When I Fall in Love

Fani Fujisaki
Chapter #9

9. Rasa

Orang lain boleh saja memberi penilaian alim atau apapun yang mereka mau pada Ilham, tapi Ilham tetaplah remaja normal yang bisa berbuat jahil, nakal, iseng, dan sebagainya. Hanya saja selama ini Ilham cukup bisa menahan diri agar tidak melakukan sesuatu di luar batas yang dibuatnya sendiri.

Jadi sedikit membingungkan mendadak Ilham merasa ingin mengembalikan semua sifat lamanya untuk satu orang saja. Dia ingin menarik perhatian Ana agar tidak menunjukkan wajah sedih terus-terusan.

Apa Ilham harus menggenggam tangannya? Mengelus kepalanya? Atau mengatakan kalimat menghibur?

"Lo nggak pulang, Il?"

Ilham tidak mungkin pulang dan membiarkan Ana sendirian, apalagi pancaran mata gadis ini masih menunjukkan kesedihan, "Gue nunggu Ashar dulu baru pulang."

"Lo nggak usah nungguin, Il, kayaknya gue bakal nginep."

Walau niatnya sudah diketahui, Ilham tetap ingin menemani Ana sedikit lebih lama lagi, "Nggak apa, An, gue emang mau nunggu Ashar dulu kok."

Ana menengok untuk menatap wajah Ilham yang sedikit berjalan di belakangnya, "Sekali lagi makasih ya tadi udah mau nganter gue."

"Lain kali jika butuh bantuan, lo harus minta tolong. Orang lain tuh nggak tahu lo punya masalah kalau nggak benar-benar memperhatikan lo."

Langkah Ana berhenti mendadak, Ilham yang sedari tadi cuma mengikuti juga berhenti berjalan dengan heran. Apa dia telah mengatakan sesuatu yang aneh?

Saat Ana tiba-tiba mencubit pipi sendiri, Ilham tak bisa menahan tawanya, "Lo ngapain sih, An?"

Ana mengusap pipinya sejenak kemudian kembali meneruskan langkahnya lagi, "Nggak apa kok. Ya udah kita balik ke kamar lagi aja yuk!”

Ilham mengikuti langkah Ana sambil memperhatikan wajahnya dengan seksama. Senyum yang sedang terukir di wajah Ana memang lebih enak dipandang dibanding ekspresi murungnya.

Lagi-lagi tangan Ilham tergerak untuk menyelipkan rambut Ana ke belakang telinga agar dia bisa menatap wajah gadis ini dengan jauh lebih jelas.

Ana kembali menatap Ilham sambil menaikkan salah satu alisnya dengan heran, "Kenapa?"

Daripada menarik tangannya menjauh seperti tadi, kali ini Ilham dengan sengaja menyisir helai rambut panjang milik Ana menggunakan jemarinya. Terasa begitu halus seperti benang-benang sutra, "Rambut Ana mirip kayak yang di iklan sampo. Hitam, lurus, dan halus."

Ana memindahkan rambutnya ke sisi yang berlawanan dari posisi Ilham berada agar tidak disentuh lagi, "Apa sih? Gue nggak pernah perawatan tahu, nggak usah sok muji deh."

Lihat selengkapnya