Daniel memasuki gedung megah itu dengan di ikuti Hyunjin dan Solbin yang ada di belakangnya. Mereka baru saja menyelesaiakan pertemuan dengan kolega perusahaan Daniel. Banyak pasang mata yang menatap kedatangan Daniel dengan pandangan takjub.
Bagaimana mereka tidak terpesona dengan Daniel, saat ini Daniel hanya mengenakan kemeja putih lengan panjang yang di lipatnya sampai ke siku, kancing atas yang di biarkan terbuka. Jas hitam yang saat Daniel pergi tadi melekat di tubuhnya, ini sudah berpindah di genggaman tangan kirinya. Daniel memang akan selalu tampil formal jika ke kantor, namun saat selesai menemui pertemuan dengan kolega Daniel di luar kantor lalu kembali, laki-laki itu akan selalu melepas jas hitamnya, dan hanya menyisakan kemeja yang melekat di tubuhnya.
“ Kapan kau akan mengurangi kadar ketampananmu itu Daniel?” kata Hyunjin yang berjalan di sebelah Daniel.
Daniel menoleh kearah Hyunjin tanpa menghentikan langkahnya, “ Sebenarnya aku juga tidak ingin, tapi mau bagaimana lagi.” Daniel menjawab dengan nada sedikit sombong.
Hyunjin berdecih melihat kelakuan sahabat sekaligus bosnya ini yang mulai membanggakan dirinya, “ Lihatlah, mereka semua tidak henti-hentinya berteriak histeris jika melihatmu. Padahal aku juga tidak kalah tampan jika di banding dirimu.”
Solbin yang mendengar hal itu, ikut menimpali perkataan Hyunjin, “ Kurasa aku harus segera ke toilet untuk mengeluarkan isi perutku saat mendengarmu mengatakan hal itu,” kata Solbin sambil memutar kedua bola matanya malas.
“ Yakk.. Nuna!” Hyunjin memukul lengan Solbin pelan.
Solbin dan Daniel tertawa melihat Hyunjin yang marah saat di goda Solbin.
“ Emm.. Nuna?” Panggil Daniel tanpa menghentikan langkahnya.
Solbin menoleh kearah Daniel, “ Kenapa?”
“ Apa kau mengingat gadis yang kita temui di bandara beberapa minggu yang lalu itu?” tanya Daniel saat mereka sudah tiba di sebuah cafeteria perusahaan dan memilih tempat duduk di ujung ruangan di dekat kaca besar.
Bukan tanpa alasan Daniel dan teman temannya memilih tempat duduk yang terletak hampir di sudut ruangan. Cafeteria itu terletak di lantai tiga gedung bangunan itu. tempat itu adalah tempat favorit mereka setiap kali mereka makan di sana. Karena di tempat itu, mereka bisa menikmati pemandangan luar kota Seoul, melihat para pejalan kaki dan orang yang hanya sekedar berlalu lalang di trotoar pinggir jalan.
“ Maksudmu gadis bernama Lyra itu?” tanya Solbin sambil membuka kotak bekal makanannya yang sesaat tadi sempat di titipkannya di bagian resepsionist sebelum dirinya, Daniel dan Hyunjin pergi menemui client. Ruangan Solbin terletak di lantai empat, karena Solbin sudah hafal bahwa mereka akan selalu makan di cafeteria perusahaan, maka Solbin menitipkan sementara bekal yang di bawanya dari rumah ke bagian resepsionist, sehingga saat dirinya tiba, Solbin tidak perlu lagi kembali ke ruangannya di lantai empat dan turun kembali ke lantai tiga untuk menuju cafeteria.
Daniel mengangguk mengiyakan, “ Iya, gadis bernama Lyra itu.”
“ Memangnya kenapa dengan gadis itu?” Solbin mulai menyendokkan sendok berisi nasi dan lauk ke dalam mulutnya.
“ Apa kau mempunyai nomer ponsel gadis itu?” tanya Daniel hati-hati.
Solbin terkejut lalu memandang Daniel heran. Keningnya berkerut samar, “ Kenapa tiba-tiba sekali?” tanya Solbin tanpa beniat menjawab pertanyaan Daniel.
“ Ya?”
“ Kenapa tiba-tiba sekali menanyakan nomer ponselnya. Kurasa kau adalah orang yang tidak suka mengungkit ungkit kembali masalah yang sudah beres.” Jawab Solbin santai.
Sebelum Daniel menjawab, Hyunjin sudah kembali dengan nampan yang berisi makanan yang di pesannnya sekaligus pesanan Daniel. Hyunjin mengambil posisi duduk tepat di samping Daniel.
“ Ini makananmu.” Hyunjin menyodorkan makanan yang di pesan Daniel.
“ Terima kasih.”
Hyunjin hanya menganggukkan kepalanya, lalu mulai menyantap makanannya sendiri, “ Ngomong-ngomong Daniel, soal kalung yang kau perbaiki itu sudah selesai. Teman ku tadi menghubungiku untuk memberi tahu hal itu.” kata Hyunjin
“ Benarkah? Cepat sekali?” tanya Daniel heran. Karena dirinya baru dua hari yang lalu menyerahkan kalung itu pada Hyunjin dan meminta tolong pada sahabatnya itu untuk memperbaiki kalung milik Lyra yang dia temukan saat makan malam di kedai waktu itu.
“ Kalung itu hanya di perbaiki saja. Jadi prosesnya cepat. Lain halnya jika kau memesan kalung.”
“ Memangnya Daniel memperbaiki kalung apa?” tanya Solbin menimpali.
Hyunjin menatap Solbin yang ada di hadapannya, “ Hanya kalung biasa, dengan inisial LYRA.” Jawab Hyunjin menekankan kata Lyra pada kalimatnya.
Mata Solbin terbelalak kaget mendengar jawaban Hyunjin. Bahkan dia sampai hampir tersedak jika saja makanannya tidak segera dia telan. “ Lyra?”
“ Iya Lyra. Aku tidak tahu siapa Lyra itu. Tanyakan saja pada Daniel.” Hyunjin mengarahkan dagunya pada Daniel.
Solbin menatap Daniel lekat, “ Jadi kau meminta nomer ponsel Lyra untuk memberinya sebuah kalung?” tanya Solbin menyelidik.
“ Bukan begitu.” Daniel menggelengkap kepalanya, “ Nuna ingat saat kita makan malam di kedai dua hari yang lalu itu?”
Solbin menatap keatas, mencoba mengingat kejadian dua hari lalu.
“ Ohhh.. Kedai yang ada di dekat apartemen Hyunjin itu?” kata Solbin saat dirinya berhasil mengingat.
“ Benar.”
“ Lalu?”
“ Aku bertemu dengan gadis bernama Lyra itu disana. Sebenarnya tidak bisa di katakan bertemu. Hanya kebetulan saja aku melihatnya disana, saat dia juga makan malam bersama teman-temannya. Dia tidak sengaja menjatuhkan kalungnya, mungkin karena kalung itu putus, jadi dia tidak sadar. Jadi saat aku menemukannya, aku memutuskan untuk memperbaikinya terlebih dahulu sebelum mengembalikannya.” Jelas Daniel.
Kening Solbin berkerut samar, “ Tumben sekali kau peduli?” Tanya Solbin menggoda Daniel dengan menaik turunkan alisnya.
Daniel yang hendak menyuapkan makananya, menatap Solbin heran. Apa kata Solbin tadi? Peduli? Bahkan Daniel tidak sampai berfikir bahwa dia peduli. Dia hanya ingin melakukan niat baik saja.
“ Aku tidak peduli. Aku hanya ingin mengembalikan. Hanya itu.” jawab Daniel
“ Sampai harus di perbaiki juga, itu namanya bukan peduli yaa?” kali ini senyum Solbin mengembang. Memang sangat menyenangkan menggoda Daniel. Apalagi soal perempuan.
“ Memangnya Lyra itu siapa sih? Kenapa seakan kalian sudah sangat mengenalnya.” Tanya Hyunjin heran. Hyunjin merasa hanya dirinya yang tidak tahu apa-apa soal gadis bernama Lyra itu.