WHITE OWL The Wisdom and Knowledge

Ayesha
Chapter #33

XXXIII

“Begitukah? Kalau begitu biarkan saya meniupi wajah anda. Seharusnya itu dapat membantu, 'kan?” tanya Alora menahan senyumnya. Ia semakin gencar menjahili pria berwajah garang ini.

Aston bergidik geli tat kala merasakan tiupan Alora pada rahang hingga lehernya. Ia mendelik kesal.

“Alora!” ucap Aston melayangkan tatapan peringatan pada wanita yang kini tergelak itu.

“Hm? Ada apa, Aston?” tanya Alora dengan nada jenaka.

“Hey! Berani sekali anda memanggil saya hanya dengan nama!” Aston meninggikan suaranya, namun tangannya fokus melilitkan kain kasa pada lengan Alora.

Wanita bersurai coklat itu mendekatkan bibirnya pada telinga Aston.

“Saya hanya melakukan apa yang anda lakukan, Aston.” Ia berbisik lembut. Sebelah tangan Alora mengusap leher Aston dan tersenyum kecil saat mendengar desisan dari bibir pria itu. Ia mulai hafal titik sensitif Aston.

Dengan cepat Aston menyelesaikan ikatan kain kasanya. Ia menarik pinggang Alora dan mengangkat tubuh ramping itu ke atas tubuhnya. Tangan Aston melingkari perut Alora dengan posesif, namun tetap berhati-hati karena kondisi tubuh wanita itu masih belum pulih seutuhnya. Satu tangannya menekan tengkuk kepala Alora, mendekatkan wajah wanita itu dengan wajahnya.

Menyelami iris masing-masing, merasakan dentuman yang kini sedang menari di dalam sana. Tarikan kecil pada sudut bibir keduanya mulai nampak setelah Alora mengalungkan kedua tangannya pada leher sang dominan.

“Alora, jangan salahkan saya jika luka anda kembali berdarah,” ujar Aston melirik lengan Alora. Ia menurunkan tangannya dari tengkuk kepala Alora.

“Lalu saya harus menyalahkan siapa selain anda, Aston?” tanya Alora sedikit memundurkan wajahnya.

Aston berdecak. “Sudah saya katakan untuk tidak memanggil saya seperti itu. Apa anda tidak mengerti bahasa manusia, hah?!” Pria itu balik bertanya.

“Saya mengerti bahasa manusia jika saat ini sedang berbicara dengan manusia.”

Mendengar hal tersebut, rahang Aston kembali mengeras. Telapak tangan besarnya menekan pinggang Alora sampai sang empu menarik nafasnya karena terkejut dengan tindakan Aston.

“Kurang ajar! Anda pikir saya hewan?”

“Ah, anda mengakuinya?” balas Alora dengan wajah penuh kemenangan karena telah berhasil memancing emosi pria di depannya ini.

“Brengsek.”

Kedua bola mata Alora membulat sempurna ketika Aston menempelkan bibir mereka. Rasanya waktu seolah berhenti. Otak Alora pun seakan bingung dengan tugasnya, kekacauan kini memenuhi benak Alora bagai tali kusut. Memang benar dirinyalah yang memancing Aston tapi ia tak pernah membayangkan pria itu akan terpancing dan benar-benar menciumnya.

Dunia bawah sadar Alora semakin kacau tat kala Aston memangut bibirnya lebih intens, memperdalam ciumannya. Ia berniat menjauhkan wajahnya namun segera Aston tahan.

Darah keduanya berdesir. Ciuman yang diliputi emosi itu membuat Alora kewalahan untuk mengimbangi. Ia memukul bahu Aston agar segera menyudahi aksinya namun hanya dianggap angin lalu oleh pria itu. Aston semakin agresif.

Alora yang sudah kehabisan nafas tanpa aba-aba mengigit bibir bawah Aston dengan kencang. Aston yang terkejut pun melepaskan pangutannya, berdesis saat merasakan kebas pada bibirnya. Sementara Alora, ia menghirup rakus udara di sekitarnya. Dengan wajah yang memerah, Alora menatap Aston tajam.

“Sialan! Pria kurang ajar! Anda ingin saya mati?! Saya tidak bisa bernafas, brengsek!” bentak Alora tepat di depan wajah Aston.

Aston mengusap darah akibat gigitan Alora dan tersenyum lebar saat melihat bibir Alora yang membengkak ulahnya.

“Saya hanya menunjukkan sedikit sisi hewan saya, Alora. Anda memahaminya namun sayangnya anda tidak mampu mengatasinya.” Aston kembali mendekatkan wajahnya pada Alora. “Dan sebagai hukuman karena selalu membantah ucapan saya. Anda selalu meremehkan dan mengabaikan peringatan saya,” bisiknya rendah. Jemarinya mengusap lembut bekas luka pada wajah Alora.

Alora berdecih. “Saya tidak berkewajiban mematuhi anda, sialan.”

Cup! Satu kecupan Aston lakukan. Ia terkekeh ketika tubuh Alora kembali menegang.

“Berhenti memanggil saya dengan sebutan tak pantas atau bibir anda saya buat lebih merah lagi,” ancam Aston.

Namun Alora tetaplah Alora. Bukannya diam, wanita itu semakin memaki Aston. Semua hewan di kebun binatang dan kata-kata kasar keluar dari bibir merah yang membengkak itu. Kali ini Aston meresponnya dengan senyuman tipis. Berganti dari kecupan ke pelukan hangat pada wanita itu.

Lihat selengkapnya