***
“Sya, aku meminta maaf,” Sebuah tangan menarik pergelanganku, menghentikanku untuk tidak melangkah ke dalam kelas. Aku menatapnya sebentar kemudian menunduk melihat ke arah cengkramannya. Abi dengan canggung melepaskan, “Maaf.”
“Ada apa Bi, kok minta maaf?” sambut Sarah pada Abi.
Mungkin Sarah memperhatikan kami sejak dari pintu. Aku yang mendengarnya berseloroh begitu tentu penasaran, ternyata cowok itu masih mengekoriku.
Di kelas, beberapa temanku memang belum datang termasuk Hani. Namun Sarah dan Tania sudah berdiri di samping kursi masing-masing sambil menyimpan tas.
“Nggak usah ditanya,” tukasku kemudian duduk. “Kenapa masih disini Bi, sana ke kelasmu!”
Mata Tania melotot, kedua lengannya menekan meja, kemudian telunjuk kanannya terarah bergantian pada kami berdua dan berhenti di Abi.
“Kalian ribut? Apa ini, belum jadian sudah ribut aja,” celetuknya.
Kali ini, Abi gelagapan. Tangannya menggaruk tengkuk yang tidak gatal. “Aku hanya ingin menghiburmu, Sya. Dan pujianku itu tidak ada bohongnya.”
Gadis sepintar Sarah saja hanya garuk-garuk kepala kebingungan dengan apa yang diucapkan pangeran yang katanya sempurna satu angkatan ini. Jelas, mereka tidak tahu ada urusan apa antara aku dan Abi sesungguhnya.
“Sepertinya kalian harus mengobrol berdua.” Sarah menyarankan.
Aku menggeleng, sebagai bentuk penolakan terhadap kejutan aneh yang tidak aku rencanakan. Bukankah sebuah kejutan kecil tetapi menyesakkan itu menyiksa diri sendiri? Akan lebih baik aku tidak tahu dan tidak memikirkan apapun tentang hal ini.
“Tapi kalian perlu.” Tania ikut setuju dengan saran gila Sarah.
Tidak tahu apa-apa saja kenapa mereka bersikap seakan tahu semuanya?
“Maksudku ada hal yang aneh dari hubungan kalian berdua. Kalian tidak pacaran, tidak ada silsilah teman kecil atau semacamnya. Dan Abi, kamu sendiri tahu Wisya sempat menyukaimu dan berjuang mati-matian untuk move-on pada Kak Baran. Lalu dengan kamu mendekatinya seperti ini, apa kamu sadar bahwa ini akan membuat Wisya sakit hati?” lanjut Tania menggebu.
Tunggu, Tania sedang membelaku atau mempermalukanku di depan Abi?
“Hah? Suka?” tentunya, itu adalah kekagetan yang konyol dari seorang Abi.
“Bukannya selama ini kamu memang tahu hal itu?” Kali ini Sarah yang menyaksikan aksi Tania betul-betul bingung. Sementara aku tidak tahu harus menyembunyikan wajah di mana.
Terakhir kali aku dan Abi berinteraksi adalah ketika pulang bersama dan hal itu tidak berakhir baik. Pertengkaran mengenai kecantikan itu masih terngiang di otakku. Dan sekarang, masalah tidak jelas antara diriku dan Abi bertambah satu.
“Sya, kamu masih menyukaiku?”
Mata kami bertemu, sejenak kami semua membatu. Kringgggggg! Bersyukurlah hari ini bel masuk menyelamatkanku.
***
“Seharusnya kamu nggak usah sok tahu dengan hidupku, apalagi dengan Abi. Lihat ‘kan, mau ditaro di mana mukaku tiap ketemu dia?”
“Tunggu, bisa kalian jelaskan?” Hani yang tidak mengerti mengapa aku uring-uringan meminta kejelasan, gadis itu sedikit kesal karena tidak ada tanggapan.
“Mana aku tahu Abi tidak tahu kamu suka sama dia, Sya. Kupikir mendengar celotehan kamu tentang Abi yang biasa aja setiap kalian bertegur sapa dia udah tahu.”