Setelah acara selesai, Hanif mengajak Adam untuk berbincang-bincang sebelum kembali ke kota.
“Nak Adam, mohon maaf jika saya kurang sopan dengan menanyakan hal-hal pribadi. Tapi saya ingin meyakinkan diri supaya tenang meninggalkan Zoya bersamamu.”
Dahulu Hanif tidak tau apa yang dikatakan Khalid saat menikahkan Zoya dengan Akbar tapi dengan kejadian perceraian mereka, Hanif merasa bahwa Akbar bukanlah pria yang bertanggungjawab. Ia pun ingin meyakinkan diri bahwa Adam berbeda dari Akbar.
“Tidak apa-apa Pakde Hanif, saya mengerti.”
“Saya titip Zoya, dia sekarang bukan seorang gadis tapi calon ibu. Mungkin dalam beberapa sikap atau keputusan yang dia ambil memiliki banyak pertimbangan berhubungan dengan anaknya. Tidak salah jika Nak Adam ada rasa kurang puas apalagi tentang penenuhan kewajiban yang dia lakukan. Nasab anak ini memang penting, tapi kasih sayang dan perhatian seorang ayah juga penting.”
“Nggih Pakde, saya tetap akan berusaha menjadi suami dan ayah yang baik. Tentang bagaimana sikap dan keputusan yang diambil Zoya, saya yakin dia akan mengambil keputusan yang terbaik. Saya juga akan berusaha mendukungnya.”
“Terima kasih, saya tau jika perkataan saya adalah suatu sikap egois. Tapi sebagai seorang ayah saya tidak bisa membuat anak saya menderita untuk kedua kalinya.”
Adam mengerti betul posisinya saat ini, ia bukan hanya seorang suami namun juga seorang ayah. Ia bekerja sebagai dokter dan bisa dipastikan dia akan membantu Zoya dalam melewati kehamilannya. Tapi sebagai seorang laki-laki ia juga seorang manusia biasa yang bisa saja khilaf dan menyakiti Zoya.
*****
Di kamar Adam, Zoya sedang memikirkan apa yang harus dia lakukan saat bertemu dengan Adam nanti. Ada rasa bimbang di hatinya, dia sudah menyandang status sebagai istri Adam. Tapi apakah ini seperti pernikahan pada umumnya, ia tidak bisa menebak apa yang Adam pikirkan tentang pernikahan ini. Di malam pertamanya ini adalah titik awal permulaan hidup barunya dan penentu akan seperti apa kehidupan pernikahannya nanti bersama Adam.
Tidak ingin berprasangka tentang anggapan Adam terhadap pernikahan ini, ia akan tetap berperilaku sebagai istri yang baik. Jika Adam memintanya memenuhi kewajibannya malam ini, ia pun akan dengan ikhlas menjalankannya.
Adam kembali kekamar setelah perbincangannya dengan Hanif selesai dan berpamitan pulang. Matanya menyusuri seluruh kamar dan hanya menemukan gaun pengantin Zoya yang di letakkan di sofa.
Cklek.....
Pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan Zoya yang sudah mengenakan gaun tidur panjang tanpa lengan berbahan satin bewarna hitam di lapisi dengan jubah luaran yang senada. Rambut panjangnya terurai begitu saja, terlihat basah di puncak kepala dan ujung rambutnya. Mata Adam tidak lepas dari setiap pergerakan Zoya, bibirnya mengumbar senyum pada wanita yang sekarang menjadi istrinya.
“Pakde-mu sudah pulang, tadi aku antar sampai parkiran”
“Thank you.” ucap Zoya membalas senyum Adam.