WHITE OWL The Wisdom and Knowledge

Ayesha
Chapter #12

Bab XII

Bau menyengat dari sampah yang bercampur dengan kotoran mulai tercium oleh sang Pangeran Mahkota Verbena dan pengawalnya, Luke. Lalat dan serangga pemakan kotoran terlihat berterbangan seiring kaki dua pria itu melangkah. Pemandangan tak mengenakkan itu semakin terasa buruk saat sinar surya menaikkan temperaturnya.

Jovian dan Luke berteduh di bawah pohon beringin yang ada di sana. Hembusan nafas panjang terdengar dari bibir Luke.

“Mengapa cuaca akhir-akhir ini tidak jelas? Kemarin gerimis lalu berangin, kemudian saat di malam harinya terasa sangat dingin. Dan sekarang, bagai akan memasuki musim kemarau saja,” keluh Luke. Ia menggerakkan kain yang menutup wajahnya agar mendapat angin.

Jovian meminum air yang menggantung dipinggangnya.

This is autumn. Salju akan datang beberapa minggu lagi.”

“Memasuki musim salju seharusnya udara terasa dingin, bukan gersang seperti saat ini.”

Mmm ... itu pertanda bahwa bumi kita sudah tidak sehat lagi. Lapisan ozon mulai tergores dari waktu ke waktu, mungkin akan semakin memburuk pada zaman anak cucu kita.” Jovian berujar pelan. Matanya memperhatikan anak gadis dengan rambut panjang sedang mengelilingi tumpukan sampah di depan sana.

“Bukankah seharusnya kita menghentikan penebangan pohon di hutan? Dengan begitu bumi kembali mendapatkan kekuatannya,” ucap Luke dengan tangan yang masih sibuk mengibasi wajahnya.

“Jika penebangan pohon dihentikan, pengerajin kayu akan kehilangan pekerjaannya. Perkembangan beberapa alat kantor dan kebutuhan rumah tangga pun akan terhambat. Menebang pohon atau tidak menebang pohon di hutan, sama-sama akan berakibat pada kehidupan kita. Melakukan penghijauan adalah salah satu upaya yang bisa kita lakukan.”

“Tetapi penghijauan tidak bisa memastikan hutan akan kembali seperti semula.”

Jovian menoleh ke arah Luke. Ia tersenyum tipis.

“Tidak ada yang bisa dipastikan selagi itu perbuatan manusia, tapi setidaknya mencoba lebih baik daripada hanya diam melihat kehancuran hunian kita.”

Setelah berkata demikian, Jovian melangkah pergi mendekati anak gadis di tengah-tengah sampah sana. Keningnya berkerut dalam saat melihat barang yang anak itu ambil.

Jovian berdehem kecil. “Selamat siang, Nona kecil. Apa yang sedang anda lakukan?”

Anak itu mendongak. Matanya menyipit saat sinar matahari menyorot ke arahnya.

“Siang, Sir. Saya mencari beberapa makanan untuk mengganjal perut saya dan adik saya.”

“Makanan itu sudah tidak layak konsumsi. Kalian akan sakit bila memakan makanan yang sudah kadaluarsa,” ucap Jovian lembut. Jemarinya terulur mengambil daun kering yang menempel pada rambut panjang anak tersebut.

“Kadaluwarsa? Apa itu nama makanan?” pertanyaan polos keluar dari bibir kecil anak itu.

Jovian terdiam. Manik birunya menatap intens wajah kumal anak dihadapannya.

“Apa tidak ada yang memberitahu anda makna kadaluarsa?”

Anak itu menggeleng keras. “Kata itu terdengar asing.”

Hm ... kadaluarsa adalah penyebutan untuk sesuatu yang sudah tidak layak pakai atau konsumsi, seperti makanan yang ada genggam itu. Pemiliknya membuang makanan tersebut karena itu kadaluarsa, dan ketika makanan sudah kadaluarsa, kandungan juga kebaikan gizi dari makanan itu menghilang. Lalu digantikan bakteri yang membahayakan tubuh kita.”

“Tapi buktinya saya baik-baik saja sampai sekarang. Jika ucapan anda benar, maka seharusnya saya sudah tiada sejak lama.”

Jovian tersenyum kecil. Ia berlutut untuk mensejajarkan tingginya, lalu memegang kedua sisi bahu gadis tersebut.

“Dengar, Nona kecil. Untuk sekarang, mungkin efeknya belum terlihat tetapi di kemudian hari pasti akan terasa. Kesehatan anda lebih penting dari segalanya. Tekan kemungkinan terburuk sejak dini, hm?” ucap Jovian lembut.

Anak itu mengangguk, tanda memahami perkataan Jovian.

“Lalu, apa yang harus saya makan bila makanan ini dilarang?” tanyanya bingung.

Jovian merogoh saku celananya dan memberikan sekantung emas pada anak itu.

“Belilah bahan makanan berkualitas dari pasar. Minta tolong orang dewasa yang anda percaya untuk membantu anda.”

Eung! Baiklah, Pangeran Mahkota Jovian.”

Kedua bola mata Jovian membulat sempurna ketika mendengar ucapan anak itu.

“Bagaimana anda tahu identitas saya?” tanya Jovian terkejut.

Tawa lucu khas anak kecil terdengar menyapa indra pendengaran Jovian. Jemari kecilnya bergerak membenarkan tudung Jovian yang hampir terjatuh.

“Saya seorang Witch, Pangeran Mahkota. Senang bisa berinteraksi dengan anda,” ucapnya menundukkan kepalanya.

Lihat selengkapnya