Lyra terus berusaha berlari dengan sekuat tenaga. Dengan sisa-sisa tenaga yang di milikinya. Air matanya tidak berhenti menetes, malah semakin lama semakin deras. Sudah tidak di pedulikannya lagi sayup-sayup suara beberapa orang yang berpapasan dengannya mengatai dirinya gila.
Tapi ya. Memang benar. Dirinya sudah gila sekarang. Ingatan tentang kejadian lima tahun lalu kembali menghantui dirinya. Di jalan raya ini, dengan tujuan satu tempat yang sama. Seseorang. Seseorang tengah menunggunya di sana, di tempat terkutuk yang seumur hidup tidak ingin Lyra datangi lagi. Di sebuah tempat yang menjadi awal kehancuran hidupnya. Tempat yang merenggut semua kebahagiaan Lyra dalam sekejab.
Tubuh Lyra penuh dengan luka, namun sudah tidak di pedulikannya rasa sakit itu. Bajunya juga terdapat banyak noda darah setelah mengalami perkelahian sengit beberapa jam lalu. Lyra berlari dengan cepat tanpa arah, berulang kali dirinya menubruk beberapa orang yang berpapasan dengannya. Hingga cacian dan umpatan keluar dari mulut mereka melihat Lyra yang sudah seperti orang kehilangan akal.
Kini, Lyra sudah berdiri di tempat itu. Sebuah gang kecil yang akan menghubungkannya dengan tempat yang bagi Lyra seperti neraka. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Tubuhnya bahkan bergetar hebat. Lyra ketakutan. Sangat takut. Bayangan itu muncul lagi. Kembali hadir dalam pikirannya. Seorang laki-laki yang teduduk dengan bagian tubuh yang terikat, dan dengan sebuah senjata yang tertuju di pelipisnya.
Lyra memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing sekarang. Sekuat tenaga Lyra menggelengkan kepalanya.
Tidak. Tidak. Jangan lagi, kumohon jangan lagi.
Lyra terus menerus meneriakkan hal itu dalam hatinya.
Dengan perlahan. Lyra mulai berjalan menyusuri sebuah gang sempit itu. Tiada henti Lyra merapalkan banyak doa untuk seseorang yang sekarang sedang berada disana, seseorang yang membutuhkan bantuan Lyra. Seseorang yang sedang mempertaruhkan nyawanya untuk Lyra. Air mata Lyra mengalir semakin deras. Tubuhnya terguncang hebat. Lyra sebenarnya sudah tidak mempunyai sisa-sisa tenaga lagi untuk berlari, bahkan untuk berjalan sekarang pun sebenarnya terasa sangat susah. Kedua kakinya terasa semakin lemas saat Lyra menginjakkan kaki di jalan gang sempit itu. Tapi tidak ada yang bisa Lyra lakukan lagi sekarang. Dirinya harus kesana, menyelamatkan seseorang yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Tuhan.. kumohon bantulah aku.. bantulah aku menyelamatkan dirinya.. Aku tidak ingin kehilangan lagi Ya Tuhan.. sudah cukup dulu kau mengambilnya dariku, Tolong.. untuk kali ini.. dengarkan doa ku.. selamatkan dirinya.. aku rela mengganti nyawaku dengan dirinya, kau boleh mengambil nyawaku Tuhan.. tapi ku mohon, selamatkan dirinya.. ku mohon..
Lyra mendongak kan kepala menatap lagit. Setetes air hujan menetes jatuh di pipi Lyra. Sejak kapan langit berubah mendung? Lyra sama sekali tidak menyadari itu.
“ Jika suatu saat nanti aku pergi meninggalkanmu lebih dulu, jangan menangis yaa..”
“ Tidak. Kau tidak boleh pergi lebih dulu. Kita akan pergi sama-sama.”
“ Lyra, dengarkan aku. Meskipun aku meninggalkanmu, kau harus percaya bahwa aku akan tetap mencintaimu sepenuh hatiku.”
“…”
“ Aku akan selalu bersamamu Lyra, diatas sana. Aku dan Tuhan akan selalu menjagamu dari atas sana.”
“…”
“ Jika ada setetes air hujan jatuh membasahi wajahmu, maka itu artinya aku sedang merindukanmu. Dan yakinlah. Saat itu aku sedang melihatmu dari sana dan juga memelukmu. Aku berjanji Lyra, aku akan selalu melindungi mu. Meskipun aku sudah tidak ada di sampingmu. Aku berjanji.”
Seulas senyum terukir di bibir Lyra kala dirinya mengingat memori percakapannya dengan Rafael saat itu.
“ Apa kau sedang merindukan ku dari sana Rafael? Apa kau juga sedang memelukku dari sana sekarang? Apa kau juga sedang melihatku sekarang dari sana?” lirih Lyra sambil masih mendongakkan kepalanya menatap langit mendung. Seakan dirinya memang sedang berbicara dengan Rafael dari alam yang berbeda.
Lyra menghembusakan nafasnya, di pejamkannya mata Lyra “ Rafael.. Aku juga merindukanmu. Sangat. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi mu di hatiku. Tidak akan ada. Namun Rafael, aku mencintai seseorang sekarang. Aku sudah mengatakan padamu bukan waktu itu saat aku pergi untuk mengunjungimu?”
“ Rafael…” kembali air mata mengalir membasahi pipinya. Kini suara Lyra tercekat di tenggorokan, rasanya sangat susah untuk berbicara kala dirinya kembali mengingat tentang Rafael, “ Maaf, aku mengingkari janjiku untuk menjadi wanita yang kuat. Nyatanya, aku tidak bisa. Aku lemah sekarang Rafael. Seseorang sedang mempertaruhkan nyawanya di dalam sana. Dan itu terjadi lagi-lagi karena diriku. Di rumah itu, sebuah rumah yang seperti neraka bagiku. Sebuah rumah yang telah membuat aku kehilangan dirimu. Dia sedang bertahan disana Rafael.. menungguku datang untuk menyelamatkannya..”
“ Rafael.. Aku mencintainya.. Aku mencintainya..”
“ Kumohon bantulah aku.. katakan pada Tuhan.. aku membutuhkan pertolongan-Nya.. aku tidak ingin kehilangan lagi Rafael.. aku tidak ingin.. “
“ Ku mohon katakan pada Tuhan.. aku siap menukar nyawaku dengan dirinya.. aku siap untuk bertemu denganmu.. beri aku kekuatan Rafael.. genggam tangan ku dari sana, peluklah aku dari sana.. berikan aku kekutan untuk menyudahi semuanya.. “
“ Ku mohon Rafael.. Ku mohon..”
Air mata Lyra semakin deras mengalir, lututnya terasa sangat lemas, hingga membuat Lyra jatuh terduduk di tanah dengan kedua lutut yang menjadi tumpuannya. Setetes air hujan tadi, yang terus turus membasahi bumi, kini menjadi rintikan air hujan yang semakin lama semakin deras. Lyra membenamkan wajahnya di kedua telapak tangannya. Tubuhnya bergetar hebat karena tangisan yang semakin lama semakin keras. Lyra benar-benar hancur sekarang. keadaan Lyra kacau. Tidak di pedulikannya badan Lyra yang semakin basah karena hujan deras itu. Dirinya hanya ingin satu sekarang. Lyra ingin Daniel selamat. Bagaimana pun caranya.
Lyra sudah meminta pertolongan kepada Tuhan, dirinya juga sudah mengatakan semua isi hatinya kepada Rafael. Berharap laki-laki yang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya itu bisa mendengar semuanya di atas sana. Bagaimana Lyra sangat membutuhkan kekuatan sekarang untuk menghadapi semuanya. Untuk menyelamatkan seorang laki-laki yang sedang berjuang untuk hidup di dalam sana.
Perlahan Lyra bangkit. Di paksakaannya diri Lyra untuk tegar, meskipun nyatanya tak bisa. Dirinya berjalan perlahan menuju tempat tujuan. Berulang kali Lyra selalu merapalkan doa dalam setiap langkahnya. Berharap agar Tuhan benar-benar mau menolongnya saat ini. Apapun akan Lyra lakukan untuk Daniel. Apapun itu. Asalkan Daniel selamat. Lyra akan mengorbankan segalanya.
Hingga akhirnya perjalanan panjang yang di tempuhnya berakhir di sini. Di sebuah bangunan besar dan megah. Yang masih setia berdiri kokoh meskipun sudah berpuluh puluh tahun di tinggalkan oleh penghuninya.
Sebuah bangunan yang masih tetap sama. Bangunan yang begitu menyeramkan jika di pandang oleh orang-orang yang lewat, tak terkecuali Lyra. Bangunan yang menyimpan sejuta kenangan pahit untuk hidup Lyra. Dan bangunan yang menjadi akhir perjalanan hidup dari Rafael.
Dengan tangan yang bergetar, Lyra mulai mengangkat tangannya dan membuka gerbang tua yang melindungi bangunan rumah tua itu. Lyra berjalan perlahan menuju pintu utama. Tubuh Lyra gemetar hebat. Keringat mengucur deras bercampur dari pelipisnya.
Lyra memegang gagang pintu, lalu mulai mendorong pintu kedalam dengan perlahan. Jika lima tahun lalu saat dirinya memasuki rumah tua itu akan di suguhkan dengan pemandangan seorang laki-laki yang di ikat di sebuah kursi di tengah ruangan, namun kali ini pemandangan itu tidak ada. Hanya sebuah ruangan kosong yang masih tetap sama seperti lima tahun lalu. Lyra berjalan ke tengah ruangan, berharap menemukan sebuah petunjuk dimana keberadaan Daniel di rumah itu.
Brakkk…
Lyra terlonjak kaget saat pintu yang sesaat tadi di bukanya tiba-tiba tertutup dengan rapat. Dan berbunyi klik, menandakan bahwa pintu sudah terkunci. Lyra berlari kearah pintu, lalu mencoba membukanya dengan. Terkunci. Lyra terus menggedor gedor pintu itu.
“ Bukaaa!!!!” Lyra berteriak dengan keras sambil terus mencoba untuk membuka pintu dengan kasar.. “ Buka pintunya!!!”
Tidak pernah terpikirkan oleh Lyra, jika dirinya sedang di jebak sekarang. Tapi bagaimana bisa? Bukankah tadi Jason sendiri yang mengirim lokasi keberadaan Daniel sekarang?
Lyra yakin dirinya tidak salah lihat. Lyra juga yakin jika alamat yang di tunjukkan adalah tempat ini. Tapi kenapa rumah ini kosong? Kenapa tidak ada Daniel di dalam?
Prokk.. Prokk.. Prokk..
Sebuah suara tepuk tangan berhasil membuat Lyra berhenti dari usahanya menggedor gedor pintu.
“ Ku kira kau tidak akan datang.” Suara berat seorang pria menyambangi telinga Lyra. Namun dirinya masih tidak bergeming dari keterdiamannya. Dirinya masih betah berdiam diri, menunggu kelanjutan kalimat yang ingin pria itu ucapkan.
“ Bagaimana kejutanku kali ini? Membuatmu terkejut?” kata pria itu kali ini dengan sebuah smirk di bibirnya yang tidak bisa di lihat Lyra.
“ Sebenarnya aku masih ingin sekali bermain-main lebih lama dengan dirimu, tapi kurasa-“ Pria itu menggantungkan kalimatnya, “-Aku harus mengakhiri semuanya sekarang.” tandasnya tajam.
Lyra melepas genggaman tangannya pada hendel pintu, lalu memutar tubuhnya. Sehingga gadis itu sekarang bisa berhadapan dengan seorang pria yang memakai masker dan topi hitam, yang berjarak seratus meter dari hadapannya.
Pria itu mendongak, menatap Lyra tajam tepat di manic matanya. Lyra dapat melihat dengan jelas kilatan amarah yang besar di kedua mata pria itu. Tunggu! Bukan! Bukan hanya amarah. Namun juga dendam. Dendam yang akan segera di tuntaskannya setelah menunggu selama bertahun-tahun. Kini saatnya. Sudah saatnya pria itu membereskan semuanya. Termasuk menghancurkan Lyra.
“ Aku sudah menunggu sampai detik ini. kau tahu bagaimana penderitaanku saat melihatmu baik-baik saja Lyra? meskipun sebenarnya aku bisa saja menghabisi nyawamu juga saat itu. saat aku menghabisi nyawa kekasihmu.”
Kedua tangan Lyra mengepal di sisi tubuhnya. Gigi gadis itu gemeretak. Menandakan bahwa dirinya sudah sampai di puncak amarahnya sekarang. mengingat bagaimana saat itu Rafael di habisi dengan cara tidak manusiawi.
“ Hanya saja menurutku, melihatmu menderita jauh lebih menyenangkan daripada langsung melihatmu mati di hadapanku.”
“ Apa maumu?” Lyra akhirnya buka suara. Kata-kata gadis itu begitu tajam. Aura gelap sudah menyelimuti dirinya. Tidak ada lagi ampun bagi siapapun yang menyakiti orang-orang yang sangat di sayanginya.
“ Sederhana,-“ pria itu membuka topi dan maskernya, kemudian melemparkannya asal, “-Aku hanya ingin melihatmu mati. Di tanganku.”
Lyra terkejut bukan main saat dirinya melihat siapa sebenarnya pria itu. Lyra ingat. Sangat ingat. Pria itu adalah sahabat dari ayahnya. Seorang pria yang pernah Lyra lihat di sebuah foto yang berada di meja kerja kantor ayahnya puluhan tahun silam.
“ Terkejut melihatku Lyra?” tanya pria itu dengan smirk di bibirnya.
“ Kau?”
“ Kurasa ayahmu pernah membanggakan diriku padamu. Sahabatku itu memang seseorang yang sangat baik. Tapi tidak lagi setelah dia merampas dan menghancurkan hidupku.”
“ Ayahku tidak pernah mempunyai musuh. Ayahku bukan orang jahat.” Tandas Lyra tajam.
Pria itu hanya menampilkan smirknya, tersenyum sinis kepada Lyra. “ Kau tidak tahu apa-apa Lyra, kau masih terlalu kecil untuk tahu apa kebejatan ayahmu sendiri.”
“ Jangan menjelek-jelekkan ayahku.” Kata Lyra sambil berteriak meluapkan semua amarahnya. Sungguh, Lyra tidak akan masalah jika dirinya yang di hina, asal jangan keluarganya. Lyra benci hal itu. Lyra benci kepada seseorang yang menghina keluarganya.
“ Tapi itulah kenyataannya Lyra. Kau tidak tahu kan, seberapa bejat kelakuan ayahmu di masa lalu? apa yang di lakukan ayahmu sehingga membuatku begitu membencinya?” kata Pria itu berdesis.
Pria itu berjalan satu langkah kearah Lyra, “ Tapi aku cukup senang sekarang. Setidaknya ayah dan ibumu sudah tidak bernyawa sekarang.”
Tubuh Lyra bergetar hebat. Kembali mengingat kematian kedua orang tuanya karena mengalami kecelakaan. Kematian kedua orang tua Lyra pun sebenarnya bukan murni kecelakaan, ada campur tangan dari orang lain yang mensabotase mobil yang di tumpangi kedua orang tua Lyra. Namun sayangnya, sampai sekarang, polisi bahkan sampai Lyra sendiri pun tidak bisa mengusut kasus kematian orang tuanya lebih jauh. Karena jejak dan bukti sama sekali tidak ada yang bisa Lyra dapatkan. Semuanya seakan lenyap bagai di telan bumi. Tidak ada yang tersisa.
“ Bagaimana permainan ku Lyra? aku bisa melampaui kemampuan otakmu bukan? Sehingga kau dan polisi sama sekali tidak bisa menuntastan kasus kematian kedua orang tuamu?”
“ Kau-“
Pria itu tertawa keras, melihat perubahan wajah Lyra yang terkejut sekaligus menunjukkan kemurkaan itu, “ Ya! Tebakanmu tepat sekali Lyra. Akulah orangnya! Akulah orang yang menyebabkan kematian kedua orang tuamu!” Jawab pria itu dengan lantang.
“ Bajingan!!!”
Lyra berjalan cepat kearah pria itu. Amarahnya sudah memuncak. Gadis itu sudah sangat murka. Lyra langsung mengarahkan pukulan kearah wajah pria itu hingga membuat pria itu tersungkur.
“ Kau bajingan!!!”
Lyra berjongkok lalu menarik kerah kemeja yang pria itu, hingga membuat pria itu mendongakkan kepalanya.
“ Kau pembunuh!! Kenapa kau membunuh keluarga ku? Kenapa kau membunuh Rafael? Kenapa kau merenggut kebahagianku? Kenapa?!!” Lyra berteriak dengan histeris di depan wajah pria itu.
Sedangkan pria itu, hanya tersenyum sarkas mendengar semua luapan kemarahan Lyra. dirinya memang sengaja untuk tidak membalas pukulan Lyra, meskipun sebenarnya dia sangat ingin membalas pukulan gadis di hadapannya itu yang cukup keras, hingga membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah yang cukup banyak.
“ Katakan!!! Katakan kenapa?!!!”
“ Karena ayahmu menghancurkan hidupku!! Karena ayahmu merenggut semuanya dariku!!” kata pria itu dengan keras dan tajam.