Menjadi guru adalah cita – cita pertamaku saat aku masih kecil. Jangan tanya mengapa karena aku juga tak tahu mengapa. Pokoknya jika zaman dulu aku kecil dan saling tukaran kertas file dengan teman dan mengisi biodata, di bagian cita – cita pasti aku tulis ingin jadi guru. Sejak kapan aku ingin jadi guru pun aku tak pernah ingat. Setelah dipikir - pikir mungkin aku ingin jadi guru karena aku senang membaca. Eh, apa hubungannya senang membaca dengan jadi guru? Karena waktu SD aku paling senang jika guruku bercerita atau mengajarkan hal – hal yang sifatnya informatif yang belum ku ketahui sebelumnya. Di mataku hal tersebut sangatlah keren bahkan saking kerennya aku sampai ingat hingga kini apa saja yang guru – guruku katakan saat itu. Misalnya saja kenapa kita tak boleh makan mie dengan nasi atau tentang perbandingan populasi pria dan wanita yang makin tak seimbang yang berimbas pada poligami. Kedengarannya memang remeh sih tapi di mataku saat itu informasi - infomasi seperti itu sangat menarik dan sejak itu pula aku hampir tidak pernah makan mie dengan nasi dan selalu was – was bila populasi wanita lebih tinggi dari pria karena takut di poligami. (Apaan sih!)
Saat itu Indonesia belum diserang oleh internet dan gawai, maka satu – satunya cara untuk mendapatkan informasi sebanyak – banyaknya adalah dengan banyak membaca buku. Pekerjaan yang paling memungkinkan untuk bertukar informasi seperti itu pun di kepalaku hanya menjadi guru. Jika saja dari dulu internet mudah diakses, maka aku mungkin tidak akan bercita – cita menjadi guru tapi jadi seorang youtuber.
Seiring bertambahnya usia dan bertambahnya pikiran realistis bin matrealistis lama – lama keinginanku untuk menjadi guru semakin redup. Penyebabnya tak lain tak bukan karena aku melihat kenyataan yang sering ditayangkan di TV atau membaca di media cetak tentang kehidupan guru di negeri ini yang begitu miris bin ironis. Saat itu darah mudaku jelas tidak menginginkan kehidupanku akan berakhir seperti itu. Maka berpindah haluanlah hatiku ingin menjadi desainer, apalagi saat aku SMA pekerjaan desainer sedang getol – getolnya diincar anak muda karena selain terlihat keren uang yang didapat juga lumayan meski tak sebanyak para pejabat anggota dewan. Hingga akhirnya aku benar – benar berkutat dengan dunia desain tepatnya desain interior. Aku bekerja di proyek, wara – wiri kesana kemari, pulang malam, jadwal tidur tidak karuan dan mendapat uang dengan jumlah yang lumayan.
Klise terdengar tapi ini benar kurasakan, aku merasa ada yang kurang. Aku merasa aku tak menjalani kehidupan seperti yang seharusnya kulakukan. Ada hal yang menarikku untuk kembali melihat dalam hatiku apa yang sebenarnya aku mau. Tak ada angin tak ada hujan, hanya panggilan dari lubuk hati terdalam, akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan pekerjaanku. Alhamdulillah aku mengenal cukup dekat ustadz di tempatku sering mengikuti kajian, beliau memiliki sebuah yayasan pendidikan. Berbekal keinginan kuat dan modal nekat untuk memulai hidup yang baru akhirnya kuberanikan untuk melamar menjadi guru. Meskipun tak punya latar pendidikan guru, setelah menjalani serangkaian tes dan usaha meyakinkan ketua yayasan bahwa aku benar – benar niat jadi guru akhirnya aku pun diterima menjadi guru SD di yayasan tersebut.
***
Hal yang paling menyenangkan dari menjadi guru adalah kau dituntut untuk banyak membaca dan belajar. Untungnya aku senang sekali membaca jadi hari ini kuputuskan untuk menuju ruang perpustakaan untuk meminjam buku. Seminggu sudah aku mengajar di sekolah ini, karena kesibukan aku belum sempat berkunjung ke perpustakaan. Karena ini hari Sabtu dan kebetulan sekolah hanya ada aktivitas ektrakulikuler saja jadi kurasa ini waktu yang tepat untuk memanjakan otak di ruang favoritku.
Sekolah tampak mulai sepi, tinggal beberapa anak saja yang masih bermain sambil menunggu jemputan. Aku segera menuju ruang perpustakaan yang berada di gedung paling barat dari sekolah ini. Saat aku masuk tidak tampak penjaga perpustakaan di sana,tapi coba tebak apa yaang kulihat! Aku melihat banyak buku paket pelajaran yang ditumpuk di atas lantai dan seorang anak laki – laki berdiri di atasnya! Iya, anak itu berdiri menginjak tumpukan buku dan lebih parahnya kini dia mulai berlompatan di atas buku – buku itu!