Usai berbincang cukup lama dan membereskan semua barang yang dibawa ke kebun, Ayah berjongkok di hadapanku. Dahiku mengeryit bingung.
"Naik ke punggung Ayah." perintah Bunda.
Aku mengangguk patuh. Tubuhku memang kecil, berat badanku juga tidak sampai 25 kg, jadi enteng sekali menggendong diriku-mungkin.
Kukira kami akan pulang ke rumah, ternyata tidak. Jalan yang Ayah dan Bunda pilih bukan jalan pulang ke rumah. Kemana Ayah dan Bunda akan pergi? Lagipula ini sudah sore, langit mulai menggelap seperti akan turun hujan.
Kuberanikan diri untuk bertanya kepada Ayah kemana kami akan pergi. "Mau kemana Yah?"
"Mau jalan-jalan Na." jawab Ayah.
Dalam hati, aku merasa kalau Ayah sedang berbohong padaku. Aku rasa ada suatu alasan kenapa Ayah dan Bunda tidak langsung pulang ke rumah saja. Tapi aku tidak bertanya ataupun menyanggah. Aku tidak mau menambah masalah kedua orang tuaku.
Sebagai anak yang baik, lebih baik aku diam dan menurut saja. Toh pada saatnya nanti aku akan tau mengenai hal yang sedang terjadi saat ini.
Kami sudah berjalan jauh meninggalkan kebun. Langit semakin gelap, suasana juga sunyi. Aku merinding, dinginnya angin menusuk kulitku. Aku memeluk Ayah dengan erat dari belakang.
Rasanya takut sekali, aku membayangkan bagaimana kalau ada yang memegangku dari belakang? Bagaimana kalau ada yang menjambak rambutku dari belakang? Ya ampun Azna!
Tiba-tiba langkah Ayah dan Bunda terhenti. Ayah menoleh ke belakang, "Azna turun dulu ya." aku mengangguk. Mungkin Ayah lelah telah berjalan jauh sembari menggendongku.