When The Darkness Becomes To The Light

Agid Zoe
Chapter #18

BAB 17

Daniel terbangun dari tidurnya, tubuhnya terasa pegal-pegal. Karena bisa di bilang, semalanan dirinya susah tidur. Meskipun sofa Lyra ini tergolong empuk dan juga sedikit lebar, tapi tetep saja, dirinya masih merasa pegal-pegal. Mungkin karena tidak terbiasa.

Dirinya menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, melipatnya dan kemudian meletakkannya di samping bantal di pinggiran sofa. Daniel mulai bangkit berjalan kearah kamar mandi, hanya untuk sekedar mencuci muka. Daniel akan mandi di rumahnya saja nanti.

Saat Daniel berjalan kearah kamar mandi, tiba-tiba sudut matanya menangkap sesuatu objek yang berada di atas pantry dapur. Ada sepiring nasi goreang seafood yang sudah lengkap dengan air minum di sampingnya.

Dilihatnya ada secarik kertas yang terselip di bawah piring. Di ambilnya kertas itu, ternyata sebuah memo yang di tulis oleh Lyra.

Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. Maaf aku harus pergi tanpa berpamitan. Semoga kau menyukainya.

Lyra.

Kedua sudut bibir Daniel tertarik keatas membentuk sebuah senyuman. Lagi-lagi, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Padahal hanya sebuah memo. Memo yang di tinggalkan oleh Lyra, namun entah kenapa perasaan bahagia itu lagi-lagi datang padanya.

Ahhh.. sepertinya Daniel semakin jatuh cinta dengan gadis itu. Daniel kemudian duduk di salah satu kursi pantry dapur. Menggeser nasi goreng buatan Lyra hingga tepat berada di hadapannya.

Senyumnya tidak berhenti mengembang, saat mencium aroma wangi dari masakan itu. Dia pintar memasak. Batin Daniel.

Daniel mulai melahap nasi goreng itu, dan rasa senangnya bertambah berkali lipat setelah di rasakannya rasa nasi goreng itu sangat pas di lidahnya. Benar-benar lezat.

Sambil terus menikmati nasi gorengnya, Daniel mengedarkan pandangannya ke seisi ruang tamu Lyra. Hingga matanya terpaku pada sebuah bingkai foto kecil yang berada di meja kecil di dekat sebuah etalase kaca milik Lyra. Daniel meletakkan sendoknya, lalu berjalan menghampiri meja itu.

 Perlahan Daniel mengambil bingkai foto itu. Di tatapnya sebuah foto yang menampilkan seorang gadis cantik dan manis yang tersenyum lebar kearah kamera sambil mengacungkan kedua jari tangan kirinya membentuk huruf V, tidak lupa juga seorang laki-laki yang berdiri di samping gadis itu, sambil menggenggam tangan sang gadis dengan sangat erat. Bahkan di foto itu sang lelaki tidak menoleh kearah kamera. Laki-laki itu justru tersenyum kearah sang gadis, seakan ingin menunjukkan kepada semua orang, bahwa gadis itu adalah pusat dunianya.

Seketika ingatan Daniel kembali pada kejadian beberapa minggu lalu, saat dirinya dan Hyunjin bersitegang soal Lyra.

“ Dia Rafael…” Hyunjin menggantung kalimatnya.. “ Tunangan Lyra.” Akhirnya, kata-kata itu keluar dari mulut Hyunjin

Diam. Tubuh Daniel membeku seketika. Dia sama sekali tidak memperlihatkan reaksi apapun atas jawaban Hyunjin. Sekujur tubuhnya lumpuh. Udara di sekitarnya tiba-tiba terasa habis. Dia kesulitan bernafas. Nafasnya tercekat. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Hatinya terasa di tusuk dengan ribuan jarum yang tajam. Daniel merasa kedua matanya kini memanas. Daniel membuka mulutnya, namun tidak ada suara yang keluar. Hingga tanpa dia sadari, sebutir air mata jatuh membasahi pipinya. Sakit.

 “ Dia sudah meninggal.” Lanjut Hyujin setelah melihat ekspresi wajah Daniel.

Daniel menatap Hyunjin dengan pandangan tidak percaya. Apa yang baru saja di dengarnya? Laki-laki itu tunangan Lyra? Tapi dia sudah meninggal? Bagaimana bisa?

 “ Dia meninggal lima tahun lalu.”

 “ Bagai-“

 “ Di bunuh.”sahut Hyunjin dengan cepat.

 Mata Daniel terbelalak lebar. Lagi. Sebuah kenyataan yang sama sekali tidak terbayangkan oleh Daniel. Kenyataan saat mendengar tunangan Lyra meninggal saja sudah membuat Daniel lemas, di tambah dengan sebuah kenyataan bahwa laki-laki itu meninggal karena di bunuh.

“ Dia di bunuh oleh seorang kaki tangan musuh ayah Lyra. Dan..” Hyunjin menggantung ucapnnya, seakan tidak sanggup melanjutkan kembali kata-kata yang mungkin akan membuat Daniel semakin terpukul setelah mengetahui kebenaran yang sebenarnya.

“ Dan apa?” Daniel bertanya dengan suara bergetar. Tiba-tiba perasaan tidak tenang menyeruak masuk ke dalam hatinya. Seakan dirinya sudah tahu bahwa lanjutan kalimat yang akan di ucapkan Hyunjin adalah sebuah kenyataan baru yang sangat menyakitkan.

Hyunjin menatap kearah Daniel, bisa dilihatnya jika wajah Daniel sudah pucat pasi. Hyunjin menarik nafas panjang lalu mengehembuskannya secara perlahan. “ Dia… Rafael..-“

Daniel masih menunggu Hyunjin yang menjeda ucapannya. Dadanya tiba-tiba semakin berdebar dengan sangat kencang menanti kalimat lanjutan itu.

“- Dia di bunuh, di hadapan Lyra.”

Lihat selengkapnya