Aku menghempaskan tubuhku ke kasur, rasa lelah seharian bekerja membuatku ingin membenamkan tubuh lelah ini di tempat ternyaman, malas sekali untuk memilih mandi.
Dering notifikasi di hpku berbunyi, aku yakin itu adalah bunyi pemberitahuan Facebook. Aku malas menanggapi. Paling juga notif tentang unggahanku beberapa tahun lalu dengan orang itu.
Orang yang kalau bisa aku ingin menghilangkannya saja dari ingatanku. Walau aku tahu masalalu tetap tidak akan pernah bisa dihilangkan. Hanya bisa diikhlaskan. Aku memilih untuk memejamkan mataku walau susah sekali rasanya.
Aku kesal dengan diriku, ingatan tentang seseorang ternyata bisa membuat moodku sangat turun. Aku bergegas untuk bangun memilih untuk menyegarkan bandanku. Aku berjalan menuju kamar mandi. Berharap guyuran air bersih bisa sedikit menyegarkan badanku, begitupun dengan pikiranku.
Moodku tak juga membaik, padahal sekujur tubuhku telah terbasuh air. Setelah berganti baju tanganku sibuk mengeringkan rambut dengan handuk. Sembari melakukan itu kakiku riang menuju dapur.
Makan. Mungkin dengan hal itu semua akan lebih baik. Aku membuka kulkas bersemangat. Sial, tidak ada banyak makanan yang bisa ku makan. Hanya beberapa butir telur, Dua buah tomat dan sebungkus terang bulan, sisa semalam yang tak habis ku makan. Aku mendengus kesal.
Ting tong. Seketika aku membalik badan memusatkan telinga pada suara yang terdengar. Kakiku dengan sigap melangkah ke ambang pintu.
"Hai Ruth, aku bawa bakso malang kesukaanmu." Ucapnya sambil merangsak masuk ke rumahku tanpa seijinku.
Tak perlu kesal dengan orang ini, dia tidak asing dengan rumahku begitu pula dengan kehidupanku. Kami (mungkin) bisa disebut teman.
Dia duduk di sofa sibuk membuka plastik kresek yang dia bawa, tanpa komando darinya aku berjalan ke dapur untuk mengambil dua buah mangkok dan dua pasang garpu dan sendok.
"Gelas sekalian yah!" Ucapnya diikuti deretan gigi yang dia pamerkan.
"Aku bawa es kelapa muda mang Toha, kesukaanmu." Aku kembali lagi ke rak piring untuk membawakan apa yang dia minta.
Aku bahagia dengan makanan yang dia bawa tapi perasaan itu berbanding terbalik dengan keberadaannya. Dia ini terlalu banyak bicara, aku kurang suka. Lebih banyak kata-kata yang ia keluarkan dari pada suapan makanan yang masuk ke mulutnya. Kasihan, terkadang makanan di hadapannya sering dibuang jika aku sudah selesai makan dan dia masih belum selesai memakannya. Dan jika seperti itu aku hanya bisa menghela nafas dalam.
"Ruth, kenapasih Ale itu mutusin aku dan lebih milih si cewek blasteran entah berantah itu."
Aku malas menanggapi lebih memilih menikmati segelas es kelapa muda di hadapanku.
"Padahal aku selalu nurutin apa mau Ale, aku bahkan nggak pernah nuntut apapun dari dia." keluhnya lagi.
"Aku tu sebel Ruth, setiap hari ngliatin postingannya Ale sawa cewek bule KW itu. Nggak cuma di instagram, FB tweeter semuanya dia posting. Mana captionnya alay banget, padahal dia ngga pernah ngelakuin itu pas dulu sama aku." Entah kenapa sekarang suaranya mulai terdengar seperti menahan tangis.
"Aku masih cinta Ale, Ruth. Aku belum bisa move on." Seketika tangisnya pecah.
Aku memandanginya lekat, tak pernah sedetikpun aku berani mengungkapkan apa yang kurasakan bahkan bagiku menangis adalah hal yang haram untuk dilakukan.