When Life Gives You Kemas

wartegofc
Chapter #4

Ada Buronan Di Rumahku

Hari demi hari berlalu, aku duduk di lantai kamarku yang dingin, bersandar pada dinding kusam yang catnya terkelupas, memutar ulang scene di mana aku datang kembali ke kantor untuk mengusahakan pekerjaanku lagi.


👣👣


Aku menatap lekat pak David, orang yang selama ini kukira bisa kutaklukkan dengan kecerdikanku. Wajahnya tetap tenang, tapi matanya tajam, seolah sudah tahu bahwa aku akan datang.

"Ada yang bisa saya bantu, Tabitha?" tanyanya tanpa basa-basi, seperti sudah tahu tujuanku.

Aku menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Pak David, saya datang untuk meminta Anda mempertimbangkan ulang keputusan Anda. Saya yakin Anda sadar, kontribusi saya di firma ini tidak bisa diabaikan begitu saja."

Pak David menyilangkan tangannya di depan dada, memandangku dengan sorot mata yang sulit kubaca. "Tabitha, kamu adalah salah satu pengacara yang paling berbakat di sini, itu tidak bisa dipungkiri. Tapi masalahnya bukan hanya soal bakat. Ada hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan, terutama bagaimana kamu berinteraksi dengan tim."

Aku menahan rasa kesal yang mulai muncul. "Saya hanya berusaha melakukan yang terbaik, dan kadang, itu berarti saya harus mengambil keputusan sendiri, Pak. Saya nggak bisa selalu menunggu persetujuan orang lain untuk bertindak."


Pak David mengangguk perlahan, seolah sudah menduga jawabanku. "Dan itulah masalahnya, Tabitha. Di dunia hukum, keputusan yang diambil sendiri bisa berbahaya, bukan hanya bagi dirimu sendiri, tapi juga bagi firma. Kamu harus belajar bekerja sama, mendengarkan, dan menghargai opini orang lain."

Aku menggigit bibir, menolak untuk mengakui bahwa dia mungkin ada benarnya. "Saya akan berusaha, pak."

Suara itu keluar lebih lemah dari yang kuduga, tapi aku menolaknya. Aku bukan orang yang biasa mengakui kesalahan, tapi kali ini aku harus melakukannya, setidaknya untuk mendapatkan kembali posisiku.

Pak David menghela napas panjang, dan untuk sesaat aku melihat ada sedikit simpati di matanya. "Aku hargai keinginanmu untuk berubah, Tabitha. Tapi ini bukan keputusan yang bisa kuubah dalam semalam. Kamu perlu waktu untuk membuktikan bahwa kamu benar-benar bisa bekerja dalam tim, dan bukan hanya mengandalkan dirimu sendiri."

Kata-katanya seperti palu yang memukul keras di dalam kepalaku. Aku ingin berdebat, ingin mengatakan bahwa aku sudah melakukan yang terbaik. Tapi entah kenapa, aku tahu percuma. Dia sudah membuat keputusan, dan kali ini aku yang kalah.


👣👣

Lihat selengkapnya