When Life Must Go On

Adrikni LR
Chapter #2

Chapter 2

“Belajar kelola uang dengan baik, Dek. Perhatikan kita butuh juga apa engga. Memang mereka sahabat kita, tapi bisa aja permasalahan uang kayak gini malah bikin mereka menjauh dari kita.” Nizar menasihati Sherin dengan kepala dingin, itu pun setelah mengirim pesan panjang penuh emosi dan menggebu-gebu. Percakapan mereka pun beralih menggunakan aku-kamu.

Sherin yang kala itu akhirnya mau mengangkat telepon hanya iya-iya saja. Jelas ia sadar tengah melakukan kesalahan, tetapi kata maaf tak kunjung jua terucap dari bibirnya.

“Kalau kamu pinjamkan uang tabungan kita ke mereka, terus kamu mau nikahnya kapan? Padahal dulu kamu yang neror aku dengan pertanyaan kapan ngelamar. Kenapa kamu enteng banget minjemin uang tabungan kita ke mereka?” tanya Nizar serius.

Sherin tetap membisu. Perdebatan panjang mereka melalui chat selalu berakhir dengan telepon seperti ini. Selalu begitu dan Nizar sudah sangat hafal polanya. Ia mengalihkan panggilan suara menjadi panggilan video. Agak lama hingga Sherin meresponnya. Nizar mengamati wajah sang kekasih hatinya, mata Sherin tampak sayu, takada senyuman yang terukir di wajahnya.

“Ya sudah cepat tidur, Dek. “ Nizar mulai lelah sebab ia merasa bicara sendiri. Juga besok ia harus kerja, apa pun yang terjadi.

Panggilan video pun terputus, takada kalimat pamit dari Sherin. Nizar maklum, ia anggap bahwa perilaku Sherin yang kekanak-kanakan adalah sebab menjadi anak bungsu.

Sebelum tidur, Nizar menyempatkan untuk mengirim pesan pada Fandi. Ia berharap temannya itu benar-benar amanah. Baginya, sepuluh juta bukan jumlah yang sedikit. Butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa menabung. Apalagi Sherin akhir-akhir ini sering sekali mengajak jalan-jalan ke tempat yang jauh, sehingga ia harus menunda untuk menabung sebab uangnya terpakai untuk kebutuhan bepergian.

🍁🍁🍁

Lima hari berlalu tanpa kisah yang berarti. Nizar menjalani hari-harinya di tempat kerja seperti biasa dan Sherin masih bersikap dingin. Tetapi seolah tak jadi soal, Nizar tetap mengabarinya setiap hari. Kemarin saat hari jadi mereka ke-3 tahun, Nizar seperti biasa memberikan banyak hadiah dan merayakannya di rumah Sherin. Saat bertemu secara langsung, Sherin tak sedingin itu. Ia masih menyambut Nizar dengan hangat dan hal itulah yang membuat Nizar masih yakin bahwa Sherin tulus mencintainya. Hanya saja sifatnya agak kekanakan.

Sepulang kerja, Nizar merebahkan diri di kasur lantainya yang tipis. Ia lupa tak membeli lauk pauk untuk makan malam. Sementara perutnya sudah membunyikan alarm lapar. Ia bangkit, berniat keluar lagi, sebab takada apa pun yang bisa dimasak di kosannya.

Di tengah jalan, ponselnya berdering, ia tak begitu menggubris. Saat sampai di kedai makanan barulah ia mengecek ponsel. Ada tiga panggilan tak terjawab dari Sherin dan beberapa pesan. Dibuka satu per satu, terutama dari Sherin yang mengirimkan tangkapan layar percakapannya dengan Siska. Sherin diundang untuk menyaksikan acara lamarannya dengan Fandi.

Nizar menelusuri pesan yang masuk, takada nama Fandi di deretan nama-nama pengirim pesan. Ia malah terfokus dengan pesan dari Yahya, sepupunya di desa.

[Zar, sampean kok nggak ke sini? Ibukmu lagi sakit, lho. Sampean harus ke sini.]

Lihat selengkapnya