WHITE OWL The Wisdom and Knowledge

Ayesha
Chapter #42

XLII

Di sore hari menjelang petang, suasana ruangan dengan lantai kayu itu terasa sesak ketika sang pemimpin menatap tajam tiga bawahannya yang tengah berdiri tegang di depannya. Ia bersandar dan menyilangkan kakinya, bersikap layaknya 'sang pengendali'.

“Informasi apa yang kalian dapat?” tanya Aston dengan suara baritonnya.

Liam, sebagai tangan kanan rahasia Aston melangkah maju, memberikan sebuah tanda pengenal dengan ukiran Matahari dan Naga.

“Kami tidak mendapat banyak petunjuk, namun benda itu saya harap dapat membantu anda, Pangeran Aston. Kami menemukannya di kediaman Rostlet, tepatnya di halaman belakang kediaman Baron itu.” Liam menjelaskan. Pria itu kembali berdiri bersama dua rekannya.

Aston memperhatikan benda ditangannya. Terdapat noda hitam usai dilahap si jago merah disetiap sudut tanda pengenal itu. Ia tersenyum miring.

“Bajingan ini benar-benar dari Leighton, ya.” Aston terkekeh. Matanya melirik Liam, “Cari tahu bangsawan Leighton yang tinggal di dalam Istana Verbena. Pastikan keluarga saya tak mengetahui pergerakan kalian.”

Liam mengangguk patuh,“Segera kami laksanakan, Pangeran Aston.”

“Demi kemuliaan dan keagungan sang penerus Republik ini, saya mohon maaf menyela pembicaraan, Pangeran Aston, Sir Liam. Dua hari lalu saya melihat pelayan pribadi Putri Ellys berkeliaran di sekitar kediaman mendiang Baron Rostlet. Nampaknya wanita itu tengah mencari sesuatu,” ujar pria dengan tudung yang hampir menutupi wajahnya.

Liam menoleh. “Ceroboh! Mengapa baru melaporkan?!” Pria itu menatap tajam si bawahan.

“Mohon ampunan anda, Sir. Saya selalu tidak menemukan waktu yang tepat untuk melaporkannya,” ucapnya menunduk dalam.

Liam mendengus keras, berniat kembali mencerca namun urung saat suara Aston menginterupsi.

“Cukup, Liam. Setidaknya kita sudah mendapat apa yang kita cari.” Aston bangkit, mendekati ketiga bawahannya. “Putri Leighton datang ke Istana dan saya dengar wanita ular itu juga berniat tinggal. Bersamaan dengan mencari tahu bangsawan Leighton yang lain, awasi juga hama sialan itu,” titahnya dingin.

Sang pangeran Verbena mengibaskan telapak tangannya, tanda agar para bawahannya pergi dari tempat tersebut. Tanpa banyak bertanya mereka dengan patuh mengangguk dan berlalu cepat. Pergerakan Liam dan dua anak buahnya bagai bayangan, tak terdengar juga tak terlihat.

Liam bekerja untuk Aston secara diam-diam. Pria itu merupakan adik kembar Luke, si pengawal pribadi Jovian, yang telah kehilangan status bangsawannya. Hal tersebut mengakibatkan ia harus hidup di pengasingan selama lebih dari Lima tahun dan karena bantuan Aston, Liam hanya berada di pengasingan selama Empat tahun.

Tentu saja pangeran bungsu Verbena itu tak akan menolong orang lain begitu saja, ia memiliki rencana tersendiri.

Aston berjalan tenang, memasuki kamar berukuran kecil dengan dinding kayu. Hembusan nafas pelan terdengar kala irisnya melihat garis panjang mengitari ranjang kayu di tengah ruangan sana. Momen saat Alora histeris dan hilang kendali tiba-tiba saja terlintas, dengan seonggok pria tak bernyawa dalam keadaan mengenaskan di pangkuan wanita itu.

“Rayn Chopper, sayang seribu sayang anda harus berakhir seperti itu.” Aston bergumam rendah. Bola matanya bergulir, memperhatikan kotak kayu dengan ukiran Burung Phoenix yang diletakkan di atas nakas samping jendela. Ia kembali melangkah tenang.

Ketukan sepatu kulit berkualitas tinggi yang menggema di dalam kamar Rayn terhenti kala tangan kekar Aston terulur membuka kotak itu. Senyuman tipis terukir saat ia meraba perlahan benda yang masih terbungkus rapih di dalam kotak tersebut. Ia mengambil benda kecil itu, memutarnya dengan jemari dan berhenti ketika menangkap serentetan ukiran huruf pada ujungnya.

Aston terkekeh. “'Alora Serye Pasha–Rayn Chopper', dua rakyat jelata yang terikat dalam hubungan persahabatan dan terpisah karena insiden yang disengaja.” Pria bermantel hitam itu tersenyum miring. “Orang berkata untuk tidak memendam perasaan. Ungkapkan, biarkan dunia tahu isi hati kita, atau pendam sampai ikut tenggelam di dalam tanah bersama raga. Selayaknya Rayn, pria melarat itu memilih membawa perasannya tanpa sempat meneriakkan kepada dunia. Heh, padahal sudah mencoba keras untuk membuka diri namun sang sahabat tercinta menutup aksesnya dengan tegas, berpura-pura tak mengerti lalu memilih merengkuhnya saat tubuh Rayn sudah dingin membeku,” ucapnya rendah.

Aston meletakkan kuas kayu hadiah Alora untuk sang mendiang ke tempatnya. Tatapannya beralih memandangi langit senja yang mulai berganti gelap, menampakkan makhluk malam yang mulai berterbangan menghiasi awan. Suara lolongan Anjing terdengar menggema di setiap sudut kota, menandakan waktu rehat dari sibuknya aktivitas siang telah tiba.

“Lady Serye, anda sepenuhnya terbunuh oleh dendam dan kekecewaan. Kehadiran saya sepatutnya anda puja. Jika perlu, anda—harus bersujud di bawah kaki saya.” Aston tertawa pelan.

Lihat selengkapnya