Sudah sekitar lima hari Aston tinggal di lingkungan kumuh itu. Berbeda dari perkiraannya yang akan hidup tersiksa di tempat itu, ternyata ia bisa beradaptasi dengan beberapa gelandangan yang ada di sana.
Walau perkataannya selalu menghina juga merendahkan orang-orang di tempat itu, tetapi sikapnya tidak terlalu menunjukkan ketidaksukaannya tersebut.
Awalnya Alora menawari Aston untuk menyewa penginapan yang lebih layak, letaknya tak jauh dari rumahnya, tetapi pria itu menolak dan berkata 'Keamanan saya adalah tanggung jawab anda. Jadi saya harus ada dalam jangkauan anda, Lady Alora.'
Pagi-pagi sekali, Alora dibuat terkejut dengan suara benda terjatuh dari arah ruang tengah rumahnya. Setelah diperiksa, ternyata suara itu berasal dari tubuh Aston yang beradu dengan tanah dan tertimpa kursi yang dijadikan tempat tidurnya. Alora semakin terkejut ketika melihat pria itu kesakitan dengan dua tangan yang memegangi perutnya.
“Pangeran Aston, apa yang terjadi?” tanya Alora panik. Ia membantu Aston untuk berdiri.
Wajah Aston memerah, menahan rasa sakit. Keringat dingin mengalir dari pelipis sampai lehernya.
“Saya tidak tahu. Tiba-tiba saja perut saya serasa dililit sesuatu,” lirih Aston masih dengan ringisan kecil di bibirnya.
“Anda memakan apa tadi malam?”
Aston berpikir sejenak. “Anak gelandangan dengan rambut panjang memberi saya Pancake kemarin. Saya sedikit memakan kue tersebut.”
Alora mengerutkan keningnya. Jika Aston sakit perut karena memakan Pancake, maka seharusnya ia pun ikut sakit perut. Wanita itu menghela nafas kecil.
“Pangeran, berbaringlah di dalam kamar saya. Biar saya pergi memanggil tabib.” Alora berujar singkat.
“Di sini ada tabib juga? Seorang gelandangan bisa menjadi petugas kesehatan?”
Alora memutar bola matanya malas. “Tolong jangan bertanya hal-hal konyol di saat seperti ini. Anda bisa berjalan sendiri?” Wanita itu bertanya lagi.
Aston mencoba mengangkat tubuhnya, tetapi bagai membawa barang berat, pria itu kembali terduduk memegangi perutnya.
Tangan kecil Alora berinisiatif memapah belakang tubuh Aston. Karena kondisinya yang tidak memungkinkan memberontak, sebelah lengan Aston dengan refleks ditumpangkan pada bahu Alora, tepatnya di belakang leher wanita itu. Keduanya berjalan pelan menuju ranjang bambu milik Alora.
“Tunggu di sini. Saya akan pergi sebentar,” ucap Alora dengan cepat.
Setelah mendapat anggukan dari Aston, wanita itu segera berlari keluar. Bibirnya berdecak pelan saat hawa dingin menembus kulitnya.
Alora mengedarkan pandangannya kesana kemari. Sejak ia keluar rumah sampai di pertengahan jalan, Alora belum melihat adanya warga yang berlalu lalang. Wanita itu melirik jam tangan kecil yang melingkar dipergelangan tangannya.
“Pantas saja jalanan masih sepi, ternyata ini masih jam setengah empat pagi. Tck, ada-ada saja si pangeran itu.” Alora menggerutu pelan.
Wanita itu membelokkan langkahnya masuk ke pekarangan besar di depan sana. Tak jauh dari tempatnya, terlihat sebuah rumah panggung dengan lampu yang masih padam. Gonggongan Anjing penjaga terdengar nyaring, tat kala ia berjalan di tengah-tengah pagar kayu yang membentang panjang menuju rumah tersebut.
Alora menarik nafasnya sebelum mengetuk pelan pintu bercat putih itu. Tok-tok-tok, suara ketukan terdengar. Merasa tak ada sahutan, wanita itu kembali mengetuk pintu tersebut.
“Who's that?” teriak sang pemilik rumah.
“I'm Alora, Sir. I need your help.” Alora berujar sedikit kencang.
“Wait a moment, Alora.”
Wanita dengan pakaian tidur itu menyandarkan tubuhnya di dinding kayu rumah tersebut. Matanya memperhatikan Ayam yang mulai bersiap-siap membangunkan makhluk di sekitarnya.
'Cklek', Alora menegakkan tubuhnya saat mendengar suara pintu terbuka. Ia tersenyum kecil.
“Good morning, Sir Rostlet. Maaf menganggu waktu anda di pagi buta seperti ini,” sapa Alora pada si pemilik rumah.
“Morning, Alora. No problem. Ada keperluan apa sampai datang kemari hanya memakai pakaian tipis pada cuaca dingin seperti ini?”tanya Rostlet terheran. Pria itu mengeratkan kain yang membungkus ditubuhnya.
“Sir Rostlet, seseorang sedang kesakitan di rumah saya, dan ia membutuhkan bantuan anda.”
Rostlet mengerutkan keningnya. “Seseorang? Siapa? Rayn?”