“Bos, aku resign…”
Seo Han yang tengah minum kopi dengan santai pagi itu sontak terkejut dan menumpahkan sedikit kopinya. Tapi ia berusaha tetap tenang sambil mencerna perkataan Eun Bi, asisten wanita kepercayaannya yang sudah 2 tahun bekerja bersamanya.
“Kenapa? Mau minta naik gaji? Atau udah bosan?”
“Aku dapat tawaran beasiswa ke Australia bos.”
“Wah…. Congratulations..” ujar Seo Han sambil tersenyum penuh arti. Eun Bi agak merinding melihat senyuman atasannya yang sepertinya punya maksud mendalam.
“Terimakasih untuk segalanya bos. Saya pamit. Saya akan pergi hari ini.”
“Siap.”
Eun Bi agak terkejut melihat reaksi bosnya. Ternyata tidak semengerikan reaksi yang ia bayangkan selama beberapa hari ini. Ia pikir bosnya akan marah dan mengancamnya untuk tidak berhenti.
“Eun Bi, setidaknya kita perlu berjabat tangan sebelum kamu pergi.” ujar Seo Han masih dengan senyuman ngerinya.
Firasat Eun Bi tidak enak tapi ia menuruti perintah terakhir bosnya itu dan menjabat tangan Seo Han. Tiba-tiba ia merasa seperti tersetrum oleh sengatan listrik. Eun Bi kejang dan jatuh di hadapan bosnya.
“Kamu pikir aku tidak tahu apa rencanamu? Kamu pikir aku tidak cukup pintar untuk meretas semua data di hapemu?” bisik Seo Han pada Eun Bi yang semakin lemah.
“Aku tahu kamu mau melaporkanku dan Gen Woo ke polisi supaya kamu bisa dapat uang imbalan atas penangkapanku kan? Ternyata 20 juta won mampu membuat kamu berkhianat.” Seo Han mengeluarkan alat hipnotisnya dan menghinoptis Eun Bi. Ia mengoyang-goyangkan bandul hipnotisnya di hadapan Eun Bi. “Tadinya aku sudah berniat untuk membunuhmu, tapi hari ini akan kuampuni karena kinerjamu lumayan.” ujar Seo Han sambil tersenyum lagi.
“Kamu tidak pernah mengenalku dan Gen Woo, kamu tidak pernah bekerja untuk kami. Kamu akan tersadar sebagai orang asing bagi kami. Segala hal tentang ini akan terhapus begitu kamu bangun.”
Kesadaran Eun Bi makin menurun dan tiba-tiba semuanya gelap.
***
Gwang in agak kesal mengapa saat ia sedang bersenang-senang menghabisi nyawa manusia, para dewa memanggilnya.
“Memangnya ngapain sih para Dewa memanggilku? Mereka ga liat apa aku sedang sibuk bekerja.”
“Bekerja? Kamu hampir membunuh istrinya juga Kak! Dasar gila…”
“Iya memang harus di habisi juga dong! Dia tidak bersyukur bahwa aku sudah membuat hidupnya lebih bahagia. Manusia memang aneh. Setiap hari padahal di pukuli oleh suaminya tapi begitu suaminya meninggal dia menangis sedih. Aku sudah tidak paham logikanya.” ujar Gwang in.
“Manusia tidak sesimpel itu untuk di mengerti. Lagian tugasmu adalah menjemput nyawa suaminya, tapi kau malah sudah membakarnya sebelum ia masuk akhirat sesungguhnya. Kedua kalau kau membunuh istrinya, kamu sudah melakukan pelanggaran ke 100.” Sun Woo terus menyerocos.
“Berisik. Aku benci manusia.” ujar Gwang in.