Undangan telah disebar sejak hari selasa, Adam membagikannya pada sahabat dan beberapa staff rumah sakit, klinik, juga instansi pendidikan dimana Adam mengajar. Ahmad dan Marisa mengundang kerabat, teman dekat, rekan bisnis, dan beberapa tetangga yang tinggal di sekitaran rumah Sleman. Sedangkan Zoya hanya mengundang teman satu kampusnya yang juga berdomisili di Yogyakarta dan saudaranya yaitu Hani dan keluarganya.
Hani marah bukan main, tiba-tiba ada undangan yang datang ke rumahnya dengan nama adik sepupunya yang belum lama telah bercerai tercantum disana. Zoya berusaha menjelaskan situasi dengan baik, tetapi Hani tetap saja marah dan kesal. Ia merasa adik sepupunya itu terlalu banyak menyimpan rahasia, ditambah lagi Zoya meminta tolong untuk menyampaikan berita ini pada ayahnya yang tidak lain adalah paman Zoya.
Hanif yang sedang bekerja menjadi dosen di Universitas Istanbul,Turki. Tak kalah terkejutnya mendengar kabar keponakan satu-satunya akan menikah lagi. Ia sangat sedih karena bahkan tidak mengetahui tentang perceraiaan yang dihadapi Zoya. Hanif dan istrinya -Sania- segera mencari penerbangan ke Indonesia untuk bertemu dengan keponakannya itu.
Hanif baru bisa sampai di Indonesia sehari sebelum pernikahan, setelah mendarat di Bandara Adisudjipto ia langsung meminta Hani untuk mengantar dirinya bertemu dengan Zoya. Di rumah orang tua Adam mereka disambut dengan baik. Saat melihat Zoya, Hanif langsung berjalan dengan tergopoh-gopoh ingin bisa segera memeluk keponakan satu-satunya itu.
“Nduk, kenapa nggak cerita kalau lagi ada masalah? Hani sama Pakde kan pasti bantu. Apa kata ayahmu kalau ketemu di akhirat nanti? Pakde kurang amanah ngejagain kamu, Nduk.”
“Bukan salah Pakde, waktu itu Zoya yang memang nggak mau ngrepotin. Pakde sama Kak Hani ada di luar negeri, pasti akan membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak seberapa kalau ingin mengunjungi Zoya disini.”
“Uang bukan masalah, Nduk. Buat kamu sama Hani, Pakde bisa keluarin berapapun jumlahnya asal kalian hidup dengan bahagia.”
Setelah menjelaskan kronologis masalahnya dengan Akbar juga pertemuannya dengan Adam, akhirnya Hanif bersedia menjadi saksi di pernikahan Zoya untuk menggantikan Khalid -ayah kandung Zoya- yang sudah tiada. Hanif sempat menawarkan membantu untuk berdiskusi dengan Akbar dan rujuk demi anaknya. Zoya menolak ajakan Hanif tersebut, ia sudah tidak ingin memiliki hubungan dengan Akbar lagi. Sungguh sudah tidak ada hati ataupun simpati kepada laki-laki yang tidak berpendirian itu.
*****
Mungkin mempelai pria paling sibuk di dunia adalah Adam. Acara diselenggarakan di taman rumah Keluarga Wiranegara di Sleman pada pukul 15.30 WIB dan Adam baru sampai di rumah untuk mempersiapkan diri 2 jam sebelum acara diselenggarakan.
“Dam, udah siap? Ayo, acaranya mau dimulai” Alia memberitahukan Adam untuk segera hadir di meja Akad.
Adam yang berdiri di depan kaca, mematutkan diri sekali lagi. Ia juga menyebutkan nama lengkap Zoya beberapa kali guna melancarkan bibirnya saat menuturkan ijab kobul nanti.
Langkah mantap menuju meja Akad. Para tamu berdecak kagum, melihat Adam untuk pertama kalinya mengenakan setelah jas bewarna hitam dan dasi kupu-kupu. Postur tubuh Adam yang tingginya mencapai 181 cm dan bentuk tubuh yang cukup atletis membuatnya terlihat dengan gagah dan mempesona.
Zoya menunggu di kamar Adam sampai pria tersebut berhasil mengucapkan ijab kobulnya. Adam terkadang sering menyepelekan sesuatu, hal ini membuat Zoya sedikit takut jika Adam melupakan namanya atau tidak dapat menyebutkan kalimatnya ijab kobul dengan benar.
Hanif menjabat tangan Adam dengan erat, ”Nak Adam, apa kau bersungguh-sungguh ingin menikahi anak saya Zoya? Jika masih ada keraguan, Anda bisa lepaskan tangan saya dan pergi.”
Adam tidak terkejut dengan reaksi Hanif yang meragukan dirinya karena pria yang dihormati Zoya ini baru saja bertemu Adam di meja Akad ini.”Saya yakin dan bersungguh-sungguh untuk memperistri anak bapak.”
“Saya juga yakin Nak Adam bisa memegang ucapannya.”