Sebagai siswa yang dikenal banyak orang di sekolah, ada saja orang yang tidak Ilham kenal menegur dengan memanggil namanya.
Selain memiliki tugas rutin sebagai pembaca doa disetiap upacara bendera, Ilham juga membantu sang ibu menjual kue jenis apapun yang bisa dibeli memakai sistem pre-order. Wajar kakak kelas, siswa seangkatan, sampai adik kelas tahu tentang Ilham sampai tidak ragu ingin memanggil atau mengajak bicara.
Berhubung hal ini terjadi hanya di lingkungan sekolah, Ilham tidak terlalu peduli.
Lagian meski kata Reno dan Refan ada beberapa siswi yang sengaja menonton latihan upacara karena ada Ilham, atau ada yang meminta nomor Ilham dengan dalih ingin memesan kue, belum ada yang mencoba mendekati sampai membuat risi dan jengkel.
Selama semua berjalan tanpa gangguan berarti, Ilham mau-mau saja meladeni pemesanan kue dari siapa pun dan juga tetap mau mengajukan diri sebagai pembaca doa tanpa disuruh atau diminta.
Saat melihat ada sebuah bola basket menggelinding mendekati kakinya, Ilham secara spontan menghentikan pemikirannya yang sedang berjalan di koridor sekolah. Dengan bingung dia menengok ke arah lapangan, ada anak ekskul basket yang sedang latihan.
"Il, tolong lemparkan bolanya ke sini dong!"
Melihat seorang teman sekelas melambaikan tangan kanan ke arahnya, Ilham melemparkan bola basket yang tadi sudah dipungutnya.
Salah satu dari mereka menangkap bola itu, "Mau ikutan main nggak, Il? Lo pasti bosen ngurusin persiapan upacara."
Meski sebenarnya tidak wajib hadir saat latihan, Ilham tetap ikut walau yang dilakukan cuma bertanya 'ingin membacakan doa tentang apa Senin besok?' kemudian setelahnya tinggal mencari bahasa Arab yang sesuai dengan tema yang diminta.
Sangat sepele memang, tapi ada tanggung jawabnya. Dan lagi tidak mungkin bosan mendapat tugas seremeh ini, "Nggak usah, gue nggak bisa."
Seseorang dari mereka, sang kapten Arka Nugraha berjalan mendekat kemudian merangkul Ilham seolah sudah berteman akrab, "Udah coba aja dulu. Cuma dribble bola dan cobain nembak tree point doang, nggak ada salahnya kan? Anggap aja lagi pelajaran olahraga."
Itu memang terdengar seperti kalimat tanya, tapi Ilham sudah ditarik paksa sampai berada di tengah lapangan. Berada di sekitar anggota ekskul basket yang sejak tadi sudah berada di sini.
"Emang latihan upacaranya udah selesai, Il?"
Ilham menatap Arib, satu-satunya yang dia kenal karena merupakan teman sekelas, "Gue selesainya emang lebih cepat."
"Kalau gitu nggak masalah dong lo main dulu bareng kita?"
Berhubung sudah terlanjur berada di sini, sepertinya Ilham tidak memiliki pilihan lain, "Baiklah."
Setelah kembali memegang bola basket, Ilham mencoba melakukan dribble.
"Setelah selesai, nanti ikut kita yuk, Il. Nongkrong dulu sebelum pulang."
Harus ya pakai kata nongkrong saat ada pemilihan kata yang lebih bagus seperti kumpul bareng? Terkadang Ilham heran sendiri dengan gaya bahasa yang dipakai anak seumurannya, "Nggak bisa, gue harus langsung pulang."
"Sombong lo, Il. Sekali-kali main lah bareng kita."
"Gue disuruh langsung pulang ke rumah sama nyokap, gue nggak mau jadi anak durhaka."
"Yaelah, Il, cuma sekali ini doang. Nyokap lo juga nggak tahu kali."