When Cammelia Bloom

Chacha
Chapter #30

Negotiation

“In a world of boys, he’s a gentleman

Get love-struk, went straight to my head

Got lovesick all over my bed

Love to think you’ll never forget. We’ll pay the price, I guess”

-“Slut!”, Taylor Swift

 

“Pah, nanti tolong ambilin piring pesanan Mama ya, ajak Harry juga,” ujar Rea sambil mencoba memasang anting-antingnya di hadapan cermin.

“Mah?”, rengek Harry sambil mendongakkan kepalanya ke arah Mamanya yang sedang berada di dekat meja makan tempatnya duduk. Rea jelas tahu betapa enggannya Harry untuk pergi berdua dengan Suaminya. Namun, bagaimanapun juga Nick adalah Papanya dan Harry harus menurunkan egonya. 

Please?” Rea memlemparkan senyum penuh harap pada Harry.  

 “Kenapa nggak nanti aja kamu ambilnya setelah pulang acara kumpul-kumpul klub bukumu selesai?” ujar Nick seraya meneguk kopi yang dibuatkan oleh istrinya di meja makan.

“Tolonglah Nick, aku nggak sabar pengen lihat piring-piring itu saat pulang nanti.”

“Itu kan cuma piring, Ma.” Harry merasa heran, mengapa Mamanya menjadi terobsesi dengan piring-piring itu.

“Engga, itu bukan sekedar piring. Itu piring mahal dengan motif yang unik.”

“Tapi gunanya tetap untuk makan kan, Ma?”

“Ayolah.” Rea melemparkan tatapan maut yang tidak bisa ditolah oleh Suami dan Anaknya.

“Okay, kita ambilin.” Nick pasrah melihat tatapan Istrinya itu, lalu menyetujui permintaan Istrinya.

Good. Tapi awas ya, Papah sama Harry harus hati-hati bawa piringnya, jangan sampe pecah!”

“Kamu bawel banget sih Re.”

“Bukan bawel, aku tau kalian itu menganggap remeh piring-piring itu,” ucap Rea sambil berjalan menghampiri sang Suami, lalu mengecup pipinya.

“Mama berangkat ya. Bye, love.” Lalu beranjak ke arah Harry dan mengecup pucuk kepalanya.

“Awas, hati-hati ya bawa piring-piringnya. Jangan sampai pecah!!” Rea setengah berteriak sambil berjalan menuju Car Port, menjauhi ruang makan, meninggalkan Suami dan Anaknya berdua di meja makan.

Sesuai dengan apa yang diperintahkan Rea, Harry dan Papanya segera bergegas untuk mengambil pesanan piring keramik milik Rea di toko Furniture yang berjarak setengah jam dari rumahnya. Hal yang cukup mudah untuk dilakukan, namun sangat sulit bagi Harry. Selama ini, jika bukan karena Mamanya mungkin Harry akan terus bertengkar dengan Papanya. Harry merasa, walau hanya dengan melihat Papanya berdiam diri saja sudah berhasil memprovokasi dirinya. Apalagi sekarang? Ia harus terjebak di dalam mobil yang sama, berdua saja selama beberapa jam ke depan.

***

Setelah mengangkat panggil telepon dari Boy yang mengatakan kalau dirinya dan Summer sedang berada di rumah Cammelia, justru malah membuat Harry semakin menyesali keputusannya untuk menjemput piring-piring mahal milik Mamanya itu bersama Papa. Harry bersumpah, mengambil piring bersama Papanya berada di daftar terakhir kegiatan yang ingin dilakukan seumur hidupnya. Tidak ada hal yang menarik jika menghabiskan kegiatan berdua saja bersama Papanya, selain pertengkaran. Karena pada akhirnya, semua yang mereka lakukan bersama tanpa kehadiran Rea, selalu berujung pada perdebatan. 

Sambil memperhatikan petugas toko yang sedang menyusun piring-piring itu dengan rapih dan aman membuat pikiran Harry melayang, meninggalkan tempat dimana raganya berada. Di rumah Cammelia bersama Boy dan tentu saja Cammelia adalah keinginannya saat ini. Namun setelah dipikir-pikir lagi, perkataan Boy di telepon1 ada benarnya juga. Dengan posisinya saat ini yang sedang menghindari Cammelia setelah kejadian kemarin lusa, justru membuatnya mustahil untuk berada di tempat yang sama dengan Cammelia tanpa menimbulkan kehebohan.

Harry melihat Papanya memberikan Tips yang cukup besar untuk petugas toko yang sejak tadi membantu mereka menyusun piring-piring pesanan Mamanya ke dalam mobil. Itu adalah satu-satunya hal yang sangat Harry kagumi dari Papanya. Ia kagum dengan Papanya yang selalu membagi sedikit rezekinya untuk siapa pun, tanpa terkecuali. Harry teringat kejadian beberapa tahun silam yang sangat membekas di kepalanya, saat mereka sekeluarga pulang kampung ke rumah Kakek-Neneknya dari Mama. Sesampainya di Bandara saat itu, Nick sangat sibuk untuk menukarkan uang ke pecahan yang lebih kecil di sebuah Money Changer yang terdapat di terminal kedatangan.

“Bukankah lebih mudah kalau uangnya nggak ditukar ke pecahan yang kecil?” tanya Harry kecil dengan heran.

“Di sini akan banyak orang yang membutuhkan, di setiap lampu merah akan ada orang-orang yang bernyanyi dan Papa akan memberikan uang dengan pecahan 5.000 rupiah ini untuk mereka,” jelas Nick sambil menunjukkan uang pecahan 5.000 Rupiah di tangannya bergambar pahlawan Tuanku Imam Bonjol.

Lihat selengkapnya