Kehamilan sudah memasuki usia 4 bulan, semua pakaian yang Zoya gunakan tidak bisa menutupi perutnya yang membuncit. Hari-harinya juga sudah disibukkan dengan urusan bisnis forografer yang dirintisnya bersama Sisil.
Memang belum ada klien besar seperti Shopper tapi jumlah project beberapa minggu ini jauh lebih banyak dari yang diperkirakan oleh mereka berdua. Nama mereka pun mulai di kenal oleh beberapa fotografer di daerah Yogyakarta dan sekitaranya, beberapa dari mereka juga menawarkan diri untuk bekerjasama.
Hari ini Zoya pulang saat menjelang petang, sesampainya di rumah ia membersihkan diri. Saat di rumah terkadang ia merasa sedikit bosan karena tidak ada pekerjaan rumah selain memasak, kegiatan itu pun hanya dilakukan di pagi dan malam hari. Setelah mandi, Zoya melihat jika ada beberapa pakaian yang belum di setrika. Ia pun menyetrika baju-baju itu untuk menghilangkan kebosanannya.
Semua kegiatan yang Zoya lakukan bertujuan untuk membuat dirinya senang dan tidak memikirkan masa lalu. Tetapi ia selalu ingat pada ibunya yang mendadak hilang tanpa kabar. Memang Zoya dan ibunya tidak berhubungan terlalu intensif, mungkin hanya 3-4 kali dalam seminggu. Hal ini dikarenakan Desi sendiri yang jarang menjawab panggilan Zoya. Semua komunikasi dengan ibunya putus sekitar 6 bulan lalu dan ia baru saja tau jika ibunya tidak lagi tinggal di rumah keluarga setelah perceraiannya dengan Akbar.
Zoya tidak berhenti mencoba mencari tau keberadaan ibunya, setiap hari hampir 10 panggilan ke nomor telephone ibunya. Nomor bibi, paman dan sepupu dari pihak ibunya juga tidak ada yang bisa dihubungi. Ia pun berinisiatif untuk pergi mengunjungi kampung halaman ibunya di Solo. Kalau pun tidak bisa menemukan ibunya, Zoya bisa menemui bibi dan paman yang juga banyak berdomisili disana untuk menanyakan keberadaan ibunya.
Adam kembali ke rumah setelah dari klinik pukul 18.30, ia langsung menuju ke kamar. Zoya yang mendengar bunyi pintu terbuka berniat untuk menyambut kedatangan Adam, tetapi suaminya itu terlihat murung dan langsung menuju ke kamar. Selelah-lelahnya Adam, ia tidak pernah berekspresi seperti itu. Zoya merasa bahwa Adam sedang marah, ia pun mengurungkan niatnya untuk menghampiri Adam dan membicarakan tentang perjalanan mencari ibunya ke Solo.
Zoya yang lapar memasak makanan untuk makan malam, ia juga menambahkan porsi sebagai antisipasi jika Adam belum makan malam.
Adam keluar dari kamar, ia terlihat lebih segar setelah mandi dan mengganti pakaian dengan kaos polo dan celana dawstring berbahan katun. Ia mendekat pada Zoya dan merapikan ikatan rambut panjang milik istrinya yang terurai.
Zoya suka bagaimana Adam memanjakannya, bukan dengan kata-kata manis atau janji bahwa ia akan menemaninya makan malam. Tapi perlakuannya yang spontan untuk membuat Zoya nyaman itulah yang membuat hatinya tersentuh.
Makan malam pun berlangsung hening, tidak ada pembicaraan diantara pasangan suami istri itu. Sesekali Zoya menangkap mata Adam sedang menatap dirinya yang sedang makan dan Adam tersenyum kala Zoya menyadari tingkahnya itu.
Saat tengah malam, Zoya mendapati tempat tidur di sebelahnya kosong. Ia berpikir jika Adam ada panggilan lagi ke rumah sakit tapi melihat lampu ruang belajar menyala ia tau Adam ada disana. Zoya menghampiri Adam, sungguh sangat tidak biasa suaminya bangun di tengah malam hanya untuk mengerjakan pekerjaannya. Yang Zoya tau, Adam sangat baik dalam mengelola waktunya untuk bekerja. Jika ada waktu lebih di malam hari ia akan gunakan untuk istirahat, kalau pun ingin membuat sebuah presentasi untuk kelasnya ia biasa melakukannya lebih awal setelah sholat isya atau pagi hari setelah subuh.
Di ruang belajar, Adam terlihat membaca sebuah jurnal dari laptopnya di barengi dengan memijit pelipisnya. “Sedang apa?” tanya Zoya yang berjalan masuk ruangan.
Adam yang terkejut menoleh, mendapati istrinya yang mengenakan daster batik semata kaki dengan wajah yang masih setengah mengantuk berdiri di depan ruang belajarnya.
“Kalau capek ya istirahat, kamu kan manusia bukan mesin yang seharian reparasi rahim orang.” Adam terkekeh mendengar sindiran istrinya itu.
“Aku nggak bisa tidur, jadi milih baca beberapa jurnal dan nyiapain presentasi buat lusa ngajar di kelas.” Adam merangkul pinggul istrinya dan medudukannya di pangkuannya. “Kamu jangan sering-sering sensi kayak gitu, kalau anak kita jadi sensian kayak kamu gitu gimana?”