“Pardon, Lady. Beri kami beberapa teh,” ujar seorang pria dengan pakaian khas bangsawan. Kemudian ia kembali berbincang dengan teman-temannya.
“More sugar, Sir? ” tawar Alora tersenyum tipis.
Pria itu mengangguk singkat. “Yes, please.”
Alora menyajikan teh yang dibawanya ke atas meja berhiaskan ukiran-ukiran unik di sana. Ia melakukannya dengan sangat telaten dan berhati-hati.
Di hadapannya ini merupakan salah satu tamu penting Republik Douglas. Mereka datang jauh-jauh dari negara seberang dengan tujuan menghadiri pesta ulang tahun Republik dengan iklim dingin itu.
Jika kalian bertanya 'Bagaimana bisa Alora berada di sana?', jawabannya simpel, 'Alora sedang bekerja'. Wanita itu diberi kabar oleh Pak tua, bahwasanya seorang kepala pelayan Republik Douglas meminta mereka membuat sekitar 2.500 teh herbal untuk minuman para tamu. Kebetulan juga, jasa pelayanan di Istana Douglas kekurangan personil. Dan di sinilah Alora berakhir, berdiri di antara ratusan bangsawan dengan berbagai tingkatan.
“Thank you, Lady. Anda sangat cantik untuk seorang pelayan. Siapakah nama anda, Lady?” Pria bangsawan itu bertanya sopan. Tatapan penasaran pun terlihat jelas pada wajahnya dan dua temannya.
“Saya Alora. Terima kasih atas pujiannya, Sir.”
“Berapa bayaran anda?” tanya pria yang lainnya.
Alora menaikkan sebelah alisnya. “Pardon?” Ia balik bertanya.
Ketiga pria di hadapan Alora terkekeh bersamaan. Mereka pikir Alora hanya berpura-pura tidak mengerti maksud perkataan tersebut.
“Un momento¹. Anda betulan tak mengerti?”
“Saya berharap bisa lebih paham maksud anda.”
Pria yang melayangkan pertanyaan tadi menatap Alora tak percaya. Ia melirik teman-temannya dan berdehem singkat, tatapannya kembali memperhatikan Alora.
“Maksud saya, berapa bayaran yang mereka berikan untuk jasa pelayanan anda ini? Bukankah anda hanya pelayan sementara di Istana Douglas? Saya belum pernah melihat anda sebelumnya,” jelas pria itu.
“Ah, begitu. Ya, saya hanya sementara di sini, hanya sebagai pengganti. Tentang bayaran, mereka berkata akan memberikan upah sekitar 2.000 Yen, dan 100 Yen untuk harga per-teh. Harga yang cukup tinggi bagi kami, itulah kenapa saya dan Tuan saya menerimanya.”
“2.000 Yen?”
Alora mengangguk. “Untuk satu malam.”
Ketiga pria itu saling tatap. Salah satu dari mereka berbisik pelan dan direspon dengan lirikan singkat pada Alora.
“Lady Alora, sebelumnya perkenalkan kami dari kerajaan Lelyian di seberang timur sana. Kami memiliki ikatan kekerabatan yang kuat dengan Republik Douglas dan Republik Verbena.”
Alora memperhatikan wajah-wajah khas timur di hadapannya. Bisa ia pastikan mereka berasal dari suku Arab. Tempat asal mereka merupakan penghasil minyak bumi terbesar dengan harga yang selalu dibandrol tinggi, juga terkenal dengan kepribadian individu yang berwatak keras dan over-posesif terhadap wanita asing.
“Kami memiliki tawaran menarik untuk anda,”
“Saya tidak menerima perbudakan yang kalian tawarkan. Sedikitnya saya tahu tentang culture Tuan-tuan.” Alora menimpali dengan cepat.
Pria itu menggeleng keras. “No, no, no, anda salah paham, Lady. Kami tidak menawarkan perbudakan, itu hanya dilakukan pada orang yang tidak memiliki identitas. Kami menawarkan anda untuk menjadi pelayan pribadi pangeran kami. Mmm, itu dia beliau,” tunjuknya pada pria berkulit coklat dengan jubah khas negaranya.
Alora menoleh, matanya menyipit ketika melihat pria yang sedang tertawa bersama Jovian dan Ozias. Perkumpulan pria dengan selera humor tinggi.
“Kenapa kalian menawarkan itu pada saya? Wanita di negara kalian pasti jauh lebih berkompeten dari saya,” ucap Alora menatap ketiga pria asing itu curiga.
“Itu memang benar, Lady Alora. Wanita suku kami sangat berkompeten jika dibandingkan dengan suku lain, tetapi pangeran kami tidak ingin menjadikan wanita lokal sebagai pelayan pribadinya. Sejujurnya tugas anda hanya menyuguhkan teh, menemani saat pangeran ingin berjalan-jalan, dan selalu ada ketika kehadiran anda dibutuhkan. Kami akan memberikan upah 4.000 Yen untuk satu malam. Mungkin bisa bertambah jika pangeran menyukai anda.”
“Menyukai saya? Entah kenapa kata itu terdengar seperti tanda merah bagi saya.”
Pria timur itu tersenyum miring. “Ah, anda tidak senaif yang saya kira, ya. Jadi bagaimana, apa anda tertarik? 4.000 Yen menunggu anda, Lady Alora. Anda bisa menjadi kaya dengan hanya menjadi pelayan.”
“Saya—”
“Lady Alora sudah terikat kontrak dengan saya.”
Suara bariton yang sangat Alora kenal mengalihkan atensi ketiga pria berdarah timur itu. Setelah melihat pemilik suara tadi, dengan cepat mereka berdiri dan menundukkan kepalanya. Raut terkejut terlihat jelas pada wajah mereka.