Menyadari sudah merasa tertarik pada lawan jenis ternyata bisa menjadi bumerang untuk diri sendiri, begitulah menurut Ilham.
Hanya karena menyadari telah jatuh cinta pada Ana, Ilham sekarang bingung bagaimana cara memperlakukan cewek itu.
Ini memang pengalaman pertama Ilham suka pada seseorang, wajar kan dia sampai kebingungan?
Entah kenapa Ilham mendadak lupa seperti apa cara yang telah beberapa hari kemarin dia pakai melihat sedang mengobrol dengan Ana.
Bagaimana cara mencari topik pembicaraan yang dapat membuat mereka mengobrol? Ilham melipat kedua lengannya sambil terus memandangi wajah Ana yang sedang berdiri di depannya.
"Jangan ngeliatin aja, Il. Gue udah benar belum melakukannya?"
Fokus mata Ilham yang sedari tadi sibuk menatap wajah Ana berpaling untuk melihat yang sedang dilakukan gadis ini, memasak.
Karena merupakan murid SMK jurusan perhotelan, ada beberapa jenis pelajaran memasak yang rutin dilakukan. Tapi yang menjadi tidak biasa saat ini adalah sistem pengajaran yang diminta oleh guru.
Siswa yang sudah jago disuruh mengajari siswa yang masih sering melakukan kesalahan.
Ilham ditempatkan sebagai kategori jago, sedangkan Ana tidak. Posisi mereka tak terbalik kok. Ilham jago karena sering membantu ibunya yang punya usaha berjualan berbagai macam jenis kue, sedangkan Ana yang tomboy jelas jarang menginjakkan kaki di dapur dalam rangka untuk memasak.
Jadi beginilah sekarang, Ilham harus mengawasi Ana yang sedang memasak capcai, "Nggak ada kesalahan yang Ana lakukan kok."
"Beneran?"
Sejauh ini tidak ada yang salah dari cara Ana memasak. Dari mulai menyalakan kompor sampai memasukkan bahan masakan satu per satu benar semua. Melihat kemampuan memasak Ana yang normal, Ilham merasa tidak diperlukan di sini, "Selama lo cobain masakan yang dibuat dan yakin rasanya enak, gue pikir nggak ada yang salah kok."
Ana mencoba capcai yang sedang dibuatnya. Setiap menambah bumbu pasti langsung dicoba, tindakan yang dilakukan ini membuat Ana terlihat tidak yakin dengan apa yang sedang dibuat.
Sadar dengan tindakan yang dilakukan secara berulang, Ilham mendadak curiga lidah Ana bermasalah, atau jangan-jangan gadis ini buta rasa? "Gimana? Udah benar kan rasanya?"
"Gue nggak yakin."
Bingung dengan jawaban yang diberikan, Ilham mencoba sendiri capcai itu setelah mengambil sendok yang menganggur, "Udah bener kok ini.”
Ana tersenyum senang, "Serius rasanya udah enak? Berarti tinggal tunggu matang aja kan?"
Ilham mengangguk, "Kok lo tadi nggak yakin? Emang ada masalah dengan lidah lo?"
"Gue nggak suka makan capcai, jadi nggak tahu rasa yang benar tuh kayak gimana."
Melihat Ana kembali berkonsentrasi dengan masakannya, Ilham memutuskan untuk tidak berkomentar dan kembali memperhatikan dalam diam.
Ana itu unik. Tidak pandai dalam urusan dapur, tapi memilih jurusan perhotelan yang ada pelajaran memasaknya. Apa Ana punya alasan khusus ya? Kok Ilham mendadak penasaran?
"Kalau gue melakukan kesalahan bilang, Il. Jangan dilihat doang," menyadari kedua netra Ilham terus tertuju padanya, Ana lama-lama merasa risi juga.
Tapi Ilham tetap asyik memperhatikan Ana seolah lupa di ruang praktik memasak ada siswa-siswi lain dan juga seorang guru.
"Gimana? Udah benar kan?" setelah capcai yang dimasaknya selesai dan sudah diangkat ke piring dengan rapi, Ana baru balik menatap Ilham untuk bertanya.
Mau tidak mau Ilham mengalihkan pandangan ke capcai buatan Ana, "Udah rapi kok, gue rasa nggak ada masalah. Tinggal tunggu penilaian guru aja."