Di sudut sebuah kamar dekat jendela, duduk seorang wanita sedang membaca novel. Buku itu terbuka di halaman yang sama sejak bermenit-menit yang lalu. Sepertinya wanita itu tidak benar-benar membacanya. Rintik hujan yang mengenai kaca jendela mengaburkan bayangannya. Macetnya jalan raya di bawah sana tidak lagi menarik perhatiannya.
“Jadi, namanya Arion ya,” gumamnya lalu meraih ponsel di sebelahnya. Mata Val mengamati nomor yang tersimpan di sana. Teringat dalam benaknya pertemuan dengan lelaki tampan nan baik hati siang tadi.
Senyumnya mengembang membayangkan seandainya ia benar-benar berjodoh dengan laki-laki itu. Sungguh paduan yang sempurna untuk seorang calon suami. Apalagi sang ibu sering menanyakan calon yang belum diketahui keberadaannya.
“Mungkin jodohku masih orok.” Itu alasan yang sering ia berikan bila ada yang bertanya tentang calon suami.
Hah! Calon pacar saja belum ada. Apalagi calon suami! dengusnya kesal.
Memang untuk ukuran wanita seumuran Val, sindiran-sindiran halus tentang calon suami sangat mengganggu. Terutama Tante Icha dan Rissa yang tak henti-hentinya memberi nama beberapa kenalan prianya. Di saat teman-teman dan saudaranya yang lain sudah berkeluarga dan mempunyai anak, Val masih ingin bekerja mengejar impian yang terpendam sejak lama.
Mungkin saja, sebentar lagi, impian dan jodohnya itu akan datang bersamaan. Memikirkan hal itu Val tersenyum-senyum sendiri layaknya orang dimabuk cinta. Kemudian ia tersadar saat melihat bayangannya di jendela.
“Astaga! Aku sampai senyum-senyum sendiri kayak orang gila!” pekiknya. Memang jatuh cinta itu berjuta rasanya, tiada hari tanpa memikirkan orang itu.
Val tertawa seperti orang kesetanan. Melompat-lompat di tempat duduknya. Tangannya menari-nari dengan gerakan yang kacau. Beruntung sekarang ini adalah siang hari, bayangan gilanya tidak akan terlihat dari gedung sebelah.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia terkejut mendapati nomor yang meneleponnya dan mengangkatnya dengan gugup.
“Ha-halo? Iya, saya sendiri.” Val menjawab. Ia mendengarkan dengan serius suara di seberang sana. Tak lama matanya terbuka lebar, sama lebarnya dengan senyum di wajahnya.
“Benarkah?” teriaknya tak percaya. “Terima kasih! Terima kasih banyak! Saya akan bekerja sebaik-baiknya! Iya, sampai jumpa!”
“YEAAAY!” Val melompat lagi di kursinya dan mendarat dengan ceroboh. Ia terjatuh di lantai. Bibir tipisnya mengeluarkan rintihan. Tertatih-tatih ia bangun kemudian duduk dengan benar.
Kayaknya ini hari keberuntunganku! Ketemu sama cowok ganteng, dia malah ngasih nomornya juga. Dan, aku diterima di tempat yang kuinginkan! Ah, rasanya hidupku jadi indah kayak di drama!
Mendadak Val melompat dari duduknya dan menghambur ke kamar. Tas hitam itu masih tak tersentuh di atas tempat tidurnya. Ia seperti tersihir oleh pesona laki-laki itu hingga melupakan awal mula pertemuan ajaib ini.