“The rest of the world was black and white
But we were in screaming color and I remember thinking
Are we out of the woods yet?
Are we in the clear yet?”
-Out of The Woods, Taylor Swift
Dengan hati yang berat, Harry membiarkan Boy untuk mengubah penampilannya sesuka hati. Ia percaya bahwa Boy akan berhasil membuatnya tidak dikenali oleh siapa pun, termasuk Cammelia. Masalah yang membuat misi ini begitu sulit ialah, selain Cammelia yang mengetahui Harry dengan baik, ada Summer gadis yang baru dikenal Harry namun seorang pengamat yang handal.
Harry berkaca di cermin besar yang ada di hadapannya. Bola matanya hampir copot saat Ia terbelalak melihat penampilannya saat ini. Boy benar-benar cemerlang, bahkan Harry tidak dapat mengenali dirinya sendiri. Mereka menghabiskan waktu 1 jam untuk mencatok dan mengubah rambut Harry yang lurus menjadi keriting ikal. Selagi Boy menunggu Harry di salon, Ia berkeliling mencari berbagai macam aksesori yang cocok untuk menunjang peran Harry, agar Harry tidak dikenali oleh Cammelia maupun Summer.
Ide jahil nan jahat terbesit begitu saja di benak Boy untuk mengubah tampilan Harry menjadi sosok laki-laki yang norak dan memiliki selera Fashion buruk. Toh selama ini Harry selalu saja membuat Boy terlibat banyak masalah, ini akan menjadi sebuah balas dendam kecilnya sebelum Ia pindah ke Indonesia.
***
Kini Harry berubah menjadi sesosok laki-laki dengan rambut ikal menggunakan kaus putih bertuliskan ‘I LOVE NEW YORK’ dan celana cino bewarna cream. Boy mengganti sepatu mahal Harry dengan sandal jepit bewarna cerah dan memberikan beberapa sentuhan akhir pada wajahnya. Boy memberikan kacamata bulat dan kawat gigi palsu yang bisa dilepas-pasang.
“Wah, lo yang bener aja Boy?" Harry bahkan menjadi kesusahan untuk berbicara karena kawat gigi yang Ia kenakan.
“Gue yakin Cammelia nggak akan ngenalin lo.”
“Tapi gue jadi jelek banget,” sanggah Harry, tidak terima dengan Make Over kejam yang dilakukan oleh Boy.
“Kali-kali lo jadi jelek, nggak bosan apa ganteng terus?” timpal Boy.
“Cuma nggak gini juga, ini mah lo nyiksa gue namanya.” Kawat gigi palsu yang dikenakan Harry hampir saja copot dan mencuat keluar dari mulutnya ketika Ia berbicara pada Boy.
“Udah percaya sama gue. Sekarang kita harus bikin Background Story dulu buat lo. Jadi sekarang nama lo Daniel, lo habis liburan dari New York minggu lalu, dan baru sampai di Los Angeles tadi malam.”
“Makanya baju gue ‘I LOVE NEW YORK’?” sarkas Harry dengan sebal memandang kaus putih dengan tulisan bewarna merah yang dikenakannya.
“Iya. Gila bagus kan tuh baju?”
“Awas ya lo, Boy!!” ancam Harry sambil menunjuk ke arah wajah Boy yang sedang memamerkan senyuman kemenangan.
“Terus kalau ditanya, gue ini siapa lo, gimana?” sambung Harry.
“Lo itu tetangga gue pas tinggal di Bandung. Ero bakal curiga karena kita sama-sama tinggal di Bandung, tapi tenang aja karena dia nggak pernah datang ke rumah gue.”
“Okay kalau gitu.”
“Lo siap?” Boy bertanya pada Harry untuk memastikan kesiapannya sekali lagi.
“Iya, gue siap.” Harry menganggukan kepalanya tanda setuju, namun terdengar napas yang memberat dan mukanya yang cukup tegang menandakan bahwa sebenarnya Ia tidak benar-benar siap.
“Eh Boy tunggu, gue harus gimana ngomongnya? Gue kan nggak bisa bahasa Sunda.” Harry menghentikan Boy yang hendak membuka pintu mobil.
“Harry, just act normal. Orang Bandung juga ngomongnya sama, udah banyak juga yang campur-campur pakai bahasa Inggris. Jadi, nggak perlu dibuat-buat, natural aja.”
"Ohhhh, okay!" Harry mengangguk paham seraya mendengarkan penjelasan Boy.