Ana sangat tahu dan selalu meyakini kalau Ilham tidak mudah dekat dengan perempuan. Baginya, mereka berdua bisa dekat merupakan sebuah keajaiban.
Dan tadi apa katanya? Ilham mau mengantar pulang? Padahal kan di uji nyali sebelumnya, Ana pulang bersama Nadia. Lalu kenapa sekarang Ilham malah mau mengantarnya pulang?
Sebelum sempat ingin menolak, Ilham sudah dulu bicara, "Gue mau nganter lo sampai rumah, dan nggak ada penolakan."
Kok maksa? Rasanya bukan Ilham sekali sampai bertindak egois begini, "Gue nggak tega biarin Nadia pulang sendiri."
Ilham menatap ke arah Nadia yang berdiri di dekatnya, gadis itu sedang mengobrol bersama Arib, "Arib mau pulang bareng Nadia?"
Dua orang itu menatap Ilham, kemudian Arib tersenyum puas, "Ide bugus. Mau, Nad?"
Nadia terlihat kebingungan dengan keputusan mendadak yang diambil oleh dua cowok ini,"Nggak masalah sih, tapi Ana gimana? Masa pulang sendirian?"
"Gue yang anter Ana."
Nadia tersenyum, senyum untuk menggoda Ana persis seperti yang tadi ditunjukkan oleh Rahma, "Oke, tolong anter Ana ya, Il!"
Ana memutar bola matanya dengan jengkel, apa-apaan sih teman-temannya ini? Apa menyenangkan menggodanya terus? Kan tidak enak jika sampai membuat Ilham merasa terganggu.
"Ayo, An!" tapi dengan santai Ilham berjalan mendekati motornya yang terparkir di parkiran sekolah, sama sekali tidak memedulikan respon yang diberikan Nadia.
Merasa tidak punya pilihan lain, Ana memilih mengikuti Ilham. Lagian tidak ada salahnya diantar pulang oleh Ilham. Selain bisa sampai rumah lebih cepat, cowok ini juga sudah mengetahui letak pasti rumahnya tanpa perlu diarah-arahkan lagi.
Melihat Ilham yang tiba-tiba melepas jaket yang sedang dipakai, Ana terkejut, "Ke–"
Ilham memakaikan jaket putih itu kepadanya, "Lo aja yang pakai, angin malam nggak bagus buat tubuh."
Ana tercengang, "Tapi Ilham yang mengendarai motor bisa kena angin lebih banyak, lo aja yang pakai."
"Gue cowok, nggak masalah kok. Lagian hari ini lo nggak pakai jaket kayak sebelumnya, gue nggak mau lo sampai sakit."
Ugh... kenapa lagi-lagi Ilham begitu perhatian sih? Kenapa juga Ilham sadar kali ini dia tidak memakai jaket? Dan apa pula arti senyuman itu? Tidak tahu kah cowok ini jika Ana sekarang merasa gugup? "Iya, gue pakai. Ya udah ayo! Gue nggak mau pulang kemalaman."
Saat Ilham naik ke atas motor, Ana naik ke boncengannya, "Pegangan ya, An."
Ana mengerjap, saat terakhir kali Ilham mengatakan kalimat ini, berakhir dengan dia yang justru memeluk erat tubuh Ilham. Tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, Ana memegang kaus berwarna hitam yang dipakai Ilham, "Udah."
Dan Ilham mulai menjalankan motornya keluar dari pagar sekolah menuju jalan raya.
Seperti yang dikatakan Ilham, angin malam memang sangat terasa dingin. Padahal Ana sudah memakai jaket, dan dia duduk di belakang Ilham. Tapi tetap saja dia masih dapat merasakan angin yang berembus menerpa tubuhnya.
Pasti Ilham sekarang merasa jauh lebih kedinginan ya? Walau Ilham cowok, tetap saja bisa merasa kedinginan kan saat terkena udara dingin?
Ana menghela napas, dia tidak boleh lupa mengucapkan terima kasih setelah sampai rumah nanti.
"An, jangan bernafas dekat tengkuk gue. Geli."
"Eh, maaf, gue nggak tahu," Ana menambahkan jarak kepalanya agar tidak terlalu dekat dengan kepala Ilham.