Sudah dua hari berlalu dan Tari masih mengurung diri di kamarnya. Sudah ratusan telepon dari Langit yang ia biarkan begitu saja. Tidak pernah sekali pun dijawabnya. Ia kacau sekacau-kacaunya.
Tari duduk melantai di salah satu sudut kamarnya. Dipeluknya kedua lututnya dan menatap kosong pada sebuah kotak berwarna biru yang ada di hadapannya. Sebuah kotak yang menjadi bukti seberapa besar cinta Indira pada Langit semasa hidupnya.
Kotak tersebut diberikan mamanya malam itu. Kotak yang sudah bertahun-tahun lamanya disimpan oleh mamanya dan menjadi alasan mengapa ia tak mau berhubungan dengan Langit dan keluarganya lagi. Melihat Langit akan secara otomatis membawa kenangan akan Indira kembali. Dan bagi seorang ibu yang kehilangan anaknya, hal itu terlalu menyakitkan.
Tari sama sekali belum menyentuh kotak itu sejak diberikan padanya. Ia sungguh takut. Terlalu takut. Ia tak mau jika setelah membuka kotak itu, ia akan berakhir sama seperti mamanya. Menghindari Langit dan keluarganya.
Sekali lagi Tari memandangi kotak biru dengan motif polkadot itu. Berkali-kali ia meyakinkan hatinya untuk membuka kotak yang menyimpan kenangan Indira akan Langit semasa hidupnya. Separuh hatinya tak mau, tapi separuh hatinya memintanya untuk melihat kenyataan itu.