Malam harinya, seperti yang direncanakan Alia dan Adinda tidur bersama Zoya di kamar Adam. Sebenarnya kedua kakak Adam ingin lebih mengenal calon iparnya ini, karena seperti yang mereka tau Adam cukup anti mendekati perempuan tetapi sekarang adik kecilnya itu datang bersama seorang perempuan yang sudah ia hamili. Bahkan membuat orang tua mereka murka padanya.
“ Kok kamu mau sih sama Adam? Kamu nggak di ketusin gitu sama dia?” tanya Adinda yang dari tadi terlihat sangat penasaran.
“I...iya, kita aja nggak luput dari ke ketusannya itu. Aku salut lho sama kam..kamu, bisa tahan sama orang kayak Adam,” sepertinya Alia cukup kesal mengingat apa yang adiknya lakukan padanya, saat ia berbicara sekarang cukup jelas ia mengatakan beberapa kata dengan terbata.
“Dia juga suka ketusin saya kayak gitu kok kak, iya ya saya juga bingung kenapa mau sama dia?” jawab Zoya yang mulai mengintrospeksi diri bahwa sebenarnya ia sedang dalam pengaruh sugesti Adam. “Sungguh konyol, ku terhipnotis kata-kata dan perbuatan manisnya” rutuk Zoya dalam hati.
“Tapi sebenarnya kita mau ucapin terimakasih karena kamu sudah terima Adam apa adanya. Aku harap kamu bisa sabar mendengar kata-kata pedasnya, jangan tersinggung. Meskipun aku ragu kamu bisa nggak tersinggung, hehehe.” Ucapan tulus Adinda di akhiri dengan kekehannya.
“Aku akan mengusahakan yang terbaik kak,” ucap Zoya dengan tulus.
Jujur, Zoya sangat menyukai Keluarga Wiranegara ini. Terutama dua kakak perempuan Adam yang sangat menyambutnya dengan baik. Dahulu saat ia akan menikah dengan Akbar tidak ada yang menyemangatinya, memberitahunya jika pernikahan itu adalah kehidupan yang sulit.
“ Se...sebenernya ya Adam dulu nggak gitu, dia imut-mut waktu kecil. Aku sama kak Dinda bedanya cuma setaun tapi kita sama Adam lumayan jauh 5-6 tahun. Dia manja banget sama kita, mulai masuk SMA lah dia jadi nyebelin kayak gitu.”
“Iya bener, kamu tau kalau sebelumnya Adam di jodohin sama perempuan yang namanya Salsa?”
“Tau kak”