When I Fall in Love

Fani Fujisaki
Chapter #8

8. Khawatir

Sebelum begitu mengenal Ana, Ilham hanya menganggap Ana sebagai cewek tomboy yang mandiri, tapi kini pendapatnya berubah. Di mata Ilham, Ana sekarang sudah menjadi tipe orang yang susah minta tolong meski sedang membutuhkan bantuan. 

Terbilang aneh memang setelah mengetahui Ana sebisa mungkin ingin melakukan apapun tanpa mencoba meminta pertolongan orang lain. Meski merasa aneh, Ilham tidak bisa memprotes sifat seseorang, semua orang pasti memiliki kelebihan atau kekurangan yang tidak mudah diubah.

Hanya saja ada yang mengusik Ilham saat ingin pulang sekolah. Dia melihat Ana yang sedang berdiri di luar pagar sekolah, gadis itu terlihat panik sambil memegangi ponselnya.

Jarang sekali melihat wajah Ana menunjukkan ekspresi panik. Oke, ini pertama kalinya Ilham melihat gadis itu memberikan gelagat yang seolah sedang gelisah.

"Lo kenapa, Il?"

Terlalu fokus melihat Ana membuat Ilham lupa dengan keberadaan Reno yang sejak tadi keluar dari kelas bersamaan dengannya sampai kini mereka berada di tepat parkir, "Ren, lo pulang duluan aja deh."

Reno mengernyit bingung, "Emang kenapa? Lo masih ada keperluan lain? Atau ada yang ketinggalan?"

"Nggak, gue cuma mau ngomong dulu sama Ana. Udah sana lo duluan."

Reno ikut melihat ke arah Ana yang berdiri di luar pagar sekolah, "Oh, ada Ana? Ya udah sana samperin dia sebelum direbut cowok lain."

Ilham memberikan lirikan jengkel, kok ucapan Reno terdengar sangat menyebalkan ya? "Apa sih lo? Dia kayaknya butuh bantuan, gue cuma mau tolongin doang."

Reno mengangkat bahunya dengan cuek, "Iya, iya, gue duluan ya!" seolah tidak peduli dengan yang Ilham katakan, Reno memberi isyarat tangan mengusir.

Ilham menahan diri agar tidak mengumpat secara langsung karena masih ingat dosa. Tanpa mau peduli pada Reno lagi, Ilham berjalan mendekati Ana, "Lo belum pulang, An?"

Ana yang sedari tadi fokus menatap ponsel terlihat terkejut dengan keberadaan Ilham yang sudah berada di sampingnya, "Eh, iya, belum. Gue nunggu dijemput."

Biasanya Ana pulang bareng Nadia menggunakan angkot atau pulang sendiri pakai ojek online. Dan kalau sekedar menunggu dijemput, seharusnya tidak sampai gelisah segala. Pasti ada sesuatu ya? "Mau gue anter? Kayaknya lo lagi ada keperluan ya?"

"Nggak perlu, Il, gue nunggu dijemput aja. Lagian kejauhan kalau lo harus nganter ke rumah sakit segala."

"Rumah sakit?"

Ana mengangguk pelan, pandangannya sesekali menatap ke jalan raya seolah berharap yang ditunggu cepat datang, "Ibuku baru aja masuk rumah sakit, katanya kena demam berdarah. Sepupuku lagi ngurus keperluannya dulu baru bisa jemput ke sini."

Dugaan Ilham ternyata tepat ya? Siapa pun pasti gelisah mendengar orang tua masuk rumah sakit untuk dirawat, "Udah nggak apa-apa, biar gue anterin. Lo pasti semakin cemas jika kelamaan nunggu di sini."

Ana menggeleng, "Makasih tawarannya, Il, tapi nggak usah repot-repot. Gue nggak masalah kok nunggu di sini."

Mana tega Ilham pergi begitu saja melihat Ana sekarang memasang ekspresi seperti ingin menangis, "An, wajah lo udah pucat loh, gue nggak mungkin ninggalin lo dalam keadaan kayak gini. Biarkan gue nganter lo ya?"

Kepala Ana tertunduk, menyembunyikan ekspresi wajahnya agar tidak dapat dilihat dengan jelas, "Tolong ya, Il."

Mendengar suara parau yang dikatakan dengan suara kecil itu, Ilham langsung menarik pergelangan tangan Ana agar mengikutinya ke parkiran motor, "Rumah sakit mana?"

Setelah Ilham naik ke atas motor, Ana ikut naik ke boncengannya, "Prikasih."

Tidak terlalu jauh dari sekolah, tapi di sana daerah macet, sampainya pasti lama. Ilham mencoba mengolah informasi sambil berpikir mungkin dia bisa melewati jalan tikus untuk menghindari kemacetan, "Lo pegangan aja An biar aman."

Ana melingkarkan kedua tangannya di pinggang Ilham, mengambil posisi memeluk dari belakang.

Ilham yang baru memegang kunci untuk bisa menyalakan motornya langsung tertegun, dengan gerakan lambat dia melihat ke arah pinggang. Ana memeluknya. 

Selain dengan Amel atau ibu sendiri, belum pernah Ilham dipeluk perempuan seerat ini. Tapi mengerti Ana mungkin sedang membutuhkan semacam ketenangan, Ilham tidak protes, "Pegangan yang kuat ya, An, gue bakal sedikit ngebut."

Lihat selengkapnya