When The Chance Comes

Yunita Dwi Larasati Nugroho
Chapter #3

Kupikir dunia telah berhenti

Aku sudah mandi dan terlihat segar padahal waktu baru menunjukkan pukul delapan pagi. Hari ini minggu, dimana biasanya aku masih rebahan di kasur tapi kali ini aku sungguh bersemangat untuk bangun. Aku hanya akan kembali ke rumah sakit, kembali menemui Are.

Ting tong.

'siapa pagi-pagi datang kerumah?' ucapku dalam hati yang diikuti langkah kaki menuju ambang pintu.

"Paagiii" ucap Lana bersemangat sesaat setelah pintu kubuka.

Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya. Seperti biasa ia tanpa ijin langsung merangsak masuk. Aneh, belum pernah sebahagia ini aku bertemu Lana.

"Udah sarapan?" Tanyanya padaku.

"Belom. Kamu bawa apa?"

"Bubur Ayam mang Tian." Senyumnya lagi-lagi merekah saat memamerkan apa yang dia bawa.

"Tapi kok banyak banget? Kitakan cuma berdua."

"Hmm.. ini buat kita makan disini." Dia mengeluarkan dua bungkus bubur ayam dan ia letakkan satu di hadapanku.

"Nah yang ini buat Ale sama mamanya sih." Ku lihat pipinya merona saat menyebut nama laki-laki itu. Aku hanya bisa tertawa melihat kelakuannya, sungguh menggelikan.

"Emang kalian udah bener-bener baikkan?"

"Baikkan sih udah. Balikan yang belum." Tiba-tiba raut wajahnya berubah memelas. Lagi-lagi aku hanya bisa tertawa.

"Ngarep ya lu!" Ledekku.

"Emang dia dah putus sama Annet?"

"Belom. Tapi pasti bentar lagi putus." Ucapnya yakin.

"Kok bisa yakin gitu?"

"Annet selingkuh Ruth." Aku tersedak saat mendengar itu. Bubur yang barusan kusuap ke mulut muncrat ke arahnya.

"Sial lu! Kagetnya ngga usah pakek muncrat Kali." Lana mengelap wajahnya dengan tisue.

"Ya maaf. Namanya juga kaget."

"Jadi alesan kenapa selama ini Ale pasang status alay di sosmednya ternyata biar orang-orang tau si Annet itu masih pacarnya dan kalau Annet masih goda laki-laki ada yang bisa laporan ke dia." Aku menanggapi cerita itu dengan bulatan "o" dimulut.

"Kenapa dia ngga putusin Annet semenjak dia tau kalau diselingkuhin? Ale ngga jelek-jelek amat." Ucapku lagi.

"Nah itu. kemarin juga aku tanya ke dia. Buat apa coba mempertahanin hubungan ngga sehat?"

"Trus jawabannya?" Tanyaku penasaran.

"Karena Ale masih butuh model yang bisa dibayar lebih murah, karena bisnis photography nya lagi banyak saingan." Ucap Lana miris.

"Kamu beneran ngga papa?" Pertanyaan itu spontan kuucapkan. Karena Aku fikir perasaan Lana ini beneran tidak sehat. 'Apa Kali ini dia siap lagi terluka?'

"Kenapa? Aku tidak realistis ya?" Aku hanya mengangguk.

"Karna belum tentu kalau Ale putus dia mau balikan sama aku?" Lana menatapku lekat yang aku balas dengan sebuah anggukan.

"Tapi Ruth, rasanya aku masih ingin memperjuangin Ale. Karena itu aku mau nglakuin ini. Ini jalan terakhirku. Kalau sampai Are sembuh dan aku sama Ale ngga balikan. Aku akan menyerah."

Aneh aku tidak mendengar nada getir pada suaranya, malah terdengar begitu tulus dan sungguh-sungguh. Aku tahu Lana benar-benar jujur dengan perasaannya, aku merasa lega.

"Karena Ruth. Jika tidak ada alasan lagi untuk aku tetap tinggal di Kota ini maka aku harus segera kembali ke Kota kelahiranku." Aku terperangah mendengar ucapan Lana.

"Aku akan setuju untuk dijodohkan." Ucapnya sembari tersenyum ke arahku. Aku mematung mendengar ucapannya.

"Hey! Aku yang dijodohin, kamu malah yang syok." Godanya padaku.

"Good luck ya." Ucapku tiba-tiba.

"Hah?"

"Semoga Ale tau siapa yang selama ini memperjuangin dia." Ucapku lagi.

"Semoga kali ini Tuhan satu kata denganku ya." Ucapnya sembari menyuap bubur ayam ke mulutnya.

Mendengar Lana menyebut nama Tuhan aku langsung teringat Are. Sama halnya dengan Lana semoga Tuhan satu hati denganku untuk membuat Are sembuh. Aku mengucap amin Paling serius untuk kedua harapan itu.

"Udah kelar makanmu?" Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan Lana.

"Ayo Kita ke rumah sakit."

****

Aku berjalan dengan riang menuju ruang ICU sama sepertiku Lana juga terlihat sangat bersemangat.

"Jam besuk ICU jam berapa sih?"

"Nggak Tau."

"Minimal kalau Kita blom bisa masuk. Kita bisa ketemu sama Ale dan mamanya dulu. Ngobrol gitu." Ucap Lana bersemangat.

"Dari Mana kamu Tau mama Ale ada di sini?" Tanpa perlu menjawab dengan suara Lana memamerkan chat WA nya bersama Ale.

"Ceileh, dah rajin WAnan sekarang?" Godaku.

"Iya dong." Lana berucap bangga.

"Ruth."

Aku mendengar seseorang memanggil namaku dengan spontan aku berbalik. Ternyata itu suara Brisam teman baik Are.

"Udah lama Kita ngga ketemu ya Ruth. Gimana kabarmu?"

"Baik. Kamu gimana Bri?"

"Senang kamu masih mengenaliku." Aku tertawa mendengar perkataan itu.

"Kita cuma ngga ketemu beberapa tahun bukan berarti aku jadi amnesia." Gantian Brisam yang tertawa mendengar perkataanku.

"Ini siapa Ruth?" Lana berusaha mencari tahu siapa laki-laki yang sedang berbicara denganku.

"Oh, ini Brisam temen baik Are. Temen main musik gitulah." Lana hanya mengangguk mendengar penjelasannku.

"Bri, ini Lana. Mantan pacar Ale." Ucapku yang disusul dengan cubitan Lana yang mendarat empuk di lenganku.

Lihat selengkapnya