Lyra sedang duduk di sebuah bangku taman di tengah kota, Central Park sambil menikmati semilir angin musim semi yang menyejukkan hatinya. Lyra sedang menunggu seseorang. Beberapa menit lalu orang itu menghubungi Lyra dan meminta Lyra untuk bertemu di Central Park dan menunggunya.
Tiba-tiba, ada sebuah tangan yang hangat dan besar melingkar menutup kedua mata Lyra. Lyra mengulaskan senyumnya, tentu saja Lyra tahu siapa pemilik tangan hangat itu.
“ Kau sudah datang?” tanya Lyra masih belum menghilangkan rasa senangnya.
Seseorang itu melepaskan tangannya yang menutupi kedua mata Lyra, lalu memilih untuk duduk di samping Lyra, “ Kenapa kau bisa tahu kalau itu aku?” tanya orang itu pada Lyra.
Lyra menatap seorang laki-laki yang sekarang duduk di sampingnya. Rasa bahagia kembali menyelimuti hatinya, “ Aku selalu tahu bahwa itu kau Rafael.” jawab Lyra tenang.
“ Bagaimana jika ternyata itu bukan aku? Tapi tangan laki-laki lain?”
“ Aku akan dengan senang hati menghajarnya.” Lyra tertawa terbahak-bahak, demikian dengan laki-laki yang di panggil Rafael itu.
“ Ya Tuhan. Kau menakutkan sekali Lyra.” Kata Rafael dengan tingakh yang di buat-buat seakan ketakutan.
Lyra menatap kearah Rafael tepat di kedua matanya saat mereka sudah meredakan tawa, keduanya kini terdiam saling pandang. Senyum tidak sedikitpun luntur dari kedua bibir mereka. Bahkan senyum itu semakin lama semakin mengembang.
“ Aku selalu tahu kalau itu kau. Karena hanya denganmu aku bisa merasa kehangatan dan kenyamanan. Semua tentang dirimu sudah termemori dengan permanen disini-” Lyra menunjuk pelipisnya “- Dan juga disini.” Lalu menunjuk turun tepat di hatinya.
Rafael tersenyum kearah Lyra, sama sekali tidak menyangka bahwa gadisnya bisa bersikap sangat manis seperti ini. “ Kau belajar dari mana bisa menggombal seperti itu hmm?” Rafael mengarahkan tangannya mencubit pipi Lyra dengan gemas.
“ Aduhh.. Sakit Rafael.” Ucap Lyra dengan nada merajuk persis seperti anak kecil, sambil mengusap-usap pipinya.
“ Ya Tuhan..” Rafael menjulurkan tangannya mengusap-usap bekas cubitan yang dia berikan di pipi Lyra, “ Kau menggemaskan sekali.”
Lyra mempoutkan bibirnya sebal, “ Lagipula, aku itutidak menggombal. Aku bicara kenyataan.” Lyra melipatkan kedua tangannya di depan dada, tentu saja hal itu membuat Rafael yang sedang berada di samping Lyra menjadi gemas setengah mati. Ingin rasanya Rafael sekarang mencium kedua pipi Lyra yang sangat menggemaskan dan berwarna merah itu.
Rafael meraih kedua tangan Lyra dan di genggamnya tangan mungil itu dengan erat. Diarahkan tangan itu pada dada bidangnya. Bisa di rasakan Lyra, debaran jantung yang sangat cepat. Sama seperti yang selalu Lyra rasakan setiap kali bersama dengan Rafael.