Terlambat pulang dengan alasan mengerjakan tugas kelompok di rumah teman. Walau pernah memberi alasan itu ketika tidak langsung pulang ke rumah setelah selesai sekolah, Ilham justru tidak percaya saat adiknya memberi alasan yang sama.
Menolak dijemput dari sekolah seperti biasanya. Setuju dijemput di rumah teman yang menjadi tempat melakukan kerja kelompok, tapi mendadak malah pulang sendiri menggunakan ojek online.
Curiga. Menduga sang adik bernama Amel sedang dekat dengan seorang cowok atau malah diam-diam sudah memiliki pacar. Itu yang Ilham rasakan sejak kemarin.
Sebagai kakak dari seorang adik perempuan, Ilham merasa punya tanggung jawab untuk menjaga dan juga melindungi atas inisiatif sendiri tanpa peduli sikap berlebihannya kadang mendapat prores dari orang tua sekalipun.
Tidak salah kan memiliki rasa sayang yang sedikit berlebih? Nyatanya perempuan memang punya banyak hal yang perlu dikhawatirkan. Ilham yang sudah sangat mengetahui hal itu jadi mulai terlalu peduli pada Amel.
Dan lagi jika memang mau melakukan kerja kelompok bisa dilakukan di rumah sendiri, tidak menjadi kewajiban bagi Amel untuk pergi ke rumah teman.
Memang rumah mereka tidak besar, cukup terlihat perbedaannya dengan rumah teman Amel yang sudah Ilham datangi sekarang. Tapi minimal tidak menjadi beban pikiran karena dilanda rasa khawatir.
“Temannya benar-benar cewek kan ya?” gumam Ilham yang tidak suka ada cowok anak orang kaya yang sedang mendekati adiknya.
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini memang Amel tidak pernah berbohong setelah Ilham mulai protektif. Tapi Ilham tidak dapat menahan diri untuk berburuk sangka gara-gara kemarin Amel pulang sendiri padahal sudah setuju mau dijemput.
"Ilham? Lagi ngapain di sini?”
Pandangan Ilham yang semula sedang memelototi rumah beralih ke arah pagar yang mendadak dibuka oleh perempuan yang dikenalnya, “Ana?”
Ana yang sudah menunjukkan ekspresi kebingungan tambah merasa bingung karena Ilham tidak menjawab pertanyaannya.
“Ah, gue mau jemput adik yang lagi kerja kelompok. Ini rumah lo?” setelah rasa terkejutnya sedikit menghilang, Ilham bertanya sambil menunjuk rumah yang baru saja pagarnya dibuka Ana.
Mendapat jawaban berupa anggukan membuat Ilham mengulang memperhatikan rumah dengan seksama. Mau dilihat berapa kali pun, rumah tingkat dua ini memang masuk kategori mewah. Memiliki luas lebih dari 400 meter, punya desain modern khas rumah yang berharga lebih dari satu milyar karena juga berada di daerah Jakarta Selatan yang pintu kompleknya sampai dijaga oleh satpam.
“Um, gue nggak tahu kalau adik kita ternyata seumuran.”
Netra Ilham berhenti memperhatikan rumah dan kembali melihat Ana yang sedang menunjukkan senyum canggung, “Gue juga nggak nyangka malah bisa ketemu lo gini. Ngomong-ngomong, apa mereka masih lama?”
Ana menengok ke belakang sejenak seolah ingin memastikan, “Tadi sih mereka kelihatan udah nggak ngerjain apa-apa dan lagi ngobrol.”
Berarti Ilham tidak datang terlalu cepat setelah Amel mau share lokasi, “Mereka semua cewek kan ya?”
“Iya, semua teman adikku cewek.”
Secara refleks Ilham menghela napas lega kemudian beristigfar telah berburuk sangka pada adik sendiri.
“Khawatir ya?” tanya Ana yang tak dapat menahan tawa gelinya.
Ilham mengangguk tanpa ragu, “Sangat. Gue dari kemarin nggak tenang dan kepikiran kalau salah satu teman sekelompok adik gue ada yang cowok atau mungkin teman adik gue punya kakak cowok.”
“Lebay bangat sih, Il. Apa salahnya coba kalau salah satu teman adik lo punya kakak cowok?”