WHITE OWL The Wisdom and Knowledge

Ayesha
Chapter #17

Bab XVII

“Anu, Pangeran As—”

Brak!

“Alora, para pengawal kerajaan sedang ke—”

Ucapan Alora terhenti oleh suara pintu yang terdobrak keras. Wanita itu menoleh, mendapati temannya yang sama-sama tidak meneruskan kalimatnya.

Bola mata Rayn membulat, tubuhnya seketika membeku melihat pemandangan di dalam sana. Dengan kikuk ia berbalik dan menutup pintu rumah Alora. Ia berdiri, menatap kosong pintu bambu di hadapannya.

Sementara Alora, wanita itu menepuk keras punggung Aston.

“Pangeran Aston, hentikan semua ini. Jauhkan wajah anda dari leher saya,” pinta Alora sedikit panik. Tangannya berusaha mendorong tubuh Aston agar menjauh darinya.

Aston menggeram pelan. Perlahan matanya terbuka, ia melirik bayangan Rayn yang sedang berdiri di luar sana. Dengan berat hati Aston menarik dirinya dan melepaskan rengkuhannya dari pinggang Alora.

Tck, pengganggu,” kesalnya kemudian berjalan mendekati kursi yang sempat ia duduki sebelum bertengkar dengan Alora.

Alora bernafas lega. Wanita itu berdehem pelan lalu melangkah cepat mendekati pintu rumahnya.

“Rayn,” panggil Alora. Matanya memperhatikan pria yang sedang menghapus air matanya. Alora mengerutkan keningnya, segera ia menangkup wajah temannya itu.

“Rayn, ada apa? Mengapa menangis? Kau terbentur pintu?” tanya Alora khawatir. Terlihat ia memeriksa kening pria di hadapannya itu.

Rayn tersenyum kecil, ia meraih jemari Alora yang menyentuh wajahnya lalu menurunkannya.

Hm, aku terbentur. Kalian sedang apa tadi?” Rayn balik bertanya. Pria itu melirik Aston yang sedang duduk menyilangkan tangannya.

Nothing. Kau ingin menyampaikan apa? Ah, masuk dulu. Kita berbincang di dalam saja. Ayo,” ajak Alora menarik tangan Rayn.

Keduanya masuk ke dalam rumah bambu Alora dan bergabung dengan Aston yang sudah melayangkan tatapan tajam pada Rayn.

“Ada apa, Rayn?” Alora kembali bertanya. Wanita itu memilih duduk di atas meja karena kursinya diduduki Rayn.

Pria bermanik violet itu menatap Aston sekilas.

“Sekitar sepuluh pengawal kerajaan sedang menuju kemari. Mereka menanyakan letak rumah mu pada orang tua ku, Alora,” jelas Rayn cepat.

Alora dan Aston saling pandang, mereka berdecak keras lalu membuang wajahnya bersamaan.

“Pangeran Aston, anda harus segera pergi dari sini atau Alora akan berada dalam bahaya. Jika keluarga anda tahu—”

“Mereka sudah tahu, Rayn.”

Rayn menatap Alora serius. “Alora?”

“Keluarga saya sudah mencurigai Lady Alora karena kecerobohannya sendiri. Hitung mundur kematiannya sudah dimulai,” timpal Aston tersenyum miring.

“Apa?! Bagaimana bisa anda berkata seperti itu, Pangeran Aston? Kematian Alora tidak ditentukan oleh kalian!” Rayn menatap Aston datar.

Alora memijat pelipisnya. Wanita itu menghela nafas kecil sebelum ikut bergabung dengan percakapan dua pria di hadapannya itu.

“Sudah terlambat, Rayn. Percuma saja Pangeran Aston bersembunyi, mereka sudah menemukan bukti keberadaannya. Aku akan menerima konsekuensinya, Rayn. Situasi ini sudah ku perkiraan sebelum memutuskan untuk membawa Pangeran Aston kemari.”

Aston menatap Alora intens. Satu alisnya terangkat saat mendengar ucapan wanita itu.

'Benarkah perkataannya itu?' tanyanya dalam hati. Senyuman tipis terbit saat ia memperhatikan wajah serius Alora yang sedang berbincang dengan Rayn.

“Alora, keluarga kerajaan akan menyiksamu. Mereka akan membunuhmu dengan tuduhan penculikan dan pemberontakan.”

Rayn mendekati Alora, tangannya terulur menggenggam lembut jemari Alora. Ia menatap dalam manik biru wanita di hadapannya.

“Alora, aku tak ingin kau mengalami rasa sakit itu. Kau tidak pantas menerima penyiksaan tersebut. Aku—aku tak rela melihat mu mengalami ketidakadilan lagi,” kata Rayn lirih. Pria itu menundukkan wajahnya.

“Rayn,”

Alora melepaskan genggaman temannya dan beralih menyentuh dagu Rayn agar kembali menatapnya. “Itu hanya perkiraan pribadi mu saja. Aku tidak menculik Pangeran Aston, dan semua orang tahu ia kabur bukan diculik. Walau pun benar di hukum, itu tak akan seberat hukuman Drakesbewy,” ujar Alora menenangkan.

Rayn menghela nafas berat, menatap mata Alora lalu mengangguk lemah. Melihat itu, Alora tersenyum manis dan memeluk tubuh Rayn.

“Jangan terlalu khawatir. Aku tak akan mati semudah itu. Aku ini wonder woman, remember?

Rayn terkekeh geli. Perkataan Alora mengingatkannya pada kenangan masa kecil mereka.

“Kepung gubuk itu! Jangan biarkan siapa pun keluar dari dalamnya!!”

Lihat selengkapnya