Keesokan harinya, Zoya dan Adam keluar dari hotel pukul 9. Mereka sudah sempat mengunjungi salah satu rumah bibi Zoya yang lokasinya tidak terlalu jauh dari hotel, tetapi ternyata keluarga bibinya tidak ada disana. Mereka sudah pindah, Zoya baru tahu bahwa bibinya itu selama ini tinggal di sebuah rumah kontrakan.
Setelah itu Zoya memutuskan untuk mengunjungi rumah almarhumah neneknya, walaupun nenek dan kakeknya sudah meninggal, rumah itu tidak pernah di jual. Seingat Zoya, setiap akhir pekan bibi dan pamannya sering berkumpul disana. Ia pun berharap ibunya juga ada disana.
“Adam, di depan ngelewatin Pasar Klewer. Kita mampir dulu sebentar ya disana.”
“Ya, ngapain? Mau belanja? Kalau mau beli batik tinggal ke Pasar Bringharjo aja, ngapain kesini sama-sama batik kan!”
“Bukan mau beli batik, aku mau beli es dawet.”
Adam hanya menghela nafas, melihat perilaku istrinya ini. Memang ibu hamil memiliki nafsu makan yang cukup besar, tapi ia menjadi sangat takjub karena beberapa menit yang lalu Zoya baru saja menghabiskan 2 potong roti sobek dan 1 botol air mineral 600 ml.
Menuruti permintaan Zoya, Adam pun memarkirkan mobilnya di lahan kosong yang dijadikan tempat parkir. Hari ini adalah hari minggu, tidak heran jika kawasan ini menjadi sangat ramai. Adam turun terlebih dahulu, supaya bisa membukakan pintu untuk Zoya. Ia memastikan istrinya itu keluar dari mobil dengan aman dan tidak sampai terserempet kendaraan lain.
Disepanjang jalan yang ramai itu, Adam terus merangkul bahu Zoya. Berjalan 700 meter, terdapat sebuah gerobak hijau bertuliskan dawet ayu. Mereka pun memesan dan duduk di salah satu bangku yang disediakan.“ Dam, gimana kalau aku nggak bisa nemuin ibu lagi ya?”
“Tinggal lapor polisi.” Mungkin jawaban Adam satu ini hanya bisa di tanggapi dengan emoticon wajah datar. Adam memang tidak salah menjawab, memang benar ibunya hilang. Seorang dewasa yang dinyatakan hilang 1 kali 24 jam, keluarganya dapat membuat laporan ke kantor polisi. Tapi Zoya tidak ingin hal itu terjadi tepatnya tidak ingin ibunya tidak bisa ditemukan di kota ini.
Setelah menandaskan semangkuk es dawet, Zoya pun mengajak Adam untuk melanjutkan perjalanan. “Kamu capek nggak? Kalau capek, kita gantian aja nyetirnya.”
Adam mengulurkan tangannya untuk membantu Zoya berdiri dari duduknya, Zoya menyambut uluran tangan tersebut dan membalasnya dengan senyum sebagai ucapan terima kasih. “Nggak, tadi malam istirahatku cukup nyaman. Jadi sekarang tidak merasa pegal atau mengantuk.”
Tanpa disadari ada seorang wanita yang berjalan tergopoh-gopoh mendekati Adam dan Zoya. Ia langsung menampar Zoya dan memakinya. “Dasar anak tidak tau diri, siapa yang mengajari kamu berselingkuh?”