Terhitung sudah tiga hari sejak ekskusi si pembunuh berantai. Malam itu cukup menegangkan dan memberi tanda tanya besar pada warga yang ikut menyaksikan. Perkataan Drakesbewy Row sebelum dilaksanakan hukuman membuat heboh warga yang ikut menyaksikan.
“Saya membunuh untuk mempersingkat kesengsaraan hidup mereka, namun Tuan saya memelihara mereka agar berlari di dalam lingkaran kesengsaraan. Kematian saya ... akan membuat ia memiliki banyak peliharaan. Lambat laun kalian akan menyadari bahwasannya, hukum Republik ini tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sang kebijaksanaan melakukan kecurangan.” Drakesbewy berkata lantang. Senyuman lebar terukir di bibirnya.
Para bangsawan yang merasa tersindir oleh perkataan Drakesbewy mengeraskan rahangnya. Salah satu dari mereka berteriak agar mempercepat hukuman Drakesbewy dan disahuti oleh bangsawan yang lain.
Sedangkan rakyat biasa hanya memperhatikan, karena jika dipikir-pikir perkataan Drakesbewy benar adanya. Hukum di negara itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Seseorang dengan kekuasaan tinggi dan harta melimpah selalu lolos dari keadilan dunia.
Tidak lama setelahnya Raja Wilder menurunkan telapak tangannya, tanda ekskusi mulai dilakukan.
Belasan anak panah dengan cepat menancap di setiap inchi tubuh Drakesbewy. Raungan kesakitannya beradu dengan sorakan kencang dari para bangsawan dan keluarga korban.
Di saat keramaian itu terjadi, perhatian Alora tertuju pada pria bangsawan dengan pakaian serba putih berpadu dengan aksen emas di ujung kainnya. Ah, jangan lupakan seekor anak Anjing yang terduduk tenang di atas pangkuannya. Sudut bibir pria itu tertarik ke atas, ketika Drakesbewy menatapnya datar sebelum akhirnya Drakesbewy menghembuskan nafas terakhirnya.
“Pangeran Ozias Rico. Hm,” gumam Alora tersenyum miring.
Ozias melihat ke bawah. Netranya menangkap wanita dengan warna rambut dan mata yang sama sepertinya. Pria itu terkekeh dan mengangkat cangkir emas yang berisi sampanye ke arah Alora, lalu meminumnya perlahan.
Avio yang melihat Ozias menawari minuman dengan rakyat biasa mengerutkan keningnya. Penasaran, ia pun menoleh ke bawah. Sebelah alisnya terangkat saat melihat seorang wanita berpakaian sederhana sedang mengobrol dengan pria dengan iris violet.
“Sepertinya saya pernah bertemu dengan wanita itu. Tapi, dimana?” Avio bertanya pada dirinya sendiri.
◍•ᴗ•◍◍•ᴗ•◍ ◍•ᴗ•◍
Sesuai rencananya, Alora akan pergi ke penginapan elit milik pelanggannya yang akan mengajari ia teknik membuat teh dengan benar.
Saat ini Alora berdiri di depan gerbang tinggi dan besar penginapan itu. Wanita itu memperhatikan beberapa orang yang sedang berjalan kesana kemari di dalam sana. Ia melirik pakaiannya yang sedikit lusuh.
“Tidak apa. Gaun ini masih layak pakai.” Alora berucap singkat.
Wanita itu mulai melangkah masuk tetapi saat di tengah gerbang, seorang pria tua dengan kumis tebal menghalangi jalannya. Pria tersebut menatap Alora datar.
“Gelandangan dilarang masuk!” ucapnya tajam.
“Saya gelandangan premium, Sir.” Alora menunjukkan deretan giginya secara tidak natural.
Pria itu mengerutkan keningnya. “Gelandangan premium? Apa maksud anda?”
Alora mencari sesuatu di dalam tas jeraminya. Setelahnya, ia mengeluarkan sebuah kartu akses dan memberikannya pada penjaga itu.
Pria berkumis tebal itu memperhatikan kartu ditangannya, sesekali matanya melirik Alora.
“Anda mencuri dari siapa?”
Alora membulatkan bola matanya. Hell! Mencuri katanya? Yang benar saja!
“Sir, mencuri memang keahlian saya tapi mencuri kartu itu tak ada untungnya bagi saya. Lebih baik mencuri uang atau emas daripada kartu itu.” Alora berujar kesal.
Pria itu berdecih sinis dan mengeringkan posisi berdirinya. Ia mengembalikan kartu itu pada Alora.
“Silahkan masuk. Pastikan sandal anda tidak terkena kotoran sebelum menginjak lantai kami. Semoga hari anda baik.”
Alora mencebikkan bibirnya dan berjalan masuk menuju gedung penginapan di depan sana.
Sepanjang ia melangkah, berbagai tatapan mata tertuju padanya. Beberapa petugas keamanan terlihat akan bergerak untuk mengusirnya tetapi kembali mundur saat melihat kartu yang Alora pegang.
“Permisi, Sir. Apa anda tahu kamar pemilik kartu ini?” tanya Alora pada pria berseragam dengan pedang panjang dipinggangnya.
Pria itu memperhatikan kartu berwarna emas yang Alora bawa, lalu melihat Alora dari atas sampai bawah.
“Anda bertemu orang yang tepat, Lady. Mari ikuti saya.”
Alora berjalan mengekori pria berseragam itu. 'Sepertinya ia seorang prajurit kerajaan?' benak Alora menebak.
Beberapa menit menaiki anak tangga, sampailah mereka di depan pintu yang paling besar diantara pintu yang lain.
'Tok-tok-tok', pria itu mengetuk pintu. Terdengar deheman singkat dari dalam sana.
Cklek, pria itu membukakan pintu tersebut.
“Silahkan, Lady. Beliau sedang menunggu anda,” ucapnya mempersilahkan. Alora mengangguk dan berjalan ke dalam kamar penginapan itu.
Aroma teh seketika tercium. Ia mengedarkan pandangannya, senyuman tipis terpatri saat melihat pria bersurai blonde sedang duduk menyilangkan kakinya dengan kacamata baca bertengger di atas hidung mancungnya.