When Life Must Go On

Adrikni LR
Chapter #11

Chapter 11

Beberapa hari yang lalu ....

Obsesi Sherin untuk menikahi Reza tiba-tiba memudar, ia mulai khawatir sebab sudah tiga minggu telat mens. Sudah berjam-jam ia memejamkan mata, tetapi tak juga terlelap.

Seharian Reza tidak menghubungi, Sherin sudah mengirim banyak pesan dan semuanya centang satu. Lama kelamaan Sherin merasa frustasi. Kemudian ia teringat pada pekerjaannya yang terbengkalai akibat sibuk mengurus persiapan pernikahan. Ia mulai kesal dimarahi oleh atasannya hampir setiap hari. Meski Siska selalu menyemangati, sama sekali tidak berpengaruh bagi Sherin.

🍁🍁🍁

Sepulang kerja, Sherin mampir ke apotek membeli testpack. Ia memberanikan diri demi ketenangan hati. Rumahnya kini ramai sebab kedua kakaknya pulang. Mereka mengambil cuti untuk acara Sherin yang sudah seminggu lagi.

Begitu sampai di rumah, ia disambut oleh para keponakannya. Tak bisa ia sembunyikan kegugupan serta kekhawatirannya. Sherin pun memilih bergegas mengunci diri di kamar. Ia takut dicurigai oleh keluarganya.

Tanpa menunggu lama, ia bergegas ke kamar mandi. Tujuh menit yang menegangkan. Jantungnya berdebar kencang. Dalam hati ia memohon agar hasilnya tak seperti yang dipikirkan. Namun, kenyataan berkata lain. Garis dua merah di tespek menunjukkan bahwa ia hamil. Sherin gemetaran.

β€œMungkin hasilnya salah,” batin Sherin setelah menarik napas panjang berulang kali. Lagipula ini kali pertamanya memakai tespek, mungkin ada kesalahan pada alat itu.

Keluar dari kamar mandi, Sherin bergegas mengambil ponsel. Ia mencari-cari informasi tentang cara penggunaan tespek yang benar, meski usianya sudah di atas dua puluh tahun, bisa saja ia masih kurang wawasan, begitu pikir Sherin. Semua cara yang ia lakukan sudah benar, hanya satu yang tak ia patuhi, yakni seharusnya mengetes di waktu pagi.

Diamatinya tespek yang menunjukkan garis dua itu. β€œAh, garis yang satunya pudar. Mungkin besok pagi hasilnya akan berbeda,” gumamnya menenangkan diri.

Sejenak ia bisa tidur dengan tenang. Di malam itu juga, Reza membalas pesan-pesannya. Ia bilang sedang sibuk bekerja dan lembur. Sherin mengiyakan saja. Ia pikir, mungkin seperti itu semua orang yang fokus bekerja.

Saat bangun pagi, Sherin mencoba mengetes lagi. Ia membeli berbagai jenis tespek, kemudian berniat mencobanya satu per satu.

Cukup lama Sherin berkutat di kamar mandi, ia mengetes dengan tiga jenis tespek yang berbeda dan hasilnya membuat Sherin ketakutan setengah mati.

Jika malam tadi satu garis merah pekat dan satu garisnya merah pudar, maka pagi ini kedua garis itu semakin terlihat jelas. Takada yang pudar salah satunya. Sherin menggigit bibir, bayangan pernikahan yang sudah di depan mata, kedua orang tuanya, dan reputasinya, semua akan hancur. Sherin menitikkan air mata, tak kuasa menanggung derita akibat perbuatannya sendiri.

Sherin mencari-cari ponsel dengan tangan yang bergetar-getar. Ia mencari-cari nomor Reza, namun tiba-tiba berhenti. Lantas ia berpikir, apakah Reza akan menerima kehamilan ini? Apakah Reza akan senang hati mendampingi?

Lihat selengkapnya