Kelas perhotelan tahu Reno terkadang punya ide yang sangat tidak biasa, cowok ini bahkan berhasil mendapat izin dari guru untuk melakukan uji nyali di sekolah. Tapi yang lebih anehnya, mereka mau saja menyetujui ide yang Reno berikan dengan datang lagi ke sekolah pada jam tujuh malam.
Reno tersenyum puas, "Oke, untuk merayakan nyokapnya Ana yang udah keluar dari rumah sakit, kita kembali melakukan uji nyali~"
Semua yang ikut uji nyali tahu nama Ana dibawa-bawa saja untuk dijadikan alasan, padahal pencetus ide tetaplah Reno.
"Karena yang ikut orangnya sama kayak sebelumnya, kita pakai peraturan yang sama ya?"
"Iya," mereka semua menjawab dengan nada malas-malasan.
"Jadi yang merasa pacaran silahkan berbaris duluan, dan yang jomblo ayo kita lakukan undian lagi."
Ucapan yang sama persis seperti uji nyali sebelumnya ini membuat Ilham enggan. Memang pengundian ini sudah pernah memasangkan Ilham dengan Ana, tapi jika sekarang pasangannya perempuan lain, Ilham mendadak menyesal telah datang lagi ke sekolah.
Meski tahu ada syarat berpacaran dulu untuk langsung menjadi pasangan uji nyali, tapi dengan cuek Ilham mengangkat tangan kanannya untuk mengajukan permintaan, "Boleh gue berpasangan dengan Ana aja?"
Semua mata tertuju padanya, menatap dengan bingung dan juga heran. Tatapan yang seolah mengatakan, 'jadi kalian udah jadian?'
"Gue sebelumnya kan berpasangan sama Ana juga, lebih praktis kalau gue berpasangan sama dia lagi kan?"
Reno mengacungkan ibu jarinya seolah ingin memberi dukungan, "Oke, kalian bisa bersama."
Ilham berjalan ke arah beberapa pasangan yang sudah duluan berbaris, Ana mengikutinya dengan bingung, "Lo mau berpasangan sama gue lagi, Il?"
Setelah berbaris, Ilham menatap Ana, "Lo nggak mau?"
"Mau sih, tapi gue nggak nyangka lo ternyata nggak mempermasalahkan gue yang sebelumnya sampai narik-narik baju lo."
Lebih spesifiknya yang ditarik Ana adalah kemeja, dan kini tidak ada kemeja yang membalut tubuh Ilham. Sebuah jaket putih lah yang sedang melekat di atas kaus hitam yang dikenakannya, "Gue males kalau sampai dapat pasangan yang beda."
"Berarti lo harus ikhlas ya kalau gue nanti tarik-tarik jaket lo lagi?"
Ilham tertawa, selama bisa menghabiskan waktu berduaan dengan Ana, dia sangat ikhlas mau diapakan saja oleh gadis ini, "Ditarik sampai lepas juga nggak masalah kok."
Ana cemberut sesaat kemudian menyalakan fungsi senter di ponselnya, "Udah sekarang giliran kita."
Setelah dua pasangan lain sudah pergi duluan, mereka pun mulai menaiki anak tangga dengan perlahan sampai akhirnya berada di lantai dua yang berisi kelas-kelas yang kosong dan gelap.
Tidak seperti sebelumnya saat mereka belum terlalu dekat, kali ini Ilham rasanya ingin membahas hal tidak penting sekalipun, "Anak kelas sepuluh kayaknya nggak melakukan shift piket ya?"
Senter ponsel yang dipegang Ana mengarah ke dalam kelas, white bord di sana masih berisi tulisan yang merupakan materi pelajaran, "Kayaknya mereka cuma melakukan piket pagi aja."
Ilham menghentikan langkahnya kemudian menengok ke belakang, entah kenapa dia merasa seperti sedang diikuti, tapi tidak ada apapun di belakang mereka.
Ana ikut berhenti kemudian menyenter bagian belakang, "Ada apa?"