Pagi itu Saga terlihat sibuk di mejanya. Beberapa kali ia mengecek surel dan laman yang memuat beberapa tulisannya. Junior sebelumnya berhenti bekerja karena melahirkan dan sekarang ia yang bertugas mengurus semua sampai mendapat penggantinya.
Ditambah lagi atasannya, sedang dalam proses pemulihan setelah sakit, membuatnya semakin sibuk. Ia harus menangani tugas tiga orang sekaligus. Sekalipun ia sudah membagi tugas dengan yang lain, ada pekerjaan yang memang harus dikerjakan sendiri.
Beberapa hari yang lalu dirinya sudah menghubungi bagian Personalia menanyakan kekosongan pegawai di tempatnya. Mereka bilang sudah menemukan penggantinya, dan membuat Saga sedikit lega
“Semoga saja dia benar-benar orang yang kompeten. Kelihatannya sepele, tapi dampaknya besar,” gumam Saga sambil menata berkas-berkasnya. Tumpukan kertas itu ia letakkan di meja kosong sebelahnya yang sebentar lagi akan terisi.
“Untuk permulaan, rasanya cukup segini dulu.” Sekali lagi ia memeriksa kertas-kertas itu. “Ia harus mempelajarinya dengan cepat.”
Saga melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh. Ia lalu bertanya pada karyawan yang duduk berseberangan dengannya.
“Ra, kau lihat anak baru nggak? Apa dia sudah datang?”
Rara menggeleng. “Dari tadi belum ada yang baru, Pak. Mungkin masih di Personalia,” jawabnya.
Saga mengangguk. Ia mengamati seluruh ruangan. Semua karyawan telah bekerja sedari tadi. Ada sekitar belasan orang yang bekerja di lantai yang sama dengan dirinya. Beberapa orang secara terpisah memiliki kepala bagiannya sendiri. Hanya empat orang yang menjadi juniornya.
Lantai ini cukup nyaman dan rapi dengan beberapa lemari geser minimalis, rak-rak yang memajang foto dan piagam penghargaan, juga pot tanaman hias yang diletakkan di beberapa tempat. Di dekat pantri ada sebuah karpet rumput dengan sofa nyaman dan bantal-bantal empuk. Bagian Personalia dan lainnya ada di lantai yang berbeda.
Tempat Saga sendiri berupa meja panjang besar dengan beberapa kursi mengelilinginya. Di sisi kirinya ada kursi kosong yang sebentar lagi terisi. Sementara Rara dan dua orang lainnya duduk berseberangan dengannya. Di sebelah kanan Saga ada sebuah ruangan kaca yang tertutup kerai, yaitu ruang atasannya.
Tak lama, telinga Saga menangkap langkah kaki yang keluar dari lift di sebelah kirinya. Itu adalah Fanny, bagian Personalia, dan seorang wanita yang ia perkirakan akan mengisi tempat di sebelahnya.
“Selamat pagi, Saga,” sapanya. “Ini adalah orang yang akan menggantikan Anita mulai hari ini. Namanya Valerie atau biasa dipanggil Val.”
Saga mengamati wanita di sebelah Fanny. “Kenapa terlambat?”
“Ah, maaf, itu saya yang terlambat mengantarnya ke sini. Valerie ini sudah datang sejak tadi,” sela Fanny sebelum Saga menyemprotkan kemarahan pada anak baru itu. Dia sudah cukup paham sifat Saga yang perfeksionis dan disiplin.
“Jangan galak-galak, Ga. Saya sudah cukup kerepotan mencari pengganti yang bisa cocok denganmu, selain Anita,” bisik Fanny sebelum pergi.
Saga menatap Fanny yang menghilang di lift, lalu beralih pada Val yang hanya mengangguk pelan.
“Mejamu di sini. Kau pelajari berkas-berkas itu.” Saga menunjukkan meja di sebelahnya. “Pelajari dengan baik dan cepat. Setelah makan siang, paling tidak kau sudah paham separuhnya.”
Val tertegun melihat tumpukan kertas di mejanya. Ya ampun, banyak banget! Padahal ini baru pertama kerja! Dan lagi, orang ini kelihatan galak banget sih!
Saat di ruang Personalia tadi, Fanny sudah memberitahu secara garis besar tentang pekerjaannya. Ia akan bekerja bersama Saga sebagai seniornya. Apa yang dilakukan Saga, ia harus mengetahui, demikian juga sebaliknya. Bisa dibilang rekan kerja, tapi karena Saga sudah lebih lama bekerja di sini, senioritas itu muncul.
Pelan-pelan Val duduk di kursinya dan mulai membaca berkas itu satu per satu. Sesekali ia melirik Saga yang fokus menghadap monitornya. Terlihat sekali Saga orang yang cekatan dan pintar. Ketika mendekati jam makan siang, Saga menerima sebuah panggilan telepon di ponselnya.
“Oh, kau jadi datang hari ini? Makan siang? Oke, tapi kau yang bayar!” Saga membereskan mejanya. Ia melirik Val yang masih sibuk membaca, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.