When I Look At You

Awan Senja
Chapter #1

Bab 1

Palembang, Februari 2013

Sebelum memutar knop pintu, Yohan terpaku sejenak menatap kalender yang tergantung di pintu kamar tidurnya. Manik matanya menatap lekat pada tanggal yang telah dia lingkari dengan spidol merah. 

25 Mei 2013. Tidak lama lagi hari kelulusan semakin dekat. Yohan sudah tidak sabar lagi menunggu hari itu tiba. Dia sudah tidak sabar lagi ingin pulang ke kampung halamannya. Medan. Sesuai janji Papa setelah hari kelulusan dia diperbolehkan pulang.

Yohan sungguh tidak sabar menunggu hari itu tiba. Dia sudah rindu berat sama Mama. Walau mereka sering berbincang lewat telepon, bertukar kabar. Namun itu semua tidak cukup mengurangi rindu Yohan terhadap Mama.

Sampai detik ini, pertanyaan berulang terus memenuhi otaknya. Kenapa Papa mengirimnya kemari? Tidak ada alasan spesipik yang Papa jelaskan. Sekolah di sini adalah sekolah terbaik. Yohan tidak paham. Kenapa Papa harus repot mengirimnya jauh-jauh, ribuan mil untuk mendapatkan sekolah terbaik. Bukankah di kota mereka ada banyak sekolah terbaik. Kenapa dia harus kemari?

Tiga tahun lalu Yohan menolak keras ketika Papa hendak mengirimnya ke Palembang. Sebagai seorang Pengacara yang memiliki watak tegas Papa tidak terbantahkan. Yohan akhirnya terpaksa memenuhi keinginan Papa sebagai gantinya setelah lulus SMA nanti, dia bebas mengambil jurusan ketika masuk Perguruan Tinggi. Dia tidak ingin menjadi Pengacara seperti Papa. Cukup sudah Papa memonopoli hidupnya. Dia punya pilihan hidupnya sendiri. Dia tidak ingin menjadi seperti ketiga kakaknya yang harus patuh dengan keinginan Papa.

“Selamat pagi, Yoh. Bagaimana tidurmu semalam?” Tante Maria yang sedang menata sarapan di meja makan menyapa ketika Yohan keluar kamar. 

“Pagi Tante. Tidur, Yoh semalam sangat nyenyak.” Yohan balas dengan senyum simpul sambil menarik kursi.

Selama di Palembang Yohan tinggal di rumah Tante Maria. Adik Papa yang menikah dengan Om Robert. Pembisnis keturunan Palembang-Tionghoa. 

“Selamat pagi, Ma. Tidurku sangat nyenak sekali. Betapa nyenyaknya aku masih mengantuk.” Loly putri semata wayang Tante Maria menyeletuk, menarik kursi di samping Yohan sambil menguap lebar. Tanpa perlu di tanya dia sudah menjawab pertanyaan rutinitas yang selalu di tanyakan ibunya setiap pagi itu.

“Pagi juga, Ma. Tidur Papa pules sekali. Papa minta kopi-susu rasa cinta dari Mama.” Beberapa detik kemudian Om Robert bergabung. Meniru gaya Loly. 

Wajah Tante Maria merengut, dialognya pagi ini tidak banyak karena putri dan suaminya sudah memotong dialognya. 

Yohan, Om Robert, dan Loly tertawa melihat wajah mengembung Maria.

“Yohan mau minum apa? Susu? Jus?” tanya Maria. Sebenarnya dia tidak perlu repot bertanya lagi, dia sudah hafal kebiasaan Yohan. Pertanyaannya itu hanya untuk basa-basi saja. Percakapan pagi hari agar suasana tidak canggung. Menurut pengamatannya selama tiga tahun Yohan tinggal di rumahnya, keponakannya itu masih terlihat sungkan.

“Untuk apa bertanya lagi kalau sudah tahu apa yang akan dipilih Kak Yoh.” Loly menyeletuk, menunjuk tangan Maria yang sedang menuang susu ke dalam gelas. 

“Mama hanya ingin memastikan. Siapa tahu selera Yoh berubah. Sekalian untuk menambah dialog Mama yang sudah kamu dan Papa potong.”

Lihat selengkapnya