Dengan memiliki pacar yang tomboy, tidak aneh jika Ilham ingin diistimewakan oleh Ana. Tapi Ilham tidak dapat melakukan hal yang sama sejak Hany kembali hadir dalam hidupnya.
Memang Ilham bisa langsung mengatakan dengan mudah yang ia sukai adalah Ana, tetapi ketika disuruh memilih antara Ana atau Hany untuk dipertahankan, Ilham tidak dapat menentukan pilihan.
Sebagai teman, Hany terlalu berharga untuk ditinggalkan. Dialah satu-satunya perempuan yang bahkan tidak mengatakan apapun dan tidak mengubah sikapnya walau masalah Yudha membuat Ilham ikut mendapat cibiran, ledekan, sampai dijauhi secara terang-terangan.
"Gue senang karena kita sekarang bisa balik kayak dulu lagi," jadi saat Hany sengaja datang ke mushola sekolah dan mulai melakukan interaksi duluan, kali ini secara normal dengan mengajak mengobrol, Ilham dapat bersikap lebih terbuka.
Tidak ragu Ilham berbuat jahil dengan mencubit pipi Hany yang masih chubby, dan juga menggodanya dengan mengatakan akan memberi kue lagi saat mendengar berat badan Hany naik. Hal yang justru tidak dapat dilakukan pada masa lalu.
Sejahil apapun Ilham saat SD, dia masih memiliki hati untuk tidak ikut melakukan body shaming pada gadis bertubuh gempal dan juga cengeng. Dan berhubung si gadis kecil itu telah bertransformasi menjadi remaja cantik, keinginan menjahili malah muncul.
Lagian jarang-jarang Ilham bisa bernostalgia bersama teman masa kecilnya begini tanpa memikirkan masalah Yudha. Hanya pada Alfi dan Hany saja Ilham bisa begini.
Walau agak mengherankan karena malah Hany yang menyukai Ilham, bukan kebalikannya.
"Gue bersyukur udah ada Ana di hati lo, Il. Walau lo mungkin nggak selamanya bersama dia, tapi ini udah cukup buat gue berpikir kalau kita ditaktirkan untuk nggak bisa bersama."
Dan lebih melegakan lagi mendengar Hany telah sadar tentang kenyataan tentang mereka tidak bisa bersama dalam urusan asmara.
Ilham mengelus kepala Hany untuk sedikit menghiburnya, "Gue mungkin nggak akan bisa jadi imam hidup lo. Tapi untuk sekarang, saat ini, jika lo datang ke sini, gue pasti jadi imam untuk lo kok."
Melihat air mata perlahan turun membasahi pipi Hany, Ilham panik, "Tu- tunggu, kenapa lo nangis? Gue salah apa emangnya? Jangan mendadak nangis dong."
Sampai detik ini Ilham belum pernah membuat perempuan menangis, kebingungan lah dia melihat Hany mendadak menangis gara-gara ucapannya.
Di mana salahnya memang dengan mengatakan tidak bisa menjadi suami Hany? Kan itu fakta. Ilham tahu bagaimana orang tua Hany marah sampai bicara langsung padanya agar tidak mendekati Hany lagi.
Itu mungkin salah satu momen terburuk dalam hidup Ilham. Tapi dia juga mengerti, tidak ada orang tua yang ingin anak gadisnya salah memilih teman.
Ilham mengelus punggung Hany yang sedang memeluk lengan tangan kirinya. Tiba-tiba terbesit di pikirannya bagaimana jadinya jika Ana sampai berada diposisi Hany? Apa yang harus dilakukan jika gadis yang disukainya itu sampai tidak boleh menjalin hubungan dengannya?
Mendadak dihujani pemikiran negatif dari dirinya sendiri, Ilham sadar mendapat izin berpacaran bukan hal mudah dengan adanya masalah Yudha. Bukti sudah jelas, Hany saja dilarang untuk sekedar berteman dengannya.
Padahal dari pengalaman yang sudah dialami Yudha, Ilham jadi sangat mengerti tentang resiko besar yang ditanggung gara-gara hamil di luar nikah.
Sudah mengecewakan orang tua, menghancurkan masa depan sendiri, menjadi bahan pembicaraan orang lain, mempermalukan diri sendiri, dan yang terburuknya ini bukan terjadi hanya pada diri sendiri, melainkan juga pada perempuan yang sudah dihamilinya.