What's Wrong With You, Boss?

Nyonya Maneh
Chapter #6

Chapter 5 - Boss Is Always Right

"Hi, Mars. Good afternoon," sapa si bos setelah membuka pintu apartemennya untukku.

Sarcasm. Sialan!

"Hi, boss. I'm terribly sorry for this late ...."

Aku menunduk, memainkan ujung jari kuku dengan gusar, sambil menahan sakit di kaki karena lecet akibat sepatu baru berhak lima senti keparat ini.

"Have a seat, Mars. Let's talk." Si bos yang kegantengannya paripurna itu menyuruhku duduk. 

Sepintas tadi sempat kuperhatikan ruang apartemennya ini. Luas. Bersih. Bergaya moderen. Mewah. Tapi tetap nyaman sekali. 

Pas masuk pintu tadi, langsung ketemu sofa besar berwarna merah menyala di sebelah kiri dan sofa krem menghadap ke jendela besar. Sedangkan di sebelah kanan ada televisi besar sekitar 48 inci yang diletakkan di atas rak TV berwarna kayu. Di ujung sana ada meja makan enam kursi dengan desain yang sangat elegan.

Aku duduk di ujung sofa dengan kikuk. Bolak-balik menarik turun rok yang tertarik beberapa senti itu saat aku duduk.

"Kenapa kamu terlambat? Jangan bilang karena macet. Itu alasan paling tidak masuk akal yang tidak bisa saya terima. Jakarta is always macet. You have to try another reason." 

Memang bukan itu alasannya. Tapi aku ragu menjawab yang sebenarnya. Sementara si bos terus memperhatikanku yang bergerak gelisah karena rok pendek ini bikin tidak nyaman.

Apakah aku harus bohong dan bilang kalau dompetku ketinggalan jadi harus balik lagi ke kosan? 

Atau bilang, ada rombongan sirkus yang menghalangi jalan? 

Atau ini, kekunci di dalam rumah, terus kuncinya kebawa temen?

Atauuu....

"Perut saya sakit sekali, Pak. Hari pertama datang bulan." Akhirnya jawaban ini yang meluncur keluar. Alasan yang melintas begitu saja di kepalaku. 

Aku pura-pura meremas perut dan meringis kecil. 

Kalau saat ini aku benar-benar sakit perut, bisa kupastikan itu bukan karena haid. Tapi karena memang belum sempat sarapan tadi. Aku malah sudah beres haid beberapa hari sebelum aku masuk di kantor ini.

Si bos kelihatan tersenyum miring. Sepertinya bisa menerima alasanku. Thank God!

"OK. I will forgive you this time. But, make sure this is the first and also the last."  

Dia lalu membetulkan cara duduknya. Tadi kaki kanan yang menopang kaki kiri. Sekarang sebaliknya.

Aku mengangguk cepat. "Ya, Pak." 

Sebenarnya, terlambat itu bukan aku banget. Sebab buatku, lebih baik menunggu, dari pada harus membuat orang lain menunggu. Apalagi orang lain itu adalah si bos, di kantor yang baru pula.

Beberapa saat kami terdiam. 

Sambil menyandarkan punggungnya di sofa krem, si bos mengamatiku terus. 

Ya ampun. Apakah penampilanku jadi aneh dan buruk dengan kemeja pink fanta dan rok mini hitam ini? 

Apakah dia akan nyinyirin aku lagi seperti kemarin?

"You look beautiful today." Kata-kata si bos meluncur kemudian, bikin hatiku rasanya seperti disiram air segalon. Adem banget.

Aihhh... si bos kok tumben nggak nyela kayak kemarin, sih? Dia malah kelihatan lebih tenang, sabar dan nggak senyebelin kemarin. Tampangnya yang ganteng itu kini terlihat semakin keren dengan balutan kaus oblong hitam yang makin menonjolkan otot-otot lengannya yang kuat. 

Sinting! Kok aku jadi merhatiin si bos gini?

"Thank you," balasku. 

Lihat selengkapnya