What's Done can't be Undone

siucchi
Chapter #3

Pemodal

Likuid gelap berwadah melamin tak lagi mengepulkan asap. Americano tak kunjung ludes meski sudah didiamkan hingga satu jam lebih. Ia tak begitu suka kopi, tapi suka tempat yang mampu mendukung sepi, meski di waktu tertentu lebih sering ada gaduhnya. Bersama teman kuliahnya Rendi bertemu, sekadar bincang peluang bisnis karena keduanya sama-sama menekuni wirausaha sejak di bangku universitas. Dira tidak bisa ikut lantaran perut yang semakin membesar memaksanya untuk lebih sering rebahan.

“Setelah evaluasi kemarin, strategi B penjualan tidak kunjung naik. Haduh, pengusaha harus banyak akal.” ujar seorang pria berkumis tipis, dua jarinya mengapit sebatang rokok, “entah pakai cara apa lagi.”

“Memang tren lagi turun untuk bisnis itu,” sahut Rendi menanggapi, “sabar, jangan nyerah, nanti juga ketemu jalan.”

“Kata kawan sih mau coba gaet investor untuk model baru, tapi ragu, deh, karena rencana ini belum matang.” ujung rokok dihisap, kepulan asap diembuskan ke arah berlawanan. “Bagaimana menurutmu?”

“Stop merokok dulu.” jawab Rendi datar.

“Heh, jangan salah, ini sumber inspirasi.”

Sebenarnya, perbincangan mereka lebih kepada gundah gulana kehidupan berwirausaha. Tidak mudah menanggung hidup banyak kepala di institusi yang dibawahi, seringkali berujung setres kalau pemasukan tidak lebih banyak dari beban pengeluaran.

Rendi menyentuh pegangan cangkir kopi, tapi tak diarahkan ke bibir mulutnya. “Cari investor juga jangan yang sadis. Sudah ada belum yang se-visi?”

“Ada saja yang mau invest, tapi aku ragu.”

Rendi menghela napas, “Rian... sepertinya kau butuh liburan.”

Lawan bicaranya tertawa naas. Abu rokok ditempelkan ke asbak, sebatang yang menyisakan seperempat dibuang. “Hahaha, budget untuk liburan sudah kugunakan untuk biaya marketing. Benar-benar habis aku ini.”

“Kau pasti sudah putus asa sampai pakai uang pribadi. Yak, betul sekali, cari investor.” Rendi mengangguk-angguk.

Alunan musik klasik memenuhi kedai, mereka yang duduk di luar hanya mendengar sayup-sayup suara bass yang menggema dari stereo, sisanya adalah lalu lalang kendaraan yang mana jalan raya di depan selalu dipadati kemacetan. Pukul sebelas malam tak juga membawa sepi di banyak areal ibukota.

Sebuah pintu kaca didorong terbuka, seorang pria tua menahan tarikan pintu agar perempuan bergamis lebar dapat keluar dari kedai dengan mudah. Bersamaan dengan itu Rian tersentak, menyambut kehadiran sosok yang dikenalnya. “Eh, Pak Maulana? Anda ada di sini?”

Bapak tua itu balas mengamit telapak tangan Rian sambil memeluk ringan, “Wah, kamu, lagi bisnis nih, ya?” katanya sambil tertawa.

“Iya, ketemu developer perumahan, nih,” jawab Rian mengekeh, matanya melirik ke arah Rendi yang ikut tersenyum sambil menganggukkan kepala, “sudah mau pulang?”

Pak Maulana ikut menyambut, “Wah, bisa nih ikut ngobrol.” ia lalu memberi aba-aba pada perempuan bercadar yang mengikutinya untuk ikut duduk.

Sambil bercengkrama, Pak Maulana inisiatif memesan kopi tambahan, Rian dengan sopan ingin menggantikan peran, namun tidak dibolehkan, tapi sudah keburu ikut duluan. Ditinggalnya Rendi bersama seorang hawa yang tampaknya adalah anak Pak Maulana. Canggung, ditambah teringat istri yang kerap melarang ia berduaan dengan lawan jenis, Rendi pilih menarik ponsel di saku celana untuk mengirimkan pesan pada Dira bahwa ia akan terlambat pulang.

Selembar kertas mendarat di ujung sepatunya, ia lihat si perempuan tampak grogi karena barang bawaannya banyak terjatuh. Rendi bergegas memungut dan menyerahkan langsung pada empunya.

“Itu yang apa?” kata si perempuan sambil menatap.

Rendi tertegun. Ia tak menyangka suara yang keluar dari mulut yang tertutup niqab begitu lembut dan—ia langsung mengerjap, sadar, “Ini...” gumamnya sambil menilik tulisan di kertas, “hmm... sajak?”

“Oh, yang mana ya?”

Rendi mengernyit. Dengan pelan ia bacakan rangkaian kata yang tercetak di sana,

“dia menemukannya dalam perjalanan

di sebuah padang rumput berpohon besar

menatap bergantian, antara matanya yang bercahaya atau bintang yang tercuri sinarnya

Lihat selengkapnya