“Ada lima juta nggak? Gue mau pinjem.”
Nizar mengerutkan kening, baru kali ini Fandi melontarkan kalimat seperti itu. Tidak seperti biasanya, pikirnya.
“Lo ada masalah?”
“Gue disuruh cepet-cepet ngelamar Siska. Meskipun cuma lamaran sederhana, pastinya juga butuh dana. Sementara uang gue baru aja habis buat bayar tunggakan motor.”
“Ya kalau memang belum ada uangnya, kenapa lo maksa mau ngelamar? Jelasin aja ke keluarganya.” Nizar berusaha mencari jalan tengah.
“Sebenernya lo mau minjemin nggak sih? Gue ga mau ngelepas Siska, gue kan sudah pernah cerita kalau dia tuh primadona sekolah sewaktu SMA. Sekali gue lepas, hilang dah tuh kesempatan nikahin cewek populer,” ujar Fandi dengan nada kesal.
Nizar menghela napas, “Bukannya gue gamau minjemin, Fan. Cuman nasihat dari gue, lo jangan nikahin anak orang cuma karena gengsi. Pikirin bener-bener.” Sebab ia sendiri juga merasakan yang namanya tuntutan nikah. Sejak dulu, Sherin selalu bertanya-tanya kapan ia dilamar. Berulang kali Nizar menjelaskan kondisi ekonominya yang belum berada di titik yang stabil.
“Ga usah sok nasehatin lo. Tumben amat tiba-tiba jadi sok bijak. Mana sini lima juta, gue ganti nanti.”
Kamar yang biasanya ramai jika ada Fandi kini terasa mencekam, pasalnya ia sendiri memiliki banyak tanggungan. Gaji per bulannya yang 4 juta itu selalu habis tanpa sisa, perinciannya pun tak terlalu jelas ke mana. Yang ia hafal hanya sejuta untuk bayar sewa kos dan biaya utilitas. Sejuta untuk kebutuhan Sherin. Sisanya ia masukkan ke tabungan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untungnya minimarket tempat ia kerja dekat dari rumah kosnya. Sehingga tak butuh banyak bensin untuk pulang pergi ke sana. Paling-paling hanya Sherin yang mengajak ia bepergian jauh.
“Gue ga punya duit segitu, Fan. Kalau cuma sejuta, ya, ada. Itu pun buat cadangan alias dana darurat.”
“Bohong lu, Zar. Ga mungkin lo ga punya lima juta. Masak ke temen lo sendiri ga percaya sih.”
“Gue ga bohong, Fan, emang gue adanya segitu.”
“Tapi Siska denger dari Sherin, lo dah nabung lebih dari sepuluh juta. Masak lima juta doang ga boleh.”
Mimik wajah Nizar kini berubah serius. Ia tak menyangka pembicaraan ini membawa-bawa nama Sherin.