Hari ini Adam juga menyelesaikan shiftnya lebih lama setelah mengobservasi beberapa pasien baru yang datang mendekati pertukaran shift, mendapatkan panggilan dari ibunya bahwa Zoya sudah mengalami pecah ketuban membuat Adam segera bergegas menuju klinik. Belum sempat mobilnya keluar dari parkiran rumah sakit, handphone Adam berbunyi kembali dan memintanya untuk segera ke IGD.
Shiftnya sudah selesai sejak 2 jam yang lalu, jika ia dibutuhkan di IGD pastilah ini sangat penting. “Kenapa menghubungi saya? Yang jaga siang ini siapa?”
“Maaf ya dok, harusnya siang ini yang jaga Dokter Indah. Sebelumnya memang mengabarkan akan sedikit terlambat, tapi tadi dihubungi handphonenya malah di luar jangkauan, dok. Sedangkan ini pasien gawat darurat.”
“Mana rekam medisnya?” Adam membuka sekumpulan lembar pemeriksaan. “Ini pasiennya Dokter Indah juga padahal. Kamu terus hubungi dia ya, takutnya akan ada tindakan operasi saya nggak mau dikira serakah ambil pasien dia.”
“Baik, dok.”
Adam pun memeriksa kondisi pasien terlebih dahulu dan benar saja pasien tersebut segera membutuhkan tindakan operasi segera karena terjadi perdarahan dan detak jantung janinnya sudah abnormal. “Masih tidak bisa di hubungi?”
“Iya dok.”
“Ya sudah, segera siapkan ruang operasi. Minta darah untuk tranfusi juga, hasil laboratoriumnya harus sudah jadi saat ruang operasi siap. Kita sudah tidak bisa menunggu karena tekanan darah pasien sudah mulai menurun, jika menunggu terlalu lama takutnya akan terjadi syok.”
“Baik, dok.”
Adam pun segera menuju ke ruang operasi kembali sambil menghubungi ibunya kembali. “Ma, Adam belum bisa kesana. Jadi tolong titip Zoya dulu ya!”
“Kamu nih gimana sih? Istri mau melahirkan kok nggak ditemenin. Kata dokter kondisinya bagus, sekarang sudah pembukaan 6.”
“Iya ma, Adam ada pasien gawat darurat yang harus dioperasi. Ma, boleh tolong kasihin hpnya ke Zoya? Adam mau bicara sebentar.”
“Iya, Dam?” terdengar suara Zoya yang sedikit serak.
“Aku minta maaf belum bisa kesana dan aku juga tidak bisa janji ada disana untuk waktu yang cepat.”