When Winter Meets Summer

Fissilmi Hamida
Chapter #3

Luka Lama di Hati Mama

Kata orang, namaku unik. Begitu juga dengan nama kedua kakakku. 

Kakak pertamaku, Alan Primary Wardhanu. Kakak keduaku, Lydia Secondary Wardhanu. Lalu aku, Aswin Tertiary Wardhanu. Lucu sekali. Primary, Secondary, Tertiary. 

Ah, jadi ingat pelajaran sekolah soal kebutuhan primer, sekunder, dan tertier. 

Primary, apa itu berarti Mas Alan adalah anak yang utama? Lalu Secondary, berarti Mbak Lydia adalah anak sekunder, dan aku Tertiary, anak yang serupa dengan kebutuhan tertier? Yang selalu dikesampingkan?

Bisa jadi. 

Buktinya, Mama fine-fine saja melihat Mas Alan menjalin cinta dengan Zenita.

Sudah sejak SMA mereka menjalin cinta. Zenita ini teman sekelasku saat SMP. Aku dan Zenita berpisah saat SMA karena aku masuk SMA Negeri ternama. Sedang Zenita masuk ke SMA di mana Mas Alan berada. Lalu begitulah, mereka jadi saling kenal dan memulai kisah indah. 

Zenita sering ke rumah, bahkan bebas bercengkerama dengan Mama. Mama pun selalu berbinar saat berjumpa dengan Zenita. Sedang dengan Raisa? Mama tak pernah menunjukkan wajah ramah saat kuajak Raisa ke rumah. Entah apa yang salah. Ah iya. Mas Alan dan Zenita sebentar lagi akan menikah. 

Mbak Lydia, sebagai anak sekunder, nasibnya soal restu tak semulus Mas Alan. Dulu Mbak Lydia menjalin cinta dengan Mas Haris, lulusan Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang. Mbak Lydia dan Mas Haris ingin menikah muda, segera setelah mereka menggondol gelar sarjana. 

Mama tak merestui. Mama bilang, Mas Haris yang saat itu masih co-ass, tak akan bisa menghidupi Mbak Lydia. Mas Haris dan Mbak Lydia terpaksa setuju untuk saling menunggu hingga mapan. Tapi di masa penantian, Mbak Lydia justru bertemu dengan Mas Seno, prajurit TNI tampan. 

Kisah mereka cukup lucu. Biar kuceritakan pada kalian agar kalian tak bosan mendengar kisah cintaku yang menyedihkan itu. 

Aku dan keluargaku tinggal di Purworejo, meski aku merantau ke Yogyakarta.  

Rumahku bersebelahan dengan komplek TNI, Kesatrian, Yonif 412 Purworejo. 

Hari itu serombongan prajurit tengah lari pagi. Entah bagaimana awalnya, plastik keresek yang dibawa Mbak Lydia yang baru saja pulang dari pasar, tiba-tiba jebol hingga jeruk di dalamnya berjatuhan, menggelinding ke jalan. 

Melihat Mbak Lydia kelimpungan, Mas Seno meninggalkan barisan. Tak lagi mendengarkan atasan, Mas Seno justru memunguti jeruk-jeruk Mbak Lydia yang berjatuhan. 

Mas Seno sang pahlawan, berhasil membuat Mbak Lydia jatuh ke pelukan. 

Entah mengapa, dengan Mas Seno, Mama langsung mengiyakan. Hingga kurang dari setahun sejak tragedi jeruk berjatuhan, mereka berdua sepakat untuk mengucap janji pernikahan. Mungkinkah karena almarhum kakek juga seorang prajurit? Entahlah. 

Mbak Lydia sekarang ikut Mas Seno, tak lagi tinggal bersama Mama di Purworejo, sejak Mas Seno dipindahtugaskan ke Sukoharjo. 

See?

Mas Alan dan Mbak Lydia. Keduanya bisa bersama dengan sosok yang mereka cinta. Tentu saja, dengan restu Mama. Tak sepertiku dan Raisa yang tak kunjung direstui juga. 

Ah iya, mungkin kalian bertanya ke mana Papa? Papa tentu saja ada. Hanya saja, Papa selalu mendukung apa kata Mama. Mereka berdua seiya sekata. Termasuk terhadap restu untuk Raisa. Jika Mama berkata tidak, maka Papa juga akan berkata tidak. 

Alasan Mama selalu sama.

"Feeling orang tua, Win." Begitu selalu jawabnya. 

Ah, masa iya sih Mama mengabaikan segala kualitas dan bibit bebet bobot Raisa hanya karena feelingnya sebagai orang tua? Napasku tersengal. Aku merasa ada yang janggal. 

🌸🌸🌸

"Zen, Mama pernah cerita nggak kenapa Mama nggak suka sama Raisa? Kamu kan deket sama Mama." tanyaku pada Zenita, calon istri Mas Alan. 

Hari ini hari Sabtu, aku memutuskan untuk pulang ke Purworejo. Saat aku tiba, Mama Papa tidak ada. Tapi, Zenita ada di sana. Duduk santai di teras, menunggu Mas Alan yang sedang mandi keramas. Katanya, mereka akan pergi bersama untuk fitting baju pengantin biar pas. 

Zenita mengangkat bahu. 

"Entahlah Win. Aku pernah kepo sih, tanya ke Mama. Mama cuma bilang feeling orang tua," jawab Zenita. Lagi-lagi alasan feeling orang tua. 

Aku menghela napas, lalu ikut duduk di kursi teras. 

"Sabar ya Win. Kalau kamu berjodoh sama Raisa, semoga segera ada jalan untuk kalian berdua," ucap Zenita lagi. 

Aku menghela napas panjang. 

Lihat selengkapnya