UNDANGAN
Aktivitas yang sama, keseharian yang sama. Bangun pagi, sekolah, pulang, belajar, lalu tidur. Tak ada yang berbeda. Semua hari terasa sama saja tak ada yang spesial, tak ada yang berkesan. Seolah-olah kehilangan arah. Bergerak bukan karena ingin tetapi karena memang harusnya begitu. Ia seperti robot yang telah disetel, yang membedakannya dengan robot hanyalah bahwa dirinya masih bisa merasakan perasaan. Perasaan hampa dan kesepian.
Namanya Kavya. Seorang laki-laki yang sudah hampir memasuki tahun kedua sekolah menengah atas. Hari ini adalah hari ketiga di bulan keenam. Untuk kesekian kalinya, ia kembali menginjakkan kakinya di salah satu sekolah menengah atas yang ada di kotanya.
Katanya, masa sekolah adalah masa yang paling berkesan dan yang paling banyak memiliki kenangan. Di masa itu pula lah orang-orang seumurannya mulai mengenal kata cinta. Namun bagi Kavya, cinta tak pernah ada dalam daftar keinginannya. Kavya tidak membutuhkan cinta masa abu-abu yang fana karena hal yang paling diinginkan olehnya adalah pertemanan. Usianya sudah hampir memasuki 16 tahun, namun Kavya masih belum juga memiliki seseorang yang bisa dia panggil sebagai teman. Orang-orang yang dikenalnya selama ini hanya bertahan pada status ‘kenalan’ saja dan tidak ada yang lebih dari itu.
Cukup miris karena selama satu tahunnya sebagai siswa sekolah menengah atas, Kavya sudah mencoba untuk berteman dengan orang-orang yang ada di sekolahnya. Entah itu dengan teman sekelasnya atau pun orang-orang yang berada di kelas lain. Namun tetap saja, tidak ada yang menjadi temannya. Kavya merasa seolah ada penghalang antara dirinya dengan orang-orang di sekitarnya. Seolah-olah mereka memang sudah dikelompokkan di dalam bubble yang sama sedangkan Kavya hanya sendirian di dalam bubble miliknya, terperangkap tak bisa kemana-mana.
Dia sudah mencoba banyak cara untuk menghilangkan bubble miliknya. Menendang, memukul, dan menggunakan benda tajam sampai kemudian dia tersadar. Bahkan jika dia berhasil memecahkan bubble-nya sendiri, apakah orang lain juga akan sama? Apakah mereka akan mau dengan senang hati menerima Kavya di dalam bubble mereka? Pada akhirnya Kavya terperangkap di dalam bubble, sendirian dan ditinggalkan.
***
Hal pertama yang dilakukan Kavya begitu bel pulang sekolah berbunyi adalah langsung pulang ke rumah dengan menggunakan bus. Tidak ada jalan-jalan atau bermain bersama teman sepulang sekolah karena dia tidak punya teman. Dia juga tidak memiliki niatan untuk pergi sendiri karena pada akhirnya dia akan semakin merasakan betapa menyedihkannya dirinya.
Tiba di rumah, ia langsung disapa oleh ngeongan seekor kucing betina berbulu putih. Kucing itu menggosokkan kepalanya pada kaki Kavya yang masih dibalut oleh celana sekolah.
“Halo, Mona,” sapa Kavya sembari berjongkok untuk mengelus kepala kucingnya.
Tidak ada orang lain yang menyambut kepulangannya karena ia hanya tinggal bersama ibunya yang saat ini sudah pasti sedang tidak ada di rumah karena bekerja. Ayah dan ibunya sudah bercerai sejak Kavya lulus sekolah dasar. Ayahnya memilih menikah kembali dan memiliki seorang putri sedangkan ibunya memilih untuk tidak menikah dan fokus bekerja untuk membesarkan Kavya. Walau keluarganya sudah tidak lengkap dan seperti dulu, Kavya tidak pernah merasa kekurangan cinta. Ibunya begitu memperhatikan Kavya dan ayahnya yang sudah memiliki keluarga baru terkadang mengundang Kavya untuk berkunjung ke rumah mereka. Kasih saying yang diberikan ibunya kepada Kavya membuatnya bejanji pada dirinya sendiri bahwa untuk saat ini ataupun kedepannya, Kavya tidak menginginkan perempuan lain dalam hidupnya, setidaknya sampai dia benar-benar membahagiakan ibunya.
Setelah mengganti seregam sekolahnya, Kavya merebahkan diri di ranjangnya. Matanya menatap lurus ke langit-langit kamarnya. Ah, ia baru ingat, hari ini adalah hari terakhir sekolah untuk semester ini. Besok sampai satu bulan ke depan akan menjadi libur musim panas. Lalu setelah libur musim panas, ia akan menyandang status sebagai siswa tahun kedua. Ternyata sudah setahun tetapi dia belum juga bisa berteman dengan seorang pun di sekolahnya.