What's Wrong with Me?

Andini Lestari
Chapter #14

Meminta Penjelasan

***

Terkadang, aku merasa bahwa mengenalnya adalah kesalahan terbesar yang aku lakukan. Mengaguminya adalah tingkah gila yang harus kuhentikan. Dan tersenyum padanya adalah kebiasaan buruk yang harus aku hilangkan. Ini semua tentang cita, buruk sekali jika memikirkan cinta.

***

“Sigma torsi sama dengan nol, maka .... anggap searah jarum jam negatif, kalau berlawanan positif ... berarti ini min ....” Aku terpaku di depan buku latihan olimpiadeku.

Sebuah gambar kesetimbangan telah aku curat-coret. Kupandang buku itu cukup lama. Besok aku harus ada bimbingan, bukan masalah materi yang belum aku siapkan. Aku sudah menyiapkannya jauh-jauh hari. Satu hal yang aku pikirkan kali ini adalah besok Kak Baran akan ada di sekolah, ikut membimbing anak olimpiade fisika. Dan aku sungguh penasaran alasannya memilih Tiwi dibandingkan aku. Apa dia punya alasan masuk akal di balik itu?

Apa aku tanyakan perihal alasannya saja? padahal Kamis kemarin aku berhasil untuk menghindarinya. Aku datang bertepatan dia mulai membimbing olimpiade, berusaha menghindar ketika melihat keberadaannya di sekolah, dan pulang lebih dulu sebelum dia selesai membereskan isi tasnya. Lalu sekarang kenapa aku malah mencari cara agar dapat mengetahui bagaimana perasaannya?

Rambut yang kini terurai kini kuacak sembarangan. Duh, bagaimana dengan Abi, dia kok malah mengungkapkan perasaannya Jumat itu? Ini sudah berjalan satu minggu. Dia becanda, ‘kan? Dia tidak serius! Aku yakin itu. Mana mungkin cowok sekeren Abi menyukaiku.

“Ahhh, fokus, Sya ... ada materi yang harus kamu kuasai!” Aku berteriak kemudian mengambil pensil dan menatap halaman buku yang terbuka lagi.  

Sesuai dengan tulisanku tiga bulan lalu. Aku tidak boleh mengecewakan orang-orang yang sudah memercayaiku. Pak Budi yang dengan senang hati mengajari kami anak bimbingan, tidak menutup kemungkinan senyum yang selalu timbul itu akan menghilang berganti kemurkaan jika aku tidak serius berlatih. Aku juga sudah susah payah untuk bisa masuk ke jajaran anak olimpiade, akan sangat buruk jika aku menyia-nyiakan kesempatan begitu saja.

Di SMA, aku berharap bisa menorehkan prestasi yang tidak memalukan apalagi bagi bunda. Terlebih di kelas aku tidak memiliki harapan untuk masuk tiga besar. Kalau diibaratkan kepintaran anak-anak kelasku nyaris menyamai anak-anak akselerasi. Sayangnya di SMA Sentosa tidak ada kelas akselerasi dan anak-anak pintar itu terdampar di kelas yang aku duduki. Aku harus bisa memanfaatkan peluang dari olimpiade ini. Meski pada kenyataannya untuk bisa mendapat sebuah mendali emas fisika itu sangat tidak mungkin dengan kemampuanku yang begitu terbatas dan terkadang berleha-leha dalam berlatih.

Kalau dipikir-pikir aku ini begitu bodoh. Masih sempatnya aku memikirkan Abi dan Kak Baran di sela-sela waktu aku harus fokus dengan segala hal yang harus dihadapi.

Jatuh cinta memang mengubah pemikiran setiap orang, dan sayangnya aku juga kacau karena sulit menempatkan pada posisi yang semestinya.

Lihat selengkapnya