya saja untuk masuk ke keluarga Akbar selain itu ia tidak bisa apa-apa termasuk memberi dirinya seorang cucu.
Ahmad sudah duduk di kursi ruang tengah, “Rin, bisa buatkan saya minum? Apa saja yang ada di rumah Adam” sepertinya Ahmad juga tau bahwa anaknya ini tidak pernah menyimpan makanan apapun selain air mineral di rumahnya.
“Baik pak” Rini mengerti kode dari Ahmad untuk segera menyingkir, ia pun segera menuju dapur menyiapkan 2 gelas jus jeruk.
“Nak Zoya, bisa bicara sebentar ?” suara kebapakan penuh kehangatan membuyarkan lamunan Zoya dan meninggalkan rasa rindu di hatinya karena mengingat kemiripan suara Ahmad dengan ayah kandungnya.