Mendatangi rumah pacar memang bukan sesuatu yang aneh. Tapi karena baru beberapa hari pacaran sudah diajak datang ke rumah, rasanya terlalu cepat. Meski sadar akan hal itu, Ilham sekarang malah membawa Ana mendatangi rumahnya.
"Wah, ini pertama kalinya Ilham membawa perempuan ke rumah."
Begitu masuk langsung disambut oleh sang ibu, Ilham tegang. Entah kenapa dia mendadak ingat Yudha yang juga pernah mengajak pacar ke rumah dan malah memberi kabar yang menjadi sebuah masalah besar.
Padahal Ilham sendiri tahu tidak ada kesalahan yang dibuatnya sampai mengajak Ana datang ke rumah sekarang, atau jangan-jangan membawa perempuan ke rumah sudah menjadi kesalahan untuknya?
Ilham kan belum pernah mendapat izin secara langsung untuk memiliki pacar, tapi bukannya mengatakan sekarang sudah punya pacar, Ilham malah langsung mendatangkan pacar ke rumah.
"Salam kenal, Tante, namaku Ana."
"Boleh kan Ilham ajak teman main ke rumah?" setelah Ana mengenalkan dirinya sendiri, Ilham bertanya dengan gugup. Walau dia sengaja memilih kata 'teman', sang ibu pasti mengerti Ana bukan sekedar teman biasa.
"Tentu boleh, justru Ibu senang Ilham mau mengenalkan teman begini."
Melihat senyum lembut tergambar di wajah sang ibu, refleks Ilham menghela napas. Lega ternyata mendapat respon positif lebih dari yang diduga.
Padahal Ilham pikir tidak boleh berpacaran selama masa SMA karena adanya masalah Yudha, tapi dugaan itu salah begitu melihat ada ekspresi antusias yang ditunjukkan sang ibu saat menatap Ana.
Walau cukup lega, Ilham tetap harus mengatakan alasan kenapa mendadak mengajak Ana main ke rumah, "Apa kami boleh pinjam dapur, Bu? Ilham mau ajak Ana buat kue."
"Apa ada tugas dari sekolah?"
Diam. Ilham tidak langsung memberi jawaban begitu ingat untuk siapa kue diberikan. Nama Hany dilarang disebut agar tidak memicu suatu masalah, dengan terpaksa Ilham memilih sedikit berbohong, "Ilham ingin mengajarkan Ana aja kok."
"Boleh saja kok kalian memakai dapur, Ibu juga sedang tidak memiliki pesanan. Tapi Ilham ganti baju dulu ya? Kalau sampai kotor, nanti nodanya sulit dihilangkan."
Ilham mengangguk kemudian menatap Ana yang berdiri di sampingnya, lebih spesifik yang sedang dilihat adalah kemeja putih seragam yang digunakan. Ada resiko kotor juga walau nanti memakai apron, tapi menyuruh ganti baju terkesan sangat tidak masuk akal.
"Nanti Ilham pinjamkan sesuatu buat Ana. Ya udah Ilham masuk kamar dulu ya?"
Karena Ilham langsung berjalan ke arah salah satu pintu yang tertutup lalu masuk begitu saja, otomatis Ana yang ditinggal merasa semakin canggung.
Ini kan pertama kali baginya datang ke rumah cowok sendirian, sudah begitu berstatus pacar lagi. Apa coba yang harus Ana lakukan sekarang? Bicara duluan atau menunggu ibunya Ilham yang bicara?
"Tidak perlu gugup begitu, duduk aja dulu, Ilham tidak lama kok."
"Iya, Tante," Ana menurut dengan mendudukkan diri di sofa ruang tamu. Keadaan yang semakin membuat rasa canggung kian bertambah karena ibunya Ilham ikut duduk juga.