Rumah milik Lyra tidak kecil, namun juga tidak bisa di katakan luas. Arsitekturnya juga sangat unik. Bergaya Eropa klasik. Daniel terus memandangi sekeliling rumah milik Lyra. Bisa di bilang, ukuran rumah milik Lyra mungkin sekitar lima puluh lima persen dari rumah milik Daniel yang begitu besar dan luas.
Daniel sebenarnya tidak ada niatan untuk mampir ke rumah Lyra, karena secara kebetulan dirinya sudah bertemu dengan gadis itu di jalan, jadi rasa rindunya sudah sedikit terobati. Meskipun Daniel sebenarnya ingin sekali lebih lama bersama Lyra, namun setelah di lihatnya wajah gadis itu sangat kelelahan, jadi Daniel urungkan niatnya untuk mengajak Lyra mampir hanya sekedar untuk makan malam.
Namun, tanpa Daniel sangka, justru saat sudah sampai mengantar Lyra sampai di depan rumahnya, gadis itu menawarkan Daniel untuk mampir sebentar masuk. Entah bagaimana perasaan Daniel saat ini, yang pasti senyum yang terlukis di bibir laki-laki itu sama sekali tidak luntur sedikit pun sejak di injaknya rumah Lyra untuk pertama kalinya.
“ Kau mau minum apa?” tanya Lyra yang baru saja keluar kamarnya untuk berganti pakaian tidur. “ Maaf, aku berpakaian seperti ini, tapi memang beginilah aku jika sudah di rumah.”
Daniel lagi-lagi tersenyum lebar, “ Tidak masalah.”
“ Duduklah. Jadi kau mau minum apa?” tanya Lyra sekali lagi.
“ Apa saja, asal bisa di minum.”
“ Mau minyak goreng?” canda Lyra dengan senyuman jahilnya.
Daniel terkekeh pelan sambil duduk di sofa ruang tamu. Tidak menyangka jika gadis dingin di hadapannya ini ternyata juga bisa melontarkan candaan, “ Ku bilang apa saja. Terserah dirimu.” Jawab Daniel akhirnya dengan candaan juga.
Lyra hanya mengangguk lalu melenggang pergi meninggalkan Daniel di ruang tamu. Hanya butuh waktu beberapa menit saja, sampai Lyra kembali menghampiri Daniel sambil membawa orange juice untuk dirinya dan Daniel.
“ Silahkan di minum.” Kata Lyra sambil meletakkan gelas Daniel dan gelasnya di atas meja, lalu meletakkan nampan di bawa meja.
Daniel mengangguk, lalu mengambil gelas miliknya dan mulai meminum orange juicenya dengan pelan-pelan. Dirinya memang sudah sangat haus dari tadi, beruntung Lyra menyajikan minuman orange juice untuk dirinya. Sambil sesekali Daniel melirik kembali ruang rumah Lyra, seakan dirinya memang sangat mengagumi rumah yang memang mungil ini, namun terkesan elegan dan sangat bersih dan juga rapi.
“ Aku suka rumahmu.” Kata Daniel sambil meletakkan kembali minumannya yang sudah tinggal setengah. “ Mungil, tapi terkesan elegan. Tidak lupa juga, rumah mu sangat rapi dan bersih.” Lanjut Daniel
Lyra tersenyum mendengar perkataan Daniel. “ Kau laki-laki kedua setelah kakak ku yang masuk ke rumahku.” Kata Lyra.
Mata Daniel terbelalak kaget. Benarkah itu? Dirinya laki-laki pertama? Ahh.. bukan.. tepatnya laki-laki kedua yang masuk ke rumah Lyra setelah kakaknya? Sungguh, jika itu memang benar, bukankah dirinya sangat beruntung sekarang? Bukan kah ini bisa disebut sebagai sebuah anugerah?
“ Aku tidak bohong.” Kata Lyra seakan tahu bahwa Daniel sedang menatapnya seakan bertanya Benarkah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. “ Aku tidak pernah mengajak atau menyuruh teman laki-laki ku untuk masuk ke rumah. Karena memang jika aku keluar bersama mereka, mereka tidak pernah mengantarku sampai rumah.” Lanjutnya.
“ Memangnya kenapa?” tanya Daniel.
Lyra hanya mengendikkan bahunya, “ Aku sendiri tidak tahu. Hanya saja aku lebih sering meminta mereka menurunkan ku di halte, lalu pulang naik bus dan berjalan sedikit untuk sampai di rumah. Aku memang lebih suka berjalan kaki sambil menikmati keindahan Seoul. Entah itu pagi, siang, sore ataupun malam.”
Daniel hanya menganggukkan kepalanya. “ Teman laki-laki mu banyak?”
Kata-kata itu bukan sebuah pernyataan. Tapi sebuah pertanyaan yang memang ingin di tanyakan Daniel pada gadis di hadapannya ini. Daniel memang tahu, bahwa pekerjaan Lyra mengharuskan dirinya untuk terus berurusan dengan laki-laki, bahkan bukan hanya setiap hari, tapi juga setiap saat. Bahkan tidak jarang juga beberapa dari mereka selalu berada disisi Lyra, mengingat Lyra adalah seorang Detective perempuan yang memang harus di lindungi, mengingat tidak terlalu handalnya Lyra dalam hal bela diri. Namun harus diakui Daniel, insting dan otak Lyra untuk menangkap para pernjahat memang di atas rata-rata.
“ Karena aku seorang Detective,” Lyra menggantung kalimatnya, jeda sejenak. Gadis itu mengambil gelas miliknya lalu dalam sekali teguk orange juice itu sudah berhasil masuk membasahi tenggorokkannya yang tiba-tiba terasa kering.
“ Sebenarnya mereka tidak perlu selalu berada di sisiku setiap saat,” Lyra meletakkan kembali gelasnya keatas meja, lalu menatap Daniel, “ Tapi kenyataannya aku membutuhkan mereka untuk melindungiku untuk sekarang ini. setidaknya sampai semuanya selesai.” Pungkasnya.
“ Sampai semuanya selesai?” Daniel menangkap ada suatu hal dalam nada bicara Lyra yang serius itu. seperti ada sebuah rasa ketakutan yang dirasakan oleh gadis itu. Seakan-akan, Lyra memang membutuhkan seorang laki-laki yang bisa menjaganya dari sebuah bahaya yang sedang mengancamnya sekarang.
Lyra hanya menganggukkan kepalanya tanpa berniat menjawab pertanyaan Daniel. Dirinya hanya berifikir, belum saatnya untuk Daniel tahu semuanya. Masih belum waktunya.
Dilihatnya Lyra, gadis itu masih diam tidak bergeming setelah Daniel menanyakan pertanyaan terakhir. Namun sepertinya Daniel tahu, jika Lyra tidak ingin melanjutkan pembicaraannya barusan.
Akhirnya Daniel menghembuskan nafas pasrah, membuat Lyra yang awalnya sedang menatap karpet, mengalihkan pandangannya pada Daniel.
“ Kurasa sudah sangat malam Lyra, aku harus pulang.” Kata Daniel pamit pada Lyra.
Lagi-lagi gadis itu hanya mengangguk, lalu segera berdiri setelah melihat Daniel berdiri dan mulai berjalan kearah pintu.
“ Terima kasih untuk minumannya,” Daniel menjeda kalimatnya, “ Dan terima kasih juga karena sudah mengizinkan ku main ke rumahmu, meskipun hanya sebentar.” Kata Daniel sambil tersenyum.
“ Tidak masalah. Terima kasih kembali karena sudah mengantarku pulang.”
Daniel membuka kenop pintu rumah Lyra, saat dirinya hendak melangkah keluar, tiba-tiba tangannya di tarik paksa oleh Lyra. Gadis itu secara spontan memutar tubuh Daniel dan menudukkannya di lantai. Tak lama setelah itu, terdengar suara tembakan yang masuk ke rumah Lyra dan berhasil memecahkan vas bunga Lyra yang memang berada tepat di atas meja.
PYARRR....
Lyra menutup kedua telinga Daniel dengan tangan mungilnya. Namun sayang, usaha Lyra itu tidak berhasil meredam suara tembakan yang memecahkan vas bunga itu. Mata Daniel terbelak kaget saat mendengar suara itu. Daniel mendongak kan kepalanya melihat apa yang terjadi. Betapa terkejutnya Daniel saat melihat sebuah peluru tergelat di lantai, dengan sebuah vas bunga yang sudah hancur berkeping-keping.
Daniel mengalihkan pandangannya pada Lyra. dilihatnya wajah gadis itu sekarang berubah menjadi tegang. Kedua tangannya yang semula menutup telinga Daniel kini terkepal kuat di sisi tubuhnya. Mata Lyra memancarkan kemarahan. Tanpa aba-aba, gadis itu berdiri dengan tergesa-gesa lalu berjalan cepat kearah ponselnya yang tergeletak di atas meja. Dengan sekali tekan, Lyra sudah menempelkan ponselnya ke telinga.
“ Halo.. ini aku. Tolong siapkan semuanya besok. Aku sudah tidak bisa bersabar. Dia sudah berani menyerang sampai ke rumahku.” Ucap Lyra dingin.
Daniel bisa merasakan, bahwa amarah Lyra sekarang sudah sampai di puncaknya. Matanya tidak berhenti memancarkan aura kemurkaan seorang gadis yang ketenangannya sedang di ganggu saat ini.
Lyra mengalihkan tatapannya, tiba-tiba dirinya teringat bahwa masih ada Daniel di rumahnya. Sudah di pastikan, laki-laki yang masih duduk di lantai itu yang juga sedang menatapnya, hidupnya sudah tidak akan sama lagi esok hari.
“ Dan satu lagi,” Lyra menggantungkan kalimatnya, mencoba berfikir, apa keputusannya saat ini benar atau tidak. Tapi tidak ada jalan lain, Lyra sudah melibatkan Daniel, jika dirinya tidak bertindak, laki-laki itu akan dalam bahaya, “ Aku membutuhkan James dan juga anak buahnya untuk melindungi seseorang.”
Lyra akhirnya memutus sambungan telfon secara sepihak lalu bergerak menghampiri Daniel dan membantu laki-laki itu untuk berdiri.
“ Kau tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?” jelas sekali ada nada kekhawatiran dalam perkataan Lyra.