Deretan pesan dari Sherin semalam dibaca ulang oleh Nizar. Ajakan kencan itu berhasil membuat hari libur Nizar menjadi lebih ceria. Pukul 7 pagi Nizar bangun dengan perasaan bahagia. Tiga tahun berpacaran dengan Sherin tak membuat cintanya memudar. Ia masih saja jatuh hati. Disempatkannya mencuci pakaian sebelum mandi.
Celana chino warna beige dan kaus berkerah warna cokelat moka menjadi pilihan. Disisirnya rambut dengan jari, tak lupa ia oleskan pomade, lantas kembali menyisir dan membentuk rambutnya sambil menyanyikan lagu-lagu NDX AKA.
Sejenak ia termangu menatap deretan parfum di laci. Sebagian besar botolnya sudah kosong. Ada pula yang tersisa beberapa tetes saja, sekali dua kali semprot langsung habis. Nizar pun mengambil asal salah satu botol parfumnya yang isinya masih separuh, disemprotkannya berulang hingga wangi parfum itu menguar memenuhi ruang kosnya.
“Selesai,” gumamnya di depan cermin, kemudian beralih melepas charger ponsel. Dilihatnya papan notifikasi, tetapi takada satu pun pesan dari Sherin yang menandakan dia sudah siap. Tak mau ambil pusing, Nizar tetap berniat berangkat, sekalian mengejutkan Sherin. Lagipula ia bisa menunggu Sherin bersiap-siap di sana, pikirnya.
Dimasukkannya ponsel pada tas hitam, lantas menenteng sepatu kasual berwarna putih beserta kaus kakinya. Begitu membuka pintu kos, ia terkesiap melihat motor matic kesayangannya itu berdebu. Nizar lupa hal kecil tetapi penting ini.
“Semoga ada pencucian motor yang buka jam segini,” gumam Nizar harap-harap cemas.
Setelah lima menit melajukan motor, akhirnya ia menemukan tempat pencucian yang sudah buka. Tertera tulisan buka dari jam delapan pagi sampai jam delapan malam di banner pencucian. Ia sedikit lega setelah menilik ponselnya yang menunjukkan waktu sudah jam sembilan lebih. Maklum, biasanya ia mencuci motornya sendiri di kosan dengan air sehemat mungkin. Kalau kepepet saja baru ia bawa ke tempat pencucian motor.
Sekitar dua puluh menit Nizar menunggu, perutnya mulai lapar, tetapi ditahan. Sherin akan kesal jika nanti makan sendirian. Jadi sebisa mungkin ia berangkat dengan perut kosong agar tetap bisa membersamai Sherin sarapan. Sembari menunggu, seperti biasa ia menonton dokumenter hewan, sesekali mengecek WhatsApp, barangkali Sherin sudah mengabari. Akan tetapi, sampai motornya selesai dicuci, Sherin belum juga menghubungi.
Usai membayar, Nizar terburu-buru melajukan motornya. Perjalanan ke rumah Sherin ditempuh dalam waktu 30 menit. Rumah beton tingkat itu dikelilingi pagar terali besi bergaya modern. Begitu Nizar sampai, pagar depan sudah terbuka lebar. Ada dua mobil yang terparkir di halaman rumah Sherin. Yang satu mobil Innova warna hitam, itu milik ayahnya Sherin. Satunya lagi mobil Pajero Sport berwarna putih dan Nizar tidak tahu itu milik siapa.